Chris Triwarseno

Puisi-Puisi Chris Triwarseno

Khuldi Pelontar Gelebah 

Nisan-nisan membaringkan usia

Berselimut ajal, yang menyelinap

Arak-arakan gagak meracaukan takdir

Mawar-kantil, menebar pusara 

Aku tertunduk, menatap tanah

Penuh jejak kepedihan 

Mereka, yang selalu menudingku

Makluk bertanduk, penjual nafsu

Khuldi, pelontar gelebah 

Kau kutuk aku dalam larat

Di setiap dosa-dosamu, kau lesak ampun

Mewujud cahaya, memadam apiku

Yang tak sudi menunduk tanah 

Ungaran, Juni 2022 

 

Bunga Duka, Kamboja 

Bertunas tumbuh, mewangi

Di antara peristirahatanmu

Tanah kubur, menetap jasad

Membujur, bersiklus daur

Kelopak-kelopakku berguguran

Serupa pintamu, menabur aroma 

Mengiring sepi, malam kesunyian

Ku dekap jiwa-jiwa, dalam rindang dahan

Yang begerak menuju purnama

Meninggalkan aku, kamboja

Bunga duka, selaksa pohon hayat 

Ungaran, Juni 2022

 

Putin dan Patung Lelaki Ukraina 

Gerbong-gerbong menuju Lviv

Memacu laju dengan air mata

Wanita dan anak-anak sebaya

Bercengkerama duka dan rindu

Melalui matanya,

Kepada ratusan lelaki di luar

Melalui sekat kaca kereta

Mereka mematung di Stasiun Kiev

Melepas ratap pilu. 

Hari kesepuluh 

Ukraina masih berdebu,

Bising desing peluru 

Memburu mereka,

Lelaki yang mematung bisu itu.

Di antaranya,

Melengkapi 331 kematian, 

dan 675 luka. 

Mariupol dan Volnovakha terkepung

Setiap lelakinya adalah neo-nazi, 

Seru Putin. 

Ungaran, Maret 2022

 

Sebilah Lidah 

Tak lagi ingat,

Pencecap liar berucap

Bersilat dalam sebilah lidah.

Ada yang dendam, karenanya

Ada yang tersayat, karenanya

Ada yang binasa, karenanya

Tanpa racun bisa atau sianida

Fitnah, membunuh tanpa luka

Mendendam, tersayat dan binasa. 

Ungaran, Maret 2022

 

Membincang Cinta 

Percakapan sepasang perasaan,

Menakar cinta tanpa sepatah kata.

Puing-puing rindu saling memburu,

Menggebu disela cemburu.

Percakapan sepasang perasaan,

Menyingkap ketidakterungkapan

Membincang hati penuh simpati

Mengurai logika yang baru saja mati.

Datang dan pergi, tanpa kendali

Sebuah perasaan yang disanggah

Kata hati yang terhakimi

Untuk  makna cinta yang singgah

Membincang cinta,

Menelanjangi rasa tanpa sisa.

Ungaran, Februari 2022

 

Taman Kaswargan Ullen Sentalu

Menjejak ullen sentalu, taman kaswargan

Tapak tilas narasi mataram

Menumbuh pilar-pilar berjajar

Serupa aksen gothic eropa, berpadu batu alam 

Arca Dewi Sri menggurat senyum

Di antara bayang-bayang padi menguning

Berbulir serumpun merunduk, menghampar

Menuju selasar bertabur lukisan

Gamelan bertabuh mengiring, menuju Sela Giri

Lorong bawah tanah berkontur, yang dindingnya

Berhias citra rupa bangsawan empat kerajaan

Dalam ikatan dinasti

Di koridor Retja Landa, patung dewa-dewi

Berdiam dalam pahat keyakinan

Sebuah persembahan, berabad-abad silam

Membuah harmoni pemujaan

Wanita tua berkebaya, di ruang batik 

Vorstendlanden sebelumnya

Menyodorkanku seduhan wedang ratu mas 

dan bertutur, “Ulating blencong sejatine 

tataraning lumaku”, sambil menepuk 

pundak dan membersamai

Menuju taman asri, berlatar batu miring 

Berpahat, serupa relief candi

“Nyala lampu blencong merupakan petujuk

manusia dalam melangkah dan meniti 

kehidupan” lanjutnya berucap.

Ungaran, Mei 2022

 

Yogya, Kenangan dan Kamu

Sudut-sudut Yogya, serupa lembaran kisah

Yang kubaca setiap kali singgah

Menyeru ingatan, tanpa tepian

Sepanjang ruas jalan, membincang kenangan

Seperti kopi arang di meja angkringan

Kususur Selokan Mataram, mengular

Menuju Deresan, merangkai memori

Jalan Arumdalu, merekam jejak-jejak rindu

Melukismu, dalam sketsa cinta

Membuah perasaan, menimbun luka

Mawar-mawar segar Kotabaru,

membersamaimu

Aromanya tak berlalu, meski gerbongmu laju

Meninggalkanku di Stasiun Tugu, membisu

Menuliskan arti senyum yang kau tebar

Dari jendela kaca kereta, berembun dan pudar

Ungaran, Mei 2022

 

*Chris Triwarseno, S.T. , lahir di Karanganyar, 14 Februari . Alumi Teknik Geodesi UGM. Seorang karyawan swasta yang tinggal di Ungaran, Semarang. Penulis buku puisi Bait-bait Pujangga Sepi, aktif di beberapa komunitas literasi, beberapa karyanya diterbitkan oleh beberapa media seperti : Suara Merdeka, nongkrong.co (puisi pilihan redaksi – Bulan April 2022),  nadariau.com, riausastra.com,  negerikertas.com, Arahbatin.com dan lpmpjateng.go.id. Karyanya tergabung dalam antologi puisi Alam Sejati (Editor : Nia Samsihono, Pengantar : Eka Budianta).  Pemenang Lomba Puisi Cinta di kanal youtube Yuditeha – kategori 10 puisi peringkat kedua. Menulis resensi “Tetirah Puisi Bertitimangsa hingga Pandemi” diterbitkan oleh nongkrong.co . Penerima apresiasi penulis puisi dengan pembaca terbanyak dari negerikertas.com