(2) Theodoor Van Erp Dari Zeni(man) Menjadi Seniman
Oleh Nunus Supardi
/1/ Pengantar
Kedatangan Letnan Jenderal Thomas Stamford Raffles menggantikan pemerintahan Gubernur Jenderal Herman Willem Daendels di bumi Nusantara, khususnya Jawa tahun 1811 telah memberi warna tersendiri bagi perkembangan ilmu pengetahuan Indonesia. Ilmu budaya, sejarah, arkeologi, antropologi, seni, botani, administrasi dll mendapatkan perhatian Sang Gubernur Jenderal. Selama hampir enam tahun memerintah (1811-1816) pada tahun 1814 Raffles mengambil prakarsa untuk “menemukan” kembali candi Borobudur.
Sembilan puluh tiga tahun kemudian (1907), hasil “penemuan” yang tergolong spektakuler itu oleh pemerintah dan para ahli Belanda mulai dilakukan pemeliharaan, pemugaran dan penelitian candi secara serius dan mendalam. Di antara deretan nama para ahli, nama Theodoor van Erp (biasa dipanggil “Theo”) tidak pernah lupa disebutkan orang sebagai perintis pemugar candi.
Berkat kecermatan dan kesungguhannya dalam melakukan pemugaran, keagungan candi Borobudur tampak mendekati aslinya.Foto’s voor en na de restauratie tonen het grote verschil. Bila gambar Borobudur sebelum dan sesudah restorasi dibandingkan menunjukkan perbedaan yang amat besar.Vele nissen konden herbouwd worden. Dipadu dengan lingkungan dan dilatarbelakangi bukit Menoreh, bangunan Borobudur menjadi tampak agung, indah dan megah. Selain van Erp memiliki banyak pengalaman di bidang zeni[1] angkatan darat, ternyata ia juga memiliki jiwa seni yang tinggi. Di sela-sela tugasnya sebagai penanggung jawab pemugaran candi Borobudur, van Erp juga terbius oleh keindahan candi, sehingga van Erp telah mewariskan beberapa karya seni lukis yang bersejarah.
/2/ Borobudur menjadi sumber inspirasi
Selain Borobudur itu sendiri merupakan karya seni yang tergolong masterpiece, ternyata juga telah banyak memberi inspirasi lahirnya berbagai karya seni ikutan. Sejak “ditemukan” kembali (1814) dan mulai dipugar tahun 1907 selesai tahun 1911, seni ikutan yang berkembang seperti seni-seni: drama, tari, musik, sendratari, puisi, novel, komik, fotografi, sinematografi, kriya, pahat, lukis, gambar, sketsa, litografi dan lain-lain. Berikut ditampilkan beberapa “seniman” beserta karyanya yang tertarik untuk mengabadikan dalam bentuk karya seni rupa.
Yang menarik, diantara mereka yang melukis itu ternyata bukan berlatar belakang pelukis atau seniman. Mereka berasal dari berbagai profesi. Sesuai urutan tahun lukisan itu dibuat, berikut ini ditampilkan beberapa karya sketsa dan litografi yang dibuat oleh orang berkebangsaan Belanda dapat dimulai dari H.C. Cornelius, seorang insinyur zeni Belanda, yang ditugasi oleh Th. Raffles untuk melakukan survei dan memetakan Borobudur pada tahun 1814. Cornelius tidak hanya membuat laporan kepada Raffles, tetapi juga mendokumentasikan candi yang disurvei itu dalam bentuk lukisan, dibuat tahun 1814 (Foto 2). Atas jasanya itu, pada tahun 1822 Cornelius mendapatkan kenaikan pangkat menjadi kolonel sebelum pensiun pada 1826.
Sebagai urutan berikutnya adalah karya sktesa yang menggambarkan Bupati Magelang sedang berada di Bukit Dagi, dibuat oleh H.N. Sieburgh 1838 (Foto 3). Sieburgh ternyata tidak hanya membuat satu sketsa tentang juga lukisan candi Borobudur, tetapi juga objek cagar budaya yang lain. Antara lain melukis candi Jabung di Jawa Timur (1840), candi Jago, Jawa Timur (1840), candi Sewu (1838), dll. Untuk objek candi Borobudur Sieburgh melukis lima arca Budha di Borobudur, relief candi Borobudur, dua bejana, dan kepala Avalokitashwara (1837). Salah satu karyanya seperti terlihat pada foto no. 4.
Berikutnya (ketiga), adalah Josias Cornelis (J.C.) Rappard (1824-1898) yang pada 1866 menghasilkan karya lukisan candi Borobudur (Foto 5). Rappard sebenarnya adalah seorang serdadu berpangkat Kolonel Infanteri Koninklijk Nederlands Indisch Leger (KNIL). Selama bertugas di Hindia Belanda antara tahun 1882-1889 Rappard telah menghasilkan puluhan lukisan yang menggambarkan orang, kehidupan masyarakat, bangunan dan alam Nusantara di akhir abad ke-19.
Salah satu lukisannya, tentang Borobudur yang tidak diketahui dengan pasti kapan dilukis (foto berikut ini) sering dikutip orang. Ada yang memperkirakan lukisan itu dibuat antara tahun 1883-1889. Seperti terlihat pada kemuncak candi, terdapat bangunan gardu atau cungkup yang mengindikasikan lukisan itu dibuat sebelum tahun 1907, atau sebelum Theodoor van Erp mulai pelaksanaan pemugaran. Kalau dirunut melalui karya foto yang bercungkup dan berangka tahun foto tahun 1866 (lihat foto 6) berarti lukisan dibuat setelah di puncak candi dibangun cungkup.
Berikutnya (keempat) adalah lukisan Borobudur keempat adalah karya Gijsbert Brand (G.B.) Hooijer (1848-1934). Ia juga seorang serdadu berpangkat Letnan Kolonel Belanda. Dia pernah mengajar di Akademi Militer Kerajaan Belanda (1890) sebagai guru dalam sejarah militer India Timur dan juga direktur teknik litografi. Hooijer berhasil mendokumentasikan keagungan candi Borobudur dalam bentuk lukisan, dibuat antara tahun 1916-1919. Dalam lukisan itu Hooijer mencoba merekonstruksi suasana Borobudur pada masa candi itu berfungsi. Umat Budha tampak berduyun-duyun datang ke candi Borobudur untuk melaksanakan ritual. Dilihat dari bentuk lukisan pada bagian kemuncak candi menunjukkan candi itu adalah hasil pemugaran Theo. Tampak berbeda dengan bentuk kemuncak yang ada pada lukisan Rappard.
Pelukis kelima dengan objek candi Borobudur adalah Jan Pieter (J.P.) Veth (1864 – 1925). Sama seperti pada lukisan Hooijer, di lukisan karya Veth di bagian kemuncak candi menunjukkan candi itu adalah hasil pemugaran Theo van Erp (Foto 8). Berbeda dengan dua pelukis sebelumnya, Veth selain sebagai pelukis ia juga seorang penyair, dan kritikus seni. Veth menerima pelatihan sebagai pelukis di Academy of Fine Arts di Amsterdam. Sebagai pelukis potret ia termasuk dalam deretan pelukis potret terkenal seperti Max Liebermann, Lambertus Zijl, Frank van der Goes, Antoon Derkinderen dan banyak lagi yang sezaman. Veth juga seorang profesor sejarah seni dan estetika Belanda.
Sebagai pelengkap paparan ini perlu pula ditampilkan pelukis keenam, Ir. Hendrik Petrus Berlage, seorang arsitek terkenal. Ia sangat mengagumi arsitektur candi Borobudur. Di dalam buku “Budaya Visual Indonesia” yang ditulis Agus Sachari dari Fakultas Desain dan Seni Rupa ITB, disebutkan bahwa Algemeene Maatschappij van Levensverzekering en Lijfrente adalah karya pertama Hendrik Berlage di Hindia Belanda yang dikerjakannya pada 1900, baru kemudian ia membuat desain gedung de Nederlanden van 1845 yang berada di Jln. Pintu Besar Utara, Jakarta. Disebutkannya bahwa Berlage juga menjadi konsultan pemerintah Hindia Belanda dalam proyek restorasi Candi Prambanan. Dua buah karya sketsanya dibuat dalam bentuk sketsa candi Borobudur. Sketsa itu dibuat tanggal 13 April 1923. (Foto 9 dan 10).
HP Berlage sebagai Arsitek modern Belanda, selain seorang filsuf yang inovatif. Ia datang ke Indonesia pada 1923, dan berkeliling selama 3 bulan memberi ceramah arsitektur serta mengikuti berbagai acara. Pada 1931 terbit bukunya yang berjudul “Myn Indische Reis” (Perjalananku ke Hindia). Ketika menghadiri perayaan ulang tahun Ratu Juliana di kediaman resmi Residen Priangan (Gedung Pakuan Bandung sekarang) pada 30 April 1923, Dr. Berlage merasa sangat terkesan sekaligus terenyuh menyaksikan pawai rakyat Priangan yang sangat meriah untuk Ratu Belanda, sehingga membuatnya berucap: “Bangsa dan negeri ini harus mencapai kemerdekaan”. Selain membuat sketsa tentang candi Borobudur, HP Berlage juga membuat sketsa klenteng di Batavia dan Solo, Mesjid Kraton Yogyakarta, gerbang Kra-ton di Yogyakarta, candi Prambanan, Panataran, Pura di Bali, rumah adat Minangkabau, Balige dll.
/3/ Van Erp ikut terbius Borobudur
Selain keenam nama yang tertarik melukis candi Borobudur seperti disebut di atas, pasti masih ada nama-nama lain yang juga tertarik melukis candi Borobudur. Misalnya, Prof. Dr. Daoed Joesoef yang waktu pemugaran ke-2 candi Borobudur (1973-1983) menjabat sebagai Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (1978-1983) telah menghasilkan banyak sketsa. Di antara nama-nama yang belum sempat ditemukan datanya, ada satu nama yang tergolong istimewa, karena nama ini bukan seorang seniman dan nama yang lekat sekali dengan candi Borobudur. Ia adalah Theodoor van Erp, pemugar candi Borobudur.
Sebagai ahli pemugaran dan purbakala van Erp sudah sangat dikenal. Tetapi, sebagai pelukis dan karya lukisannya belum banyak diketahui orang, termasuk di kalangan arkeolog Indonesia. Selama ini Theo hanya dikenal sebatas seorang serdadu (bidang zeni), pemugar candi dan arkeolog saja. Lukisan itu dibuat setelah pemugaran selesai (1911) setelah pemugaran selesai dan ia kembali ke pasukannya. Setahun kemudian (1912) ia pindah ke Belanda. Di tempat yang baru, selain mengembangkan ilmu arkeologi Theo juga mengembangkan bakatnya sebagai pelukis dan lithographer.
Salah satu lukisannya berjudul “Boroboedoer” (tertulis di sudut kiri bawah dan namanya di sudut kanan bawah, Foto 11) dimuat dalam katalog yang dibuat oleh sahabatnya yang bernama Rudolf Hugo Driessen. Di dalam katalog itu dimuat surat van Erp antara lain berbunyi: “Rudolf yang baik. Setelah mencari-cari kumpulan sketsa, saya menemukan satu dari sekian banyak yang menggambarkan bangunan tua, Borobudur”. Surat itu ditulis di atas kertas berangka tahun 1933. (Foto 12).
Tampaknya, sisi lain dari kehidupan Theo sebagai seniman (pelukis) memang sengaja “disembunyikan”. Dalam berbagai terbitan tentang Theo tidak ada yang mengulas tentang minatnya di bidang seni. Berbeda dengan banyaknya tulisan tentang posisi Theo di bidang kepurbakalaan. Pengakuan Theo sebagai arkeolog dan ahli pemugaran tersebar di berbagai terbitan. Prestasi itu dicapai berkat kecermatannya dalam memadukan ilmu zeni dengan ilmu seni arsitektur bangunan candi ketika selama hampir 5 tahun bergelut dengan candi. Berkat prestasinya itu pada tahun 1937 Theo menerima bintang Ridder in de Orde van de Netherlandse Leeuw (Knight in the Order of Dutch Lion) dari pemerintah Belanda. Anugerah bintang itu diberikan karena ia dinilai telah berjasa luar biasa dalam ilmu pengetahuan dan seni, dalam hal ini ilmu purbakala dan pemugaran candi Borobudur dengan menerapkan teori “anastylosis” dalam ilmu purbakala.
