Sajak-Sajak Doddi Ahmad Fauji

PIDATO KENEGARAAN
PETANI TANPA SAWAH DAN LADANG
DI DEPAN POHON SAWO JUMBO OKULASI

Wahai pohon sawo jumbo
dengarlah pengakuanku ini
sejak aku membaca kisah Ken Arok
yang menikamkan keris Empu Gandring
ke jantung Kebo Ijo dan Tunggul Ametung
sejak itu, aku hilang kepercayaan kepada politikus

Sejak kusimak kekejaman Yazid bin Muawiyah
yang memenggal leher Husein dan mengakhiri Hasan
sejak itu, siapapun politikus yang berkampanye
dengan membawa-bawa agama untuk perubahan
kukira itu hanya sebuah dalih untuk merebut tahta

Maka kuulangi lagi pernyataan Voltaire:
di hadapan uang dan kuasa, agama semua orang
cenderung sama: Hipokrit!

Dan inilah hukum tak tertulis:
Setiap penguasa begitu mudah untuk jadi pengusaha
Dan setiap pengusaha, bisa pula untuk jadi penguasa

Dan inilah filsafat politik yang sekarang kujalankan:
kutanam batang pohon konyal dengan teknik stek
untuk menandai perjumpaan pertama kita

Kau berujar: Pohon konyal tak bisa distek!

Tapi aku penasaran
toh ini bukan ujicoba reaktor nuklir
bila pun gagal, tak mengancam dunia
ini hanya konyal yang buahnya kenyal
bila pun gagal, tak akan membuatku jadi konyol

Sudah sebulan sejak kutanam dalam botol
daun-daun konyal itu tidak layu
namun memang belum nampak tunas baru
ini isyarat, aku harus bersabar dalam harap
berikhtiar sambil berdoa:
moga stek konyal ini tumbuh mekar
dengan akar-akar yang terus merambat
mempersatukan kau dan aku
dalam ruang dan waktu
dalam cinta yang menggebu
dan saling menguatkan

Cinta kita yang kuat dan tangguh
moga menerangi orang yang gelap hati
menyadarkan mereka yang kesurupan
mengingatkan para insinyur pertanian
agar tidak berkeliaran jadi pekerja perbankan
atau di perusahaan jurnalistik
tapi terjun ke sawah dan ladang
sebagai petani sejati pembela Ibu Pertiwi
sebab negeri agararis ini kelewat menghawatirkan
tiap tahun harus mengimpor beras dan gandum
jumlahnya mencapai jutaan ton

Aku memilih bicara di hadapan pohon sawo
guna menjadi saksi sekaligus bukti
kita adalah bangsa berkulit sawo matang
maka tak perlu mentang-mentang!

Bandung, 2018 – 2021

 

SURAT KEPADA ALFONSO

Alfonso yang baik, dan selembut batu andesit
tak perlu rendah diri, dengan tetap menjadi lokal
karena di sebalik kekurangan, pasti ada kelebihan

Meski kau tak segurih anggur Jepang
namun kau lebih kuat menghadang kemarau panjang
lebih sigap terhadap perubahan iklim di aras Khatulistiwa
apa artinya cantik kalau hanya mengumbar kesombongan
apa artinya ganteng kalau hanya menjadi gigolo

Lalu kusapu jalanan, dan kupunguti sampah
ketika anak-anak membuang bungkus es bonbon
membawa masa silam terasa baru kemarin
magrib di kota kami, selalu menawarkan sunyi
yang itu-itu juga, yang menikah Chairil Anwar

Alfonso, ketahuilah, sebagai penyayang tumbuhan
aku lebih memiliki kasih dari para walikota dan politikus
yang gemar memaku pohonan saat memasang
wajah korup mereka pada baliho ukuran besar
lebih besar dari kenyataan yang sebenarnya

Alfonso, merapatlah ke arahku
karena hidupku kini, lebih bisa menjamin pohonan
aku beternak maggot dengan pakan dari sampah organic
dan berak-berak maggot sangat baik untuk pupuk’
sedang tubuhnya yang kaya protein
sangat diminati ikan lele apalagi ayam

Kau tak akan sengsara, tak akan kusia-siakan!

Bandung, 2018 – 2021

 

SURAT KEPADA ROSARIO BIANCO

Rosario, aku bersumpah sebagai orang Sunda
bahwa sejatinya, berdasarkan Amanat Galunggung
orang Sunda pantang berdusta!

Rosario, akhirnya kita bersua
di batas kota, di pagi buta
angin puting beliung masih mengamuk di utara
dan kita, jadi cemas oleh tanya
dan banyak warga, kehilangan akal warasnya
dan banyak aparat, tetap saja keparat:
kekasihku dikejar-kejar pangreh desa
setelah mengabarkan kenyataan kepada dunia
bahwa nun di pelosok dan pedalaman
masih banyak jalan utama, yang hanya mudah
dilalui oleh kudanil dan buaya, tentu tidak oleh delman

Akan kupinang kau Rosario
untuk menghuni pot paling besar
terbuat dari tembikar
supaya dapat menyimpan cadangan mineral
untuk masa depan-mu, masa depan bangsa ini
bukankah baik dan buruk adalah bangsa sendiri
yang harus dibela dengan taji dan taring?

