Penari Maria Darmaningsih

Maria Darmaningsih: Covid, Meditasi dan Self Healing

Meditasi bagi Maria Darmaningsih adalah sebuah jalan untuk bertahan terhadap wabah. Penari dan mantan Direktur Indonesia Dance Festival ini (IDF) – adalah orang pertