Kerja ASN di Papua

Budaya Literasi ASN di Papua

Oleh Hari Suroto

Seperti diketahui minat baca masyarakat Indonesia masih rendah dibanding negara-negara ASEAN seperti Singapura dan Vietnam. Berdasarkan hasil survei Organisasi PBB untuk Pendidikan, Ilmu Pengetahuan dan Kebudayaan (UNESCO) pada 2012, indeks minat baca masyarakat Indonesia hanya 0,001 artinya dari setiap 1000 orang Indonesia yang serius membaca hanya satu orang. Demikian juga dengan catatan survei yang dilakukan oleh The World Most Literate Nations (WMLN) perihal tingkat literasi dunia pada April 2016 yang menempatkan Indonesia di urutan buncit, posisi ke-60 dari 61 negara yang disurvei. Lebih tinggi satu tingkat dari pada Botswana, negara kecil di benua Afrika dengan penduduk yang hanya 2,1 juta jiwa (https://www.theguardian.com).

Foto ASN di Papua

Foto ASN di Papua

Survei Badan Pusat Statistik  menunjukkan tingkat minat baca masyarakat Indonesia di atas 15 tahun pada tahun 2006 menemukan bahwa 55 persen orang lebih memilih membaca koran, 44 persen membaca buku pelajaran sekolah, 29 persen membaca majalah dan 16 persen membaca buku cerita. Banyaknya buku tidak menunjukkan sebuah masyarakat yang rajin membaca. Pada tahun 2012, buku yang terbit hanya 18 ribu judul, kemudian tahun 2014 menjadi 30 ribu judul. Jelas saja jumlah tersebut tidak sebanding dengan dengan jumlah penduduk Indonesia yang kurang lebih 250 juta orang. Indonesia masih ketinggalan dengan Jepang yang mencapai 40 ribu  judul, India 60 ribu dan Tiongkok 140 ribu judul (https://seword.com).

Di sisi lain, tingkat kecerewetan orang Indonesia di media social menempati posisi atas. Amerika boleh mengklaim sebagai negara dengan jumlah pengguna Twitter terbanyak di dunia, tapi dalam halurusan cuitan, Indonesia menempati urutan nomor satu dinilai dari jumlah cuitan dalam setiap waktu via Twitter. Untuk sepanjang tahun 2016 lalu dalam setahun jumlah twittan orang Indonesia adalah sejumlah 4,1 milyar (www.dpp.pkb.or.id).

ASN di Papua

Foto ASN di Papua

Menurut menurut APJII (Asosiasi Penyelenggara Jaringan Internet Indonesia) pada tahun 2016 jumlah netizen di Indonesia adalah 132,7 juta jiwa atau 51,1 persen dari total penduduk Indonesia. Adapun menurut situs statista.com, lima besar sosial media yang paling banyak digunakan netizen Indonesia berturut-turut adalah Facebook, Instagram, Twitter, Path, dan Google+.

Menurut Ikatan Penerbit Indonesia (IKAPI) perkembangan teknologi digital seperti media sosial ternyata menyebabkan minat baca masyarakat menjadi rendah. Sebenarnya minat baca masyarakat masih tinggi namun waktu masyarakat banyak tersita untuk media sosial dibandingkan membaca buku. Padahal akhir-akhir ini banyak beredar buku bagus dan berkualitas namun minat masyarakat untuk membaca tetap saja rendah.

Rendahnya minat baca masyarakat tidak hanya terhadap buku yang dicetak tapi juga terhadap buku digital atau e-book. Yang pasti, turunnya minat membaca buku-buku dan literatur lainnya di masyarakat dipengaruhiakan naiknya minat bercuap-cuap via media sosial baik Facebook, Twitter, Instagram atau media sosial lainnya. Semakin tinggi hasrat berkomentar di linimasa biasanya dipengaruhi hasrat membaca.

Mayoritas penduduk Indonesia adalah generasi muda. Kebanyakan dari mereka memiliki minat bacayang rendah. Banyak yang berpendapat, membaca merupakan kegiatan yang membosankan hanya membuang waktu. Mereka lebih memilih hal-hal menarik lainnya. Namun bagaimanapun alasannya membaca adalah hal yang penting untuk menambah wawasan ilmu pengetahuan. Dengan membaca mampu mengetahui informasi dari berbagai pelosok dunia.

UNESCO sudah menentukan jatah bahan bacaan untuk tiap orang.Untuk satu orang, minimal memiliki dua bacaan agar termasuk golongan terliterasi. Menurut Ajip Rosidi (2006) anak-anak Indonesia membaca 27 halaman buku per tahun atau 1 halaman 15 hari. Hal ini sangat menyedihkan. Padahal banyak manfaat yang akan didapat dengan membaca. Membaca dapat meningkatkan daya kreatifitas kita dalam berfikir. Karena tempat, benda, karakter yang terdeskripsikan oleh buku kita terjemahkan dengan daya imajinasi kita.Dengan membaca, kita memberikan asupan nutrisi otak. Dengan membaca, kita dapat menjamah tempat-tempat yang belum kita kunjungi secara fisik. Semakin terkikisnya budaya membaca di kalangan masyarakat Indonesia, memaksa pemerintah bekerja ekstra keras untuk mengembalikan ketenaran budaya membaca.

Badan Perpustakaan Daerah dan Arsip Provinsi Papua menyebutkan minat membaca di Papua hanya 0,1% setiap tahunnya. Hal menyedihkan lainnya adalah minimnya peran pemerintah daerah dalam mengajak warganya untuk gemar membaca ataupun berkunjung ke perpustakaan daerah (https://www.gatra.com).

Papua belum terlambat dalam budaya literasi, masa depan literasi yang cerah dan gemilang ada di Papua. Perubahan tidak berlangsung instan.Perubahan hadir melalui kerja keras. Untuk memberantas buta huruf tak bisa hanya diselenggarakan oleh pemerintah tapi masyarakat juga turut membantu.

Peran minat baca dalam peningkatan kualitas  sumber daya manusia senantiasa berada pada posisi yang sangat strategis. Minat baca bagi masyarakat Papua harus dikembangkan untuk menciptakan masyarakat Papua yang cerdas dan berwawasan luas menuju Papua Bangkit, Mandiri dan Sejahtera (https://parliamentmagazine.co.id).

Kerja ASN di Papua

Foto ASN di Papua sedang bertugas (1)

Ketersediaan buku bacaan juga sangat berpengaruh pada budaya literasi di Papua. Kesenjangan ketersediaan buku ini sangat tampak jelas di Indonesia Timur dan Barat.Peredaran buku dan jumlah perpustakaan lebih banyak dijumpai dan terkonsentrasi di Jawa. Untuk daerah di luar Kota Jayapura, salah satu faktor penyebab rendahnya tingkat minat membaca masyarakat Papua adalah buku yang tidak sampai ke tangan mereka.

Ruang membaca dan fasilitas lainnya bagi warga di Papua sangat minim, bahkan hampir tak ada langkah pemerintah daerah Papua untuk menumbuhkan minat membaca, juga bisa dilakukan pengadaan 10.000 buku dengan judul baru, sesuai dengan perkembangannya. Penambahan fasilitas internet gratis diruang-ruang terbuka atau tempat membaca juga sangat dibutuhkan masyarakat agar lebih giat membaca sebagai salah satu indikator untuk mengurangi angka buta aksara di Papua. Hal ini sejalan dengan visi misi Pemerintah Provinsi Papua untuk bangkit, mandiri dan sejahtera.

Di sisi lain rendahnya minat baca di Papua dihadapkan lagi dengan kondisi yang berkembang dalam masyarakat luas pada saat ini dalam hal penggunaan media sosial (medsos) yaitu masifnya berbagai pesan/tulisan negatif yang tidak sejalan dengan kemampuan masyarakat untuk menyaring kebenaran dari sebuah pesan/tulisan yang beredar tersebut yang berpotensi merusak sendi-sendi persatuan dan kesatuan bangsa.

Kebiasaan membaca, merupakan sesuatu yang penting yang harus ditumbuh kembangkan sejak dini dalam rangka untuk meningkatkan kualitas penyelenggaraan pendidikan sejak usia dini hingga seluruh masyarakat. Dengan membaca merangsang imajinasi ke arah pengembangan spiritual. Dengan membaca merangsang imajinasi ke arah pengembangan spiritual. Dengan membaca membantu pengembangan berpikir kritis dan pengembangan diri. Dengan membaca membantu pengembangan pribadi dan emosi. Dengan membaca membantu pembentukan karakter seseorang dan dengan membaca secara umum menambah informasi dan pengetahuan dan menanam budi pekerti.

Undang Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara (ASN) menyebutkan bahwa Pegawai Negeri Sipil (PNS) adalah warganegara Indonesia yang memenuhi syarat tertentu, diangkat sebagai ASN secara tetap oleh pejabat pembina kepegawaian untuk menduduki jabatan pemerintahan.PNS adalah unsur perekat persatuan dan kesatuan bangsa oleh karena itu kewajiban setiap PNS mulai dari tingkat unit kerja mengembangkan budaya literasi di kalangan PNS untuk mengimbangi masifnya berbagai pesan di media sosial tersebut. Pendidikan media literasi memungkinkan orang akan memilih media sesuai dengan kebutuhannya berkomunikasi, tidak asal ikut-ikutan.

Kemudahan akses ini yang menyebabkan orang bisa saja menyalahgunakan untuk kepentingannya, namun merugikan orang lain. Selain aplikasi yang bisa menyaring konten negatif di media sosial, literasi digital atau melek media dapat membangun kesadaran pengguna sosial media untuk tidak menyebarkan berita palsu (http://www.republika.co.id).

Minat baca PNS di lingkungan Pemerintah Kota Jayapura dinilai masih sangat rendah. Membaca dapat meningkatkan wawasan dan pengetahuan. Oleh karena itu, harus dibiasakan bagi para abdi negara ini (http://www.tabloidjubi.com).

Ironisnya, Pegawai Negeri Sipil dan sekarang menjadi ASN (Aparatur Sipil Negara) termasuk yang tercatat jarang berkunjung ke perpustakaan. Pemerintah Provinsi Papua perlu mewajibkan PNS mengunjungi perpustakaan minimal sepekan sekali. Kebijakan itu diambil dalam rangka meningkatkan minat baca di kalangan PNS.  Kewajiban mengunjungi perpustakaan merupakan salah satu cara mendorong budaya membaca di kalangan PNS. Apalagi membangun budaya baca tidak dapat dipisahkan dari buku dan perpustakaan.Sebagai institusi yang turut berperan melestarikan kebudayaan dan ilmu pengetahuan sebuah bangsa, peran perpustakaan di sebuah negara sangatlah penting. Tulisan ini bertujuan untuk mengetahui perkembangan budaya literasi di kalangan PNS di Papua, serta solusi yang dapat ditempuh dalam upaya meningkatkan budaya literasi di kalangan PNS di Papua.

Kerja ASN di Papua

Foto ASN di Papua sedang bertugas (2)

Kemajuan suatu bangsa sangat dipengaruhi oleh minat baca masyarakatnya.Terlebih, saat ini dihadapkan pada kenyataan rendahnya minat baca penduduk Indonesia, termasuk di kalangan PNS. Pada abad 21, PNS bisa survive (bertahan) dengan teknologi, informasi dan komunikasi (TIK), tak hanya baca tulis saja. Sehingga setiap PNS harus punya enam literasi dasar. Literasi dasar yang harus dimiliki PNS, yakni, baca tulis, berhitung, literasi sains, literasi TIK, literasi keuangan dan literasi budaya dan kewarganegaraan. Salah satu upaya meredam hoax, yakni PNS harus mempunyai budaya literasi. Indonesia akan dihadapkan dengan bonus demografi beberapa tahun mendatang. Hal tersebut menjadi tantangan bagaimana menciptakan warga negara yang produktif, terdidik, terlatih, menghasilkan sesuatu.

Literasi merupakan hal yang sangatpenting untuk mengembangkan kehidupan. Makin bertambah literasi seseorang, akan semakin tinggi penghasilan dan produktivitas pekerjaannya (ILE, 2001). Literasi memungkinkan seseorang berinteraksi dengan berbagai sumber informasi yang kompleks (Blustein, 1994). Dengan demikian, literasi akan bermanfaat bagi seseorang baik di rumah, di tempat kerja, maupun di masyarakat, yang sekaligus merupakan kemampuan yang dibutuhkan untuk belajar sepanjang hayat sehingga memberisumbangan dalam upaya memberdayakan individu dan masyarakat, bekerja secara efektif, menggunakan dan mengadaptasi teknologi, terutama dalam masyarakat berbasis pengetahuan yang akan mendominasi abad ke-21 (ABC Canada, 2001). Dalam konteks itu,literasi yang telah dikaitkan dengan beragam teknologi, terutama teknologi informasi dan bahkan elektronik digital disebut sebagai new literacy (Lankshear dan Knobel, 2000).

Di era digital saat ini, PNS dituntut tidak hanya sekadar bisa membaca dan menulis agar upaya literasi media berjalan maksimal, perlu ada keterlibatan masyarakat sipil. Gerakan ini tidak mungkin sepihak, harus frontal terhadap seluruh elemen masyarakat dan terus melakukan penyadaran besar-besaran tentang prinsip etika tentang penggunaan media sosial. PNS bersama-bersama dengan elemen masyarakat lainnya terus menggencarkan literasi digital kepada masyarakat agar santun menggunakan media sosial.

Perkembangan teknologi digital seperti media sosial ternyata menyebabkan turunnya minat baca PNS. Waktu yang tersita untuk membaca buku sekarang diganti mengikuti apa yang sedang tren di media sosial. Hal seperti ini tentu tidak akan menjadi sebuah permasalahan jika, informasi yang diperoleh tersebut adalah benar adanya. Kenyataannya ada banyak informasi yang tidak benar, berita bohong atau sering disebut hoax yang sedang maraknya di internet saat ini. Dampak rendahnya literasi membuat orang menganggap segala kabar dari media, bahkan yang termasuk abal-abal sebagai fakta yang telah terverifikasi. Rendahnya literasi menjadikan Indonesia sasaran empuk bagi pihak penyebar hoax untuk merebut ‘kekuasaan’ dari ranah informal dengan meningkatkan dukungan publik melalui informasi-informasi palsu.

Lebih parahnya, 59 persen konten di media sosial atau daring tidak pernah diklik atau dibuka. Bahkan sebagian besar tulisan online hanya dibaca sekilas lalu, atau tidak sama sekali. Pakar media sosial Nukman Luthfie memaparkan bahwa judul berita online cenderung dianggap kesimpulan agar orang yang baca bisa segera tahu isinya.Kalaupun dibaca, tidak sampai semenit (Kompas, 7 Februari 2017).

Kesadaran pengguna sosial media harus dibangun untuk menyebarkan konten-konten positif.Harus melibatkan pengguna sosial media untuk melawan hoax. PNS harus mengedukasi pengguna sosial untuk tidak memodifikasi berita karena ada pengguna sosial media yang mengganti judul berita yang provokatif, padahal judul berita tersebut ketika dicek aslinya tidak seperti itu. Dengan banyaknya konten-konten positif di media sosial, dapat mengatasi penyebaran berita palsu di media sosial.

Solusi jangka panjang untuk mengatasi hoax adalah membangun literasi digital.PNS juga berperan untuk meningkatkan tingkat literasi masyarakat. Tidak hanya PNS saja, masyarakat juga harus aktif dalam promosi budaya membaca. Ada harapan dengan meningkatnya tingkat literasi masyarakat kita, fenomena penyebaran hoax dapat ditekan.

Dengan adanya gerakan membaca maka akan menambah wawasan serta ilmu pengetahuan, menjadikan gemar membaca sebagai gaya hidup PNS tentunya budaya baca PNS bisa meningkat sehingga PNS menjadi kritis dengan demikian berita-berita hoax atau berita palsu tidak akan lagi mendapat tempat istimewa di tengah-tengah masyarakat.

Sifat dan kegiatan belajar harus jalan terus.Karena itu kita semua sadar bahwa kekayaan terbesar masyarakat Indonesia khususnya Papua tidak berada di tanah dan air melainkan manusianya tidak ada kata terlambat dalam belajar. Semua pihakharus memposisikan diri untuk terus menerus belajar. Beberapa tahun yang lalu Indonesia dipandang sebelah mata, dan manusianya ditinggalkan. Untuk itu, seluruh masyarakat Papua harus mulai mengenal huruf dan angka agar tidak lagi dipandang remeh (http://www.beritasatu.com).

Dengan begitu, perlahan-lahan akan mulai terbentuk suatu budaya PNS yang gemar membaca. Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan telah mencanangkan Peraturan Kementerian Pendidikan dan Kebudayan (Permendikbud) No. 21/2015 tentang kewajiban membaca selama 15 menit bagi siswa. Hal ini perlu dicontoh, tidak hanya siswa sekolah saja, tetapi PNS juga wajib membaca 15 menit setiap hari.

Dengan kemajuan yang pesat di bidang ilmu pengetahuan, memungkinkan para PNS untuk dengan mudahnya mengakses ilmu pengetahuan tersebut dengan mengandalkan kecanggihan teknologi informasi seperti, penggunaan Internet. Selain itu, perkembangan teknologi yang semakin canggih juga ikut memengaruhi minat baca PNS. Banyak PNS lebih memilih mengakses internet untuk mencari sumber-sumber referensi untuk dibaca.

