Mazmur 51: Puisi Ibrani Pembasuh Dosa

Oleh Tony Doludea

Ada tercatat, pada waktu Daud menjadi raja Israel (1010–970 SM), TUHAN mengutus nabi Natan untuk menyampaikan pesan kepada Daud. Maka saat Natan berhadapan dengan Daud, ia menyampaikan cerita, bahwa ada dua orang dalam suatu kota, yang seorang kaya, yang lain miskin. Si kaya mempunyai sangat banyak kambing domba dan lembu sapi.

Si miskin tidak mempunyai apa-apa, selain seekor anak domba betina kecil, yang dibeli dan dipeliharanya. Anak domba itu dibesarkannya bersama-sama dengan anak-anaknya. Makan dari suapnya dan minum dari pialanya dan tidur di pangkuannya, seperti seorang anak perempuan baginya.

Pada suatu waktu orang kaya itu kedatangan tamu, namun merasa sayang mengambil seekor dari kambing dombanya atau lembu sapinya untuk memasaknya bagi tamunya itu. Jadi ia mengambil anak domba betina milik si miskin itu dan memasaknya.

Daud menjadi sangat marah mendengar itu dan berkata kepada nabi Natan, “Demi TUHAN yang hidup, orang yang melakukan itu harus dihukum mati. Dan anak domba betina itu harus dibayar gantinya empat kali lipat, karena ia telah melakukan hal itu dan oleh karena ia tidak berbelas kasihan.” Kemudian berkatalah nabi Natan kepada Daud, “Engkaulah orang itu!”

Demikian firman TUHAN, Allah Israel, “Akulah yang mengurapi engkau menjadi raja atas Israel dan Akulah yang melepaskan engkau dari tangan Saul. Telah Kuberikan isi rumah tuanmu itu kepadamu, dan isteri-isteri tuanmu ke dalam pangkuanmu. Aku telah memberikan kepadamu kaum Israel dan Yehuda; dan seandainya itu belum cukup, tentu Kutambah lagi ini dan itu kepadamu.

Mengapa engkau menghina TUHAN dengan melakukan apa yang jahat di mata-Nya? Uria, orang Het itu, kaubiarkan ditewaskan dengan pedang; isterinya kauambil menjadi isterimu, dan dia sendiri telah kaubiarkan dibunuh oleh pedang bani Amon.

Oleh sebab itu, pedang tidak akan menyingkir dari keturunanmu sampai selamanya, karena engkau telah menghina Aku dan mengambil isteri Uria, orang Het itu, untuk menjadi isterimu.

Malapetaka akan Kutimpakan ke atasmu yang datang dari kaum keluargamu sendiri. Aku akan mengambil isteri-isterimu di depan matamu dan memberikannya kepada orang lain dan orang itu akan tidur dengan isteri-isterimu di siang hari.

Sebab engkau telah melakukannya secara tersembunyi, tetapi Aku akan melakukan hal itu di depan seluruh Israel secara terang-terangan.”

Lalu berkatalah Daud kepada nabi Natan, “Aku sudah berdosa kepada TUHAN.”

Kasihanilah aku, ya Allah, menurut kasih setia-Mu, hapuskanlah pelanggaranku menurut rahmat-Mu yang besar!

Bersihkanlah aku seluruhnya dari kesalahanku,
dan tahirkanlah aku dari dosaku!

Sebab aku sendiri sadar akan pelanggaranku,
aku senantiasa bergumul dengan dosaku.
Terhadap Engkau, terhadap Engkau sajalah aku telah berdosa dan melakukan apa yang Kauanggap jahat,
supaya ternyata Engkau adil dalam putusan-Mu,
bersih dalam penghukuman-Mu.

Sesungguhnya, dalam kesalahan aku diperanakkan,
dalam dosa aku dikandung ibuku.

Sesungguhnya, Engkau berkenan akan kebenaran dalam batin, dan dengan diam-diam Engkau memberitahukan hikmat kepadaku.

Bersihkanlah aku dari dosaku dengan hisop,
maka aku menjadi tahir,
basuhlah aku,
maka aku menjadi lebih putih dari salju!

Biarlah aku mendengar kegirangan dan sukacita,
biarlah tulang yang Kauremukkan bersorak-sorak kembali!

Sembunyikanlah wajah-Mu terhadap dosaku,
hapuskanlah segala kesalahanku!

Jadikanlah hatiku tahir, ya Allah,
dan perbaharuilah batinku dengan roh yang teguh!
Janganlah membuang aku dari hadapan-Mu,
dan janganlah mengambil roh-Mu yang kudus dari padaku!

Bangkitkanlah kembali padaku kegirangan karena selamat yang dari pada-Mu,
dan lengkapilah aku dengan roh yang rela!

Maka aku akan mengajarkan jalan-Mu kepada orang-orang yang melakukan pelanggaran,
supaya orang-orang berdosa berbalik kepada-Mu.

Lepaskanlah aku dari hutang darah, ya Allah, Allah keselamatanku,
maka lidahku akan bersorak-sorai memberitakan keadilan-Mu!

Ya Tuhan, bukalah bibirku, supaya mulutku memberitakan puji-pujian kepada-Mu!

Sebab Engkau tidak berkenan kepada korban sembelihan; sekiranya kupersembahkan korban bakaran, Engkau tidak menyukainya.

Korban sembelihan kepada Allah ialah jiwa yang hancur;
hati yang patah dan remuk tidak akan Kaupandang hina, ya Allah.

Lakukanlah kebaikan kepada Sion menurut kerelaan hati-Mu bangunkanlah tembok-tembok Yerusalem!

Maka Engkau akan berkenan kepada korban yang benar,
korban bakaran dan korban yang terbakar seluruhnya;
maka orang akan mengorbankan lembu jantan di atas mezbah-Mu.

Lalu nabi Natan berkata kepada Daud, bahwa TUHAN telah menjauhkan dosanya itu, ia tidak akan mati. Namun demikian, karena perbuatannya tersebut telah sangat menista TUHAN, maka anak yang lahir baginya itu akan mati. Kemudian pulanglah Natan ke rumahnya.

********

Dalam tradisi religi Ibrani, Mazmur 51 ini dipandang sebagai dasar dan tuntunan indah tentang doa pertobatan. Karena di situ, penderitaan Daud karena dosanya tersebut, hanya setara dengan keyakinannya bahwa TUHAN gembira mengungkapkan belas kasih-Nya kepada orang yang hatinya hancur dan menyesal. Daud mengakui bahwa hanya dirinya sendirilah penyebab penderitaannya tersebut. Ia tidak mengeluh kepada Allah tentang Allah atau tentang orang lain.

Umat Allah memandang untaian kata-kata Daud dalam mazmur tersebut sebagai sebuah contoh, bagaimana orang harus berdoa ketika diliputi kengerian karena melanggar kekudusan Allah. Kemudian orang harus bangkit dari penyesalan dan melangkah yakin, karena Allah telah menjauhkan dosanya sebagaimana jauhnya timur dari barat.

Maka ketika orang bergulat dalam pergolakan penderitaan yang bergelimang dosa itu, maka berdoalah bagi pengampunan dan pemulihan, bertekadlah untuk hidup dalam ketaatan dan kesetiaan dan memohon bagi orang lain supaya mereka jangan juga jatuh ke dalam dosa.

Kata Mazmur adalah kata serapan Arab, yang juga berhubungan dengan kata Ibrani מִזְמוֹר (mizmor). Namun Kitab Suci berbahasa Ibrani tidak menggunakan kata מִזְמוֹר (mizmor) sebagai nama kitab tersebut, melainkan סֵפֶר תְּהִלִּים (Sefer Tehillim). Kata סֵפֶר (sefer) artinya kitab, kata תְּהִלִּים (tehillim) artinya tahlil atau puji-pujian.

Kata tersebut menunjuk lagu yang dinyanyikan dengan iringan macam-macam alat musik yang berdawai. Sejak awal bangsa Israel dan bangsa-bangsa Semit lainnya memang suka dengan nyanyian. Nyanyian tersebut mengungkapkan rasa religiusitas seni sastra itu dipergunakan. Dan lagu-lagu keagamaan macam itu dinamakan mazmur.

Mazmur merupakan seni sastra, puisi dan jenis sastra yang khas. Mazmur bukanlah suatu karya ilmiah, juga bukan suatu cerita atau kisah. Memang mazmur mengungkapkan pikiran, tapi lebih-lebih mengungkapkan perasaan hati serta intuisi yang bermacam-ragam.

Mazmur bukan hanya seni sastra puisi, tetapi seni sastra Semit. Puisi itu ada patokan-patokan dan kaidah-kaidahnya sendiri yang khas, yang dituruti oleh mazmur-mazmur dalam Kitab Suci.

Mazmur-mazmur tersebar dalam seluruh Kitab Perjanjian Lama maupun Kitab Perjanjian Baru. Namun tidak semua perkataan boleh ditimbang-timbang dengan akal. Sebaliknya, hanya dengan perasaan hati orang dapat menembusi kulit untuk sampai kepada maksud hati si pemazmur.

Puisi itu berdasarkan pada ritme, suku kata yang bertekanan dan yang tak bertekanan, bergilir ganti menurut urutan tertentu. Biasanya tiap-tiap bagian (ayat) terdiri atas dua bagian lagi (stychos), meskipun tidak selalu demikian susunannya.

Kerap kali bagian kedua hanya mengulang dengan kata-kata lain pikiran-perasaan yang sudah terungkap dalam bagian pertama. Kadang-kadang diulang secara positif, lain kali secara negatif dan boleh jadi bagian kedua mengembangkan dan memperluas sedikit stychos yang pertama. Sifat khas Ibrani itu disebut paralellisme, kesejajaran.

Apabila pikiran-perasaan stychos pertama hanya diulang secara positif saja, maka itu disebut sebagai parallelisme sinonim. Misalnya, “Dengarkanlah kiranya seruanku, ya Allah, perhatikanlah doaku!” (Mazmur 61: 2). Namun jika pikiran-perasaan diulang secara negatif, maka itu disebut sebagai parallelisme antitesis. Contohnya, “Banyak kesakitan diderita orang fasik, tetapi orang percaya kepada TUHAN dikelilingi-Nya dengan kasih setia.” (Mazmur 32: 10). Sedangkan pikiran-perasaan yang dikembangkan dan diperluas, disebut sebagai parallelisme sintetis. Umpamanya, “… mempunyai mulut, tetapi tidak dapat berkata-kata, mempunyai mata, tetapi tidak dapat melihat,…” (Mazmur 135: 16).

Puisi Ibrani ditandai oleh bahasa kiasan, bahasa penghebat dengan macam-macam gambaran yang hebat. Itulah sebabnya mazmur-mazmur kerap kali sulit dimengerti dan diartikan. Apalagi karena kiasan dan gambaran itu diambil dari alam dan budaya yang bukan alam dan kebudayaan di sini.

Tetapi bagaimanapun juga, kiasan dan gambaran itu jangan diartikan secara harfiah. Kadang-kadang kiasan Kitab Suci dapat membingungkan terutama kalau diterapkan kepada Allah sendiri, yang nampak seolah-olah manusia (anthropomorphism).

Daud membuka mazmurnya dengan mengungkapkan empat permohonan pertobatannya itu kepada Allah; (1) kasihanilah, חָנֵּ֣נִי (hanneni) menurut kasih setia, כְּחַסְדֶּ֑ך (kehasdeka); (2) hapuskanlah, מְחֵ֣ה (maheh), pelanggaran, פֶּשַׁע (pesha) menurut rahmat, רַ֝חֲמֶ֗יךָ (rahameka); (3) bersihkanlah, כַּבְּסֵ֣נִי (kabbeseni) kesalahan. ן (awon) dan (4) tahirkanlah, טַהֲרֵֽנִי (tahareni) dosa, חַטָּאָה (khattah).

Permohonan Daud ini didasarkan memang hanya kepada sifat dasar Allah, yaitu kasih setia dan rahmat. Ini berarti bahwa penyesalan dosa dan tindakan pertobatan Daud tersebut tidak untuk mengubah hati atau membuat wajah Allah berpaling dan memperkenankan dirinya.

Sebab sesungguhnya tidak ada yang dapat menggerakkan hati Allah supaya mengasihi manusia. Karena Allah itu memang kasih adanya. Bahkan teguran dan hukuman Allah kepada Daud melalui Nabi Natan itu sendiri sudah merupakan bentuk kasih setia dan rahmat Allah, yang menghendaki supaya Daud menyadari perlawanan dan pemberontakkannya kepada-Nya.

Pada saat yang sama dan sejajar dengan itu, Daud mengakui dan menyadari dosanya, yang diungkapkan melalui tiga kata, yaitu (1) pelanggaran, פֶּשַׁע (pesha), artinya memberontak, menentang, menyimpang, sesat dan melawan, (2) kesalahan, (awon), artinya bengkok, serong, jahat dan salah, (3) dosa, חַטָּאָה (khattah), artinya gagal dan menyeleweng.

Daud mengakui bahwa dosanya itu sesungguhnya bersumber dari dirinya sendiri, yaitu kecenderungan untuk melawan dan memberontak terhadap kehendak dan rancangan Allah. Daud mengaku bahwa dirinya bukan saja telah berbuat dosa tetapi berdosa kepada TUHAN Allah. Untuk itu Daud memohon dengan sangat, supaya ia dibasuh dan dibersihkan dari segala pelanggarannya itu.

Pemberontakan manusia kepada TUHAN itu artinya bahwa manusia tidak lagi menganggap TUHAN sebagai Allah yang memelihara dan memimpin hidupnya. Melainkan dirinya sendiri yang menjadi penentu hidupnya sendiri. Oleh karena itu dalam Perjanjian Lama dosa diperhitungkan sebagai penghalang hubungan antara manusia dengan Allah.

Daud sangat sadar bahwa dirinya sendiri tidak dapat melakukan itu semua. Maka ia mengakui bahwa hanya kasih setia dan rahmat Allah saja yang dapat menahirkan dan memulihkannya.

Peristiwa ini sesungguhnya hendak mengingatkan manusia bagaimana ia harus hidup di dunia ini, yaitu hidup di dalam hubungan dengan Allah. Saat hubungan itu erat dan kokoh, manusia akan utuh sehat, seimbang, kreatif, meluas, vital dan damai. Maka perkara keselamatan itu sejatinya terkait dengan bagaimana keselarasan hubungan tersebut terjadi dalam hidup seseorang.

Keselamatan itu merupakan keutuhan dan keselarasan hubungan antara manusia dengan Allah, sesamanya manusia dan segenap ciptaan Allah lainnya. Manusia akan membutuhkan keselamatan saat ia hidup tidak selaras, ketika ia mengalami keterpecahan dan ketidakutuhan.

Namun keselamatan dan kekerasan nampaknya tidak jarang erat terkait satu dengan yang lainnya. Bahkan sering kali kekerasan kelihatannnya menjadi suatu alat yang efektif bagi keselamatan. Kitab Suci melukiskan keselamatan dari Allah itu dalam bentuk yang paradoks. Pelanggaran dan pemberontakan manusia sekaligus merupakan campur tangan Allah dalam menyediakan apa yang manusia perlukan bagi keutuhannya. Hal ini sepertinya yang ingin diungkapkan oleh peristiwa Daud ini.

Sering kali pengampunan dan pembebasan ilahi, yaitu keselamatan itu sama sekali tidak bergantung dari kurban-kurban dan persembahan manusia. Namun itu hanya karena sifat dasar Allah yang menyayangi ciptaan-Nya semata. Lalu mendorong manusia untuk bertobat dan kembali percaya kepada Allah. Kurban dan persembahan yang mengikutinya kemudian itu merupakan pengejawantahan penerimaan anugerah ilahi tersebut.

Maka keselamatan itu tidak ada kaitannya sama sekali dengan penghukuman, penenangan dan pemurnian untuk memperoleh pendamaian dengan Allah. Namun keselamatan itu merupakan tindakan sepihak Allah Yang Maha Pengasih Maha Penyayang dan tanggapan sukacita oleh manusia atasnya melalui tekad untuk akan tetap setia kepada-Nya.

Ungkapan tekad kesetiaan kepada Allah yang terpenting adalah hidup saling mangampuni dan mengasihi, sebagaimana TUHAN Allah telah mengampuni dan mengasihi manusia yang telah berdosa kepada-Nya itu.

Kekudusan dan kesucian Allah tidak untuk menghancurkan orang berdoa. Namun justru untuk ikut campur tangan dengan terlibat bersama manusia yang sedang bergumul dengan dosanya itu. Supaya manusia dapat pulih dan jiwanya disegarkan kembali.

Maka masalah keberdosaan manusia itu tidak hendak menghantar tindakan ilahi untuk menghukum dan menghancurkan orang berdosa. Melainkan untuk membasuh, menyembuhkan dan menyegarkannya. Sehingga manusia kembali bersukacita, bersorak-sorak di dalam TUHAN dan beria-ria di dalam Allah.

********

Diberitakan bahwa pada pergantian tahun, yaitu waktu raja-raja biasanya maju berperang. Maka Daud menyuruh Yoab maju beserta orang-orangnya dan seluruh orang Israel memusnahkan bani Amon dan mengepung kota Raba. Sedang Daud sendiri tetap tinggal di Yerusalem.

