Paavo Haavikko

Puisi-Puisi Paavo Haavikko

Penerjemah: Eka Ugi Sutikno

 

Nyanyi Bunga

Pohon cemara sedang bermain;
hujan luruh membasung
terus;
Oh kau, anak perempuan
pemotong pohon,
securam pegunungan,
keras dan Indah
mendengarkan,
jika kau tak pernah mencinta, jika aku
tak pernah mencinta (perkataanmulah
yang paling pahit
ketika kita berpisah), O dengarlah―
membasung, meluruh hujan di atasmu
melimpah-riuh, terus,
tanpa ampun.

 

[Anak-anak itu memiliki wajahku]

Anak-anak itu memiliki wajahku
Ketika aku memulai kehidupan baru
Seperti tanah, tetumbuhan,
Yang mengundurkan diri dari sajak.
Tapi kemanakah napasku beranjak?
Dan bagaimana bisa aku bahagia
Tak melihat babi-babi memakai kuku,
asparagus matang, emas . . . Oh,
Terlambat sudah,
Nasib kakekku,
Sebuah contoh yang mengerikan,
Ia begitu lamban, ketika itu umurnya empat puluh empat
(dan itu
Sudah terlambat) ketika ia pensiun,
Oh ini membutuhkan orang-orang
Hanya untuk mendengar angin
Dari terbitnya matahari hingga tenggelam
juga sepanjang malam,
Oh ini membutuhkan seluruh tenagamu
agar benar-benar dapat beristirah:
Tak ada jalan setapak
menuju dewa-dewa.

 

[Terampil berpolitik, kecerdikan]

Terampil berpolitik, kecerdikan
Sirna pada bukit dewan
Tuanku telah menanamkan kalimantangnya
Sebaiknya kita tidak pergi ke sana

Dan sudah jelas betul
Siapalah aku di kesepian
Datang dan sekarang membacanya ―

Kembali pada Cacing-cacing
Aku mengambil paku dan palu

Tangan menyentuh langit
Kaki menekan tanah
Mulai kini mungkin tak ada perceraian
Tangan di angkasa
Kaki di tanah

Di atas pegunungan selamanya
Berangin air dan api
Menghanguskan tanah
Unsur itu terus membawa pertumpahan darah
Perang khianat
Mewabah jadah dari kekalahan awal yang sekaligus merupa akhir

Terampil berpolitik, kecerdikan
Kembali muncul
Dan juga orang-orang berpakaian hitam
Jerit hormat untuk kekerasan
Meninjau kecerdikan bertambah
Ketika gelas-gelas dimerahkan api
Sebaiknya kita tidak pergi ke sana
Untuk melihat di kedalaman bijak
Tapi kita di dalam hati
Kami telah datang
Tidak untuk menunjukkan kecerdikan
Tapi keinginan
Untuk berkorban.

 

[Sekarang, seperti yang aku katakan]

Sekarang, seperti yang aku katakan
Tentang Kaisar
Kau melihatnya
Kaisar, in medias res

Seperti yang kukatakan
Kaisar, kau melihatnya sebagai musim dingin,
Kaisar yang sunyi,

Kaisar adalah citra
Menjadi lebih jelas
Sepekat turunan

Kaisar adalah citra,
Petang terjatuh,

Semak-semak tumbuh di atas lereng
Seperti pengadilan elang,
Padatnya cabang-cabang yang kering

Dan Kaisar itu
sunyi
Dan tampak terlihat

Ia berada di pondok perburuan
Di sebuah tempat di musim dingin

Dialah satu-satunya orang
Yang tampak lebih baik di kegelapan itu

Dan gagasan, burung, burung hantu
Gagasanmu yang terbungkus kain penutup mata
Masih melihatnya, meski kini, di kegelapan
Kaisar.

Aku sudah menyesatkanmu.
Kau berdiri di kaki gunung
Sekarang musim dingin

Melalui dedahanan itu kau mencoba untuk mengamati
Ia yang bukan Kaisar

Tapi lagi-lagi ketika kau menutup mata
Kau melihatnya di pondok itu
Dan tampaklah imajinya

Aku telah menyesatkamu,
Sekarang bukalah matamu
Jangan dengarkan aku:

Kaisar itu bersandar di hatimu,
Di sana
Adanya kuasa

Kaisar itu membangun dan membangun
Dengan sekejap mata

Dan mati
Ketika kedua mata itu terbuka.

 

[Betapa bergunanya seseorang ketika ia bukanlah prajurit]

Betapa bergunanya seseorang ketika ia bukanlah prajurit
Tak semuanya berguna
Betapa berguna prajurit jika tak terbuat dari besi dan rantai

Betapa bergunanya sesuatu hal
Yang tak digunakan: menaikannya dan menguburkannya
Bukalah tanganmu terimalah penghargaanmu
Segenggam daratan

Bukalah matamu dan kau akan mendapatkannya pada kedua matamu yang lamat
Aku bisa menceritakan negerimu
Ia terbentang dari Utara hingga Selatan di bawah pohon cemara

Jika kau tidak bisa melihat lagi
Apa yang kita lihat begitu jelas
Aku akan memadu kata dengan hymne agar kau mendengar

Di sini di sisi kegelapan yang runtuh ini kami berdiri
Menengok lihat
Dari mana datangnya

Sisa yang kami tahu
Tapi di mana kami berada
Di ujung hutan yang entah

Ini membuat kami bangkit
Kegelapan
Semakin lama memandang mata kami

Dan pergi.

 

*Paavo Haavikko (1931-2008) adalah seorang penyair dan dramawan Finlandia. Ia pernah mendapatkan penghargaan Neustadt International Prize di bidang sastra. Beberapa puisi di atas dialihbahasakan oleh Eka Ugi Sutikno dari buku versi Inggris Anselm Hollo dan Robin Fulton yang berjudul Paavo Haaviko and Tomas Tranströmer Selected Poems (Penguin Books, 1974).

Penerjemah:

*Eka Ugi Sutikno yang kini aktif di Kubah Budaya, menjadi anggota Kabe Gulbleg, dan mengajar di Universitas Muhammadiyah Tangerang.