Penghargaan berikutnya diberikan pada tanggal 17 September 1951, Theo menerima gelar Doktor Honoris Causa dari Fakultas Seni dan Filsafat Universitas Amsterdam. Bertindak sebagai promotor adalah Prof. Dr. Th. P. Galestin dari Universitas Leiden. Yang menarik, di dalam pidato pembukaan Prof. Galestin menyampaikan kisah sedih yang menimpa Theo. Pada tanggal 3 Maret 1945 pecah Perang Dunia II. Pesawat tempur The British Royal Air Force salah sasaran ketika menjatuhkan bom. Korbannya adalah rumah Theo. Rumah itu hancur, Theo dan isterinya selamat. Yang membuat hadirin bertepuk tangan ketika Prof. Galestin mengatakan: “Meskipun Theo seorang zeni dan pemugar candi terkenal, tetapi ketika rumahnya hancur, ia tidak mampu memugarnya.” (This was ruin, but Theo could not restore).
/4/ Karya Theo yang lain
Masih tentang Theo sebagai seniman, selain melukis Borobudur ternyata ia telah menghasilkan karya seni yang cukup banyak. Bergelut dengan karya budaya berupa candi yang sarat dengan nilai seni (rupa, ukir, sastra, sejarah, arsitektur) ternyata banyak mempengaruhi jiwa Theo. Secara diam-diam ia mulai memotret, menggambar, membuat sketsa dan melukis. Theo senang membuat gambar dan foto khususnya relief candi bersama J.J. de Vink seorang ahli fotografi.
Selain tinggal di Jawa, van Erp sering pula berkunjung ke Bali. Tampaknya pulau Dewata yang dikenal sebagai surganya para pelukis juga telah mengilhami Van Erp untuk melukis. Karya Theodoor van Erp yang berjudul “Poera Kehen Bangli“ dibuat di atas kertas dengan menggunakan pensil berwarna. Lukisan ini dibuat sekitar tahun 1910-1912 waktu ia masih tinggal di Hindia Belanda. Lukisan itu sekarang masih dalam kondisi sangat baik. Di sudut kiri bawah tertulis “Poera Kehen Bangli” dan di sudut kanan bawah tertera huruf “T.V.E.”, singkatan dari namanya (Foto 13). Lukisan itu sekarang sedang ditawarkan oleh suatu Balai Lelang. Selain melukis Pura Kehen, van Erp juga melukis salah satu sudut kampung di Bali. Lukisan itu diberi judul “Kampong met Temple” (Foto 14). Lukisan itu di tahun 2014 juga sedang ditawarkan oleh suatu Balai Lelang.
Masih ada karya seni Theo dalam bentuk lain. Paling tidak ada 6 karyanya dalam bentuk poster yang sudah dite-mukan datanya. Tiga di antaranya seperti terlihat dalam gambar. Poster No. 1 (Foto. 15) menggambarkan perayaan lima tahunan berdirinya Universtitas Delft yang keenam belas. Universitas itu berdiri tahun 1848. Poster Van Erp disebutnya sebagai sebuah Art Deco tour de force yang mendapatkan pengaruh kuat dari gaya Bauhaus. Gaya ini berkembang di sebuah sekolah seni dan desain di kota Bauhaus, Jerman, yang sangat berpengaruh dan terkenal dengan keunikan gabungan antara seni dan teknik. Sekolah itu berdiri pada tahun 1919 dan ditutup oleh Nazi pada tahun 1933. Poster yang dibuat tahun 1928 itu pada 2014 bersama dengan beberapa poster lainnya sedang dalam proses lelang.
Karya seni Theo tidak hanya seperti yang ditampilkan dalam tulisan ini. Ternyata masih banyak yang lain, bahkan jumlahnya mencapai ratusan. Sayangnya, hampir semua karya seni Theo yang lain itu musnah, termasuk semua tulisan ilmiahnya tentang kesenian Jawa kuno dan Borobudur seperti buku, naskah, foto, dan benda-benda berharga lainnya. Sekitar 400 buah koleksinya berupa sketsa dan lukisan ikut hancur ketika rumahnya dijatuhi bom oleh Inggris.