Lalu Daud menyuruh orang kepada Yoab mengatakan, “Suruhlah Uria, orang Het itu, datang kepadaku.” Maka Yoab menyuruh Uria menghadap Daud.

Ketika Uria masuk menghadapnya, bertanyalah Daud tentang keadaan Yoab dan tentara dan keadaan perang. Kemudian berkatalah Daud kepada Uria, “Pulanglah ke rumahmu dan basuhlah kakimu.”

Ketika Uria keluar dari istana, maka orang menyusul dia dengan membawa hadiah raja. Tetapi Uria membaringkan diri di depan pintu istana bersama-sama hamba tuannya dan tidak pulang ke rumahnya.

Diberitahukan kepada Daud bahwa Uria tidak pulang ke rumahnya. Lalu berkatalah Daud kepada Uria, “Bukankah engkau baru pulang dari perjalanan? Mengapa engkau tidak pergi ke rumahmu?”

Tetapi Uria berkata kepada Daud, “Tabut serta orang Israel dan orang Yehuda diam dalam pondok, juga tuanku Yoab dan hamba-hamba tuanku sendiri berkemah di padang; masakan aku pulang ke rumahku untuk makan minum dan tidur dengan isteriku? Demi hidupmu dan demi nyawamu, aku takkan melakukan hal itu!” Kata Daud kepada Uria, “Tinggallah hari ini di sini. Besok aku akan melepas engkau pergi.”

Jadi Uria tinggal di Yerusalem pada hari itu. Keesokan harinya Daud memanggilnya untuk makan dan minum dengan dia, dan Daud membuatnya mabuk. Pada waktu malam keluarlah Uria untuk berbaring tidur di tempat tidurnya, bersama-sama hamba-hamba tuannya. Namun ia tidak pulang ke rumahnya.

Paginya Daud menulis surat kepada Yoab dan mengirimkannya dengan perantaraan Uria. Surat itu tertulis, “Tempatkanlah Uria di barisan depan dalam pertempuran yang paling hebat, kemudian kamu mengundurkan diri dari padanya, supaya ia terbunuh mati.”

Pada waktu Yoab mengepung kota Raba, ia menyuruh Uria pergi ke tempat yang diketahuinya ada lawan yang gagah perkasa. Ketika orang-orang kota itu keluar menyerang dan berperang melawan Yoab, maka gugurlah beberapa orang dari tentara, dari anak buah Daud, termasuk Uria, orang Het itu, mati.
Lalu Yoab mengirim orang untuk memberitahukan Daud tentang jalannya pertempuran itu dan bahwa Uria, orang Het itu, sudah mati.

Kemudian Daud berkata kepada suruhan itu, “Sampaikan kepada Yoab: Janganlah sebal hatimu karena perkara ini, sebab sudah biasa pedang makan orang ini atau orang itu. Sebab itu perhebatlah seranganmu terhadap kota itu dan runtuhkanlah itu. Demikianlah kau harus kuatkan hatinya!”

Ketika isteri Uria mendengar bahwa suaminya sudah mati. Maka ia meratap atas kematian suaminya itu. Setelah lewat waktu berkabung, maka Daud menyuruh membawa perempuan itu ke rumahnya. Perempuan itu kemudian menjadi isterinya dan melahirkan seorang anak laki-laki baginya. Tetapi hal yang telah dilakukan Daud itu adalah jahat di mata TUHAN.

 

*Penulis adalah Peneliti di Abdurrahman Wahid Center for Peace and Humanities Universitas Indonesia

————–

Kepustakaan

Bromiley, Geoffrey W. (General Editor). The International
Standard Bible Encyclopedia, 4 Vol. William B. Eerdmans,
Grand Rapids, 1995.

Broyles, Craig C. New International Biblical Commentary: Psalms
Hendrickson Publishers, Peabody, Massachusetts, 1999.

Brueggemann, Walter. The Message of the Psalms: A Theological
Commentary. Augsburg Press, Minneapolis, 1984.

Mounce, William D. (Ed.). Mounce’s Complete Expository
Dictionary of Old and New Testament Words. Zondervan, Grand Rapids, 2006.

Vangemeren, Willem A. (General Editor). New International
Dictionary of Old Testament Theology and Exegesis, 5 vol. Zondervan, Grand Rapids, 1997.