Oleh karena itu, tidak dapat dipungkiri jika kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi disaat ini, membawa dampak yang besar bagi budaya literasi kalangan PNS. Hal inilah yang menjadi alasan pentingnya membudayakan literasi membaca buku untuk mempersiapkan PNS dalam menghadapi arus kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi yang semakin pesat dan yang semakin tidak terkontrol ini.

Membudayakan literasi tidak hanya sekedar memberi pemahaman kepada PNS tentang pentingnya membaca buku, akan tetapi lebih dari pada itu, PNS dituntut untuk memiliki minat yang tinggi untuk mampu mengolah apa yang dibaca serta menjadikan aktivitas membaca sebagai suatu aktivitas yang digemari sehingga akan terus diwariskan kepada generasi-generasi berikutnya.

Penting pula bagi PNS untuk memberdayakan apa yang dibaca agar dapat menjadi dasar yang kuat dalam membentuk pola pikir, membentuk karakter yang etis, berakhlak mulia, serta yang bermoral baik. Tidak dapat dipungkiri bahwa adanya perbedaan yang signifikan terhadap orang-orang yang memiliki minat baca buku yang tinggi dengan mereka yang memiliki minat baca buku yang rendah. Orang-orang dengan minat baca yang tinggi memiliki pengetahuan yang lebih luas dibanding orang-orang dengan minat baca yang rendah. Hal tersebut akan nyata terlihat dari sikap dan tindakan mereka dalam merespon sesuatu.

Dalam proses mengaktualisasikan membaca buku sebagai suatu budaya bagi PNS, membutuhkan sebuah upaya untuk menggerakan PNS memiliki minat baca yang tinggi karena pada kenyataan di zaman sekarang ini, PNS tidak memiliki minat yang tinggi, meskipun hanya 15 menit saja. Berbagai alasan bermunculan untuk mematikan minat baca PNS salah satunya adalah dengan kehadiran teknologi yang diklaim mampu untuk menyediakan informasi secara cepat dibandingkan harus membaca buku dengan ratusan halaman.Tanpa sadar, perilaku ketergantungan terhadap teknologi inilah yang mengikis minat baca PNS. Oleh karena itu harus adanya inovasi dalam aktivitas membaca bagi PNS untuk dapat merangsang ketertarikan PNS dalam membaca meskipun hanya dalam waktu 15-20 menit per hari.

Foto ASN di Papua

Foto ASN di Papua sedang bertugas (3)

Saat ini walaupun banyak beredar buku bagus dan berkualitas, minat masyarakat untuk membaca tetap saja rendah.Rendahnya minat baca masyarakat tidak hanya terhadap buku yang dicetak tapi juga terhadap buku digital atau e-book. E-book juga sama masih rendah karena selain lebih ribet juga secara teknologi masih belum memadai untuk di Indonesia. Jarang ada yang bertahan berjam-jam membaca e-book karena pencahayaan juga dari gadget. PNS harus dibiasakan untuk berteman dengan buku sehingga akan menjadi lebih mudah untuk memproses aktivitas membaca tersebut sebagai suatu budaya yang terus menerus hidup dari generasi ke generasi. Disadari bahwa bukanlah hal yang mudah untuk meningkatkan serta membudayakan aktivitas membaca buku di dalam kehidupan sehari-hari PNS dan juga di dalam kehidupan suatu bangsa. Akan tetapi, dengan inovasi dan kreativitas yang selalu bermunculan setiap waktunya.

Maka akan ada pula proses revolusi dalam mengimplementasikan proses untuk membudayakan aktivitas membaca sebagai aktivitas yang digemari, sehingga proses implementasi akan aktivitas membaca dapat diterima masyarakat karena konsep-konsep baru yang selalu ditawarkan.

Selain itu PNS juga berperan dalam mengembangkan literasi di lingkungan sekitar tempat tinggal atau di rumahnya sendiri.PNS yang memiliki anak dapat mengisi liburan dengan berbelanja di toko buku dinilai dapat mengembangkan minat baca terhadap anak.Selama melakukan kegiatan berbelanja di toko buku, orang tua pun sebaiknya membebaskan anak memilih satu buku cerita anak.

Setelah membeli buku, sebaiknya orang tua mendorong anak untuk membaca buku tersebut sampai selesai. Orang tua dapat melakukan kegiatan membaca buku bersama-sama dengan anak, atau anak membaca sendiri bila sudah lancar membaca. Setelah anak selesai membaca satu buku, orang tua dapat melakukan diskusi singkat mengenai isi buku sehingga terjadi interaksi antara anak dengan orang tua.

Orang tua yang berprofesi PNS wajib mendongeng kepada anak yang masih berada di bangku taman kanak-kanak, agar saat besok ke sekolah 15 menit pertama mereka akan mengulang apa yang didongengkan orang tuanya pada malam hari, kepada teman-teman mereka di sekolah.

Membaca telah menjadi bagian dari proses belajar yang paling mendasar bagi kehidupan manusia. Proses belajar yang terjadi terus menerus disepanjang kehidupan manusia. Dibutuhkan sebuah budaya belajar yang dapat menjadi penggerak bagi keberlangsungan proses itu sendiri sehingga, proses belajar tersebut tidak akan dengan mudahnya terlekang oleh waktu apalagi oleh perkembangan zaman dengan seluruh kemajuannya.

Dengan keterampilan membaca, setiap orang akan dapat memasuki dunia keilmuan yang penuh pesona. Mampu memahami khazanah ilmu pengetahuan dengan lebih arif. Dengan sendirinya potensi diri dapat dikembangkan dengan berbagai keterampilan yang amat berguna untuk kelak mencapai kesuksesan dalam kehidupan.

Untuk perkembangan budaya literasi di Papua, PNS harus mempelajari bahasa Inggris dan mengenal literasi digital untuk membendung hoax, PNS di Papua harus memberi contoh ke lingkungan sekitar dan masyarakat sekitar terkait dengan literasi digital, sehingga budaya hoax akan menghilang dengan sendirinya.

Perlu program untuk meningkatkan pengetahuan dan keterampilan pustakawan mengenai manajemen perpustakaan dan progam membaca buku selama 15 menit per hari perlu diterapkan untuk meningkatkan minat membaca PNS di setiap instansi. Dengan demikian, tercipta perubahan yang signifikan terhadap minat baca PNS di Papua.

*Penulis adalah peneliti di Balai Arkeologi Papua

————-

Referensi

ABC Canada. 2001. The Impact of Basic Skills Programs on Canadian Workplaces,
http://www.abc-canada.org/, diakses 2 Mei 2020.

Bluestein, Christine. 1994. I Can Read! Empowering Young Readers for Success.
Natural Approaches to Reading and Writing. Patricia Antonacci dan Carolyn Hedley (eds.). Norwood: Ablex Publishing Co.

http://www.republika.co.id/berita/trendtek/internet/17/05/03/opdc9l284-literasi-digital-efektif-tangkal-berita-palsu diakses pada 2 Mei 2020.

http://www.tabloidjubi.com/artikel-5183-minat-baca-asn-dinilai-sangat-rendah%C2%A0.html
diakses pada 2 Mei 2020.

http://www.beritasatu.com/pendidikan/321700-mendikbud-minat-baca-di-provinsi-papua-masih-kurang.htmldiakses pada 2 Mei 2020.

https://www.gatra.com/nusantara/maluku-papua/202201-minimnya-minat-baca-di-papua-
memprihatinkandiakses pada 2 Mei 2020.

http://kabarpapua.co/cara-jitu-perpustakaan-papua-tumbuhkan-minat-baca/diakses pada 2 Mei 2020.

https://parliamentmagazine.co.id/papuan-news-magazine-peningkatan-kualitas-peran-minat-
baca-sdm-papua/diakses pada 2 Mei 2020.

https://seword.com/media/minat-baca-rendah-pangkal-suburnya-hoax/ diakses pada 2 Mei 2020.

https://www.theguardian.com diakses pada 2 Mei 2020.

https://www.statista.com/diakses pada 2 Mei 2020.

International Literacy Explorer/ILE. 2001. Literacy and Development. http://www.literacy.org/explorer/overview.html, diakses pada 2 Mei 2020.

Lankshear, Colin dan Michele Knobel. 2000. Mapping Postmodern Literacies: A
Preliminary Chart.The Journal of Literacy and Technology. (online). Vol. 1 No. 1, Fall 2000. http://www.literacyandtechnology.org/vin1/html, diakses pada 2 Mei 2020.

Literasi Rendah Ladang “Hoax”. Kompas, Selasa 7 Februari 2017.
Peraturan Kementerian Pendidikan dan Kebudayan (Permendikbud) No. 21/2015 tentang
kewajiban membaca selama 15 menit.

Rosidi, Ajip. 2006. Prosiding Konferensi Internasional Budaya Sunda. Bandung: Yayasan
Kebudayaan Rancage.

Undang Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara.
www.dpp.pkb.or.id diakses pada 2 Mei 2020.