Meskipun peristiwa tragis itu sempat membuat Theo terpukul, tetapi tidak membuatnya patah semangat. Theo terus berkarya, bahkan ketika ia berusia 80 tahun masih mampu berdiri berjam-jam untuk melukis. Salah satu karya Theo yang disebutnya sebagai “proyek besar” saat itu adalah melukis candi Borobudur. Lukisan yang dikerjakan selama beberapa tahun itu didasari oleh kecintaan dan kekagumannya pada candi yang satu ini. Karya besar itu kini berada di Amerika Serikat disimpan oleh Peter van Erp salah satu cucunya. Sayang, sampai sekarang keberadaan lukisan itu belum berhasil dilacak.
/5/ Penutup
Candi Borobudur ternyata telah memberi inspirasi bagi H.C. Cornelius, H.N. Sieburgh, J.C. Rappard, G.B. Hooijer, J.P. Veth dan H.P. Berlage dan menghasilkan karya seni yang monumental. Tetapi bagi van Erp berbeda. Borobudur tidak hanya memberi inspirasi untuk melukis, memotret dan membuat sketsa, tetapi juga Borobudur telah mengubah jalan hidupnya. Sebagai seorang serdadu yang taat, van Erp tidak dapat menolak perintah komandan meski perintah itu membuat jalan hidupnya berbelok arah. Theodoor van Erp tidak hanya ahli zeni (zeniman) tetapi juga seorang seniman, selain sebagai penulis, peneliti, ahli purbakala, dan ahli pemugaran candi. Dari prestasi demi prestasi yang dicapai oleh Dr. Van Erp itulah yang membuat Prof. Dr. Daoed Joesoef menyebutnya sebagai “the man of culture”. Meskipun sebelumnya tidak pernah menerima latihan secara khusus tentang ilmu arkeologi dan percandian serta pendidikan melukis, tetapi seiring dengan berjalannya waktu, van Erp mampu menangkap inti makna dari tugas yang dipercayakan kepadanya. Borobudur telah membahagiakan hidupnya, seperti yang pernah dikatakan: “tahun-tahun yang membahagiakannya adalah ketika ia sedang berada di kaki stupa candi” (...the best years of my live, at the foot of the grey stupa).
Jakarta, 22 September 2022.
[1] Zeni menurut KBBI berarti: tentara yang mengurus persenjataan dan perlengkapan (membuat jembatan dsb).
Catatan: Keterangan Judul ‘Naskah yang pernah dimuat di Majalah Warisan 2014 ini telah mengalami perubahan dan banyak penambahan teks dan gambar′.
*Penulis adalah Budayawan dan Pemerhati dunia kepurbakalaan Indonesia.
Daftar bacaan:
Berlage, H.P. 1931. Mijn Indische Reis: Gedachten over Cultuur En Kunst (Rotterdam: W. L. & J. Brusse’s, 1931).
Guus van Erp, A.J. Th. 2011: Life and Work of Theo van Erp, March 26, 1874 – May 7, 1958 Laren (N-H).
Joesoef, Daoed, Prof. Dr. 2004. Borobudur, Penerbit Buku Kompas, Jakarta
Taboada, José Antonio Franco. The Twilight Journey of Hendrik Peirus Berlage To The Dutch Indies: Mijn indische Reis, Expresiom Grafica Arquitectonica 34. (https://m.riunet.upv.es/bitstream/handle/10251/113188/11014-42052-1-PB.pdf?sequence=4&isAllowed=y)
UDA, Naoshi dan Masayuki IRIE, 2011. A STUDY ON H.P. BERLAGE’S TRAVEL WRITING “MIJN INDISCHE REIS”, Studies on Hendrik Petrus Berlage (II), J. Archit. Plann., AIJ, Vol. 76 No. 665, 1319-1328, Jul., 2011 (hlm. 1324).
Bulletin Vereniging van Vrienden der Aziatische Kunst (VVAK) 3e serie 11,1959, Netherlands.
https://www.walmart.com/ip/D-16-Vintage-Poster-artist-Van-Erp-Theodoor-c-1928-9×12-Art-Print-Wall-Decor-Travel-Poster/163419347
http://kebudayaan.kemdikbud.go.id/bkborobudur/cornelius-menggoreskan-gambar-borobudur/