Dengan semangat gemah ripah loh jinawi
aku bertarung dan bertanding
sangkan subur makmur, aman dan tentram
negeri yang sial tak kepalang tanggung ini

Aku telah ditempatkan sebagai musuh laten
yang darahnya halal untuk diminum
disebabkan pernyataanku ini:
Pendidikan kita rusak, oleh para pejabat pendidikan
baik yang berkantor di dinas atau di kementerian
Pancasila kita rusak, oleh Pemuda maupun Sarjana Pancasila
karena mereka kesengsem oleh sebenggol fulus
benar kata Voltaire: di hadapan uang
agama semua orang cenderung sama:
hipokrit!

Bandung, 2018 – 2021

 

SURAT KEPADA ISABELLA

Isabella yang manis dan memikat
terimakasih atas kehadiran-mu
di kantin gagasan, tempatku mematangkan siasat:
aku memang mewarisi darah pemberontak
kelak kukepung kota dengan akar dan daun-daun
yang tumbuh dari tiap engah nafas-mu
supaya kota kembali sehijau dulu, dengan falsafah:
gemah ripah loh jinawi
dengan penghuninya yang someah
konon kota kami diciptakan Tuhan sambil tersenyum
itulah dia Parahyangan, tempat Dewa main catur

Isabella, mungkin karena itu
selalu ada orang yang menelikungku!
menghadang langkahku
tiap hendak melompat jauh ke depan
membuatku kembali tigudubrag
tapi aku selalu bangkit
dan tersenyum semeriah mentari pagi
namun kali ini, aku yakin langkahku
akan sampai ke galaksi terjauh
terbang dengan sayap yang kurajut dari imaji

Aku ingin mendirikan huma di atas genting
membangun kota di bawah hutan belantara
supaya kau betah dan tentram
supaya harga BBM stabil
supaya tak ada alasan untuk siapapun
mengkhianati Pancasila dan UUD 1945

Isabella Gibbs, lahir di South Carolina pada 1816
kau telah hadir dengan seluruh pesona
bergaun pengantin dan tanpa gincu
melengkapi keindahan sore hariku
untuk menghirup seduhan daun sirsak
supaya akar dan daun-mu sehat
berbuah lebat, dan berguna bagi warga negara

Sebuah hutan di atas kota
alun-alun di puncak gunung berapi
dan bermeditasi dalam kawah candra dimuka
adalah kabarku terkini Isabella
datanglah kembali bersama katumbiri
sebelum sareupna pareum

Bandung, 2018 – 2021

 

SURAT KEPADA CAROLINE

Kutulis surat ini dengan tergesa-gesa Caroline
sebagaimana kota kami, begitu tergesa meninggalkan akar budayanya
kini segala yang tumbuh, begitu mudah rebah tapi bukan ke tanah
lalu mereka larut disapu banjir, yang bergolak bagai neraka
nereka ada di mana-mana, seperti sering kukatakan:
bahkan Tuhan menciptakan Jakarta, supaya neraka ada contohnya!

Nereka yang paling panas di bumi ini
mendidih dalam hati, maka lihatlah
bagaimana Rahwana bergolak
dan tak bisa diredakan oleh hujan tujuh musim
bagaimana para politikus itu jungkir balik
membuat perkataannya tak sejalan dengan perangainya

Caroline Black Rose
surat ini adalah undangan resmi untuk-mu
telah kusediakan lubang di tanah yang gembur
untuk-mu beristana di kota yang terluka
datanglah Caroline dengan akar yang kuat
dengan daun yang lebat
telah kusiapkan pupuk kompos dari kotoran maggot
untuk sarapan pagi, untuk melupakan lelah
untuk kehidupan yang lebih baik
untukku yang sering meradang
di puncak juang

Bandung, 2018 – 2021

 

*Doddi Ahmad Fauji, mantan wartawan di Koran Media Indonesia, Jurnal Nasional, dan Majalah Pertahanan dan Keamanan ‘Tapal Batas’, dari tahun 1998 – 2013. Kini mengelola Sanggar Literasi SituSeni Mediatif, yang bergerak di bidang pelatihan menulis, ekspresi kesenian, dan pengembangan lterasi lingkungan lewat pengelolaan sampah organik untuk pakan maggot, dan maggotnya untuk pakan ternak ikan atau unggas. Bukunya yang telah terbit: Amor Memoar Traktat (2006), Neng Li (2015) Jangjawokan (2016), Menghidupkan Ruh Puisi, seluk beluk dan petunjuk menulis puisi (2018).

 

1 reply
  1. Nuraini Ahwan
    Nuraini Ahwan says:

    Puisinya mantaap… Bahasanya tinggi….. Bahasa seorang yang sudah teruji kemahirannya berpuisi. Salut dan luar biasa pak..

Comments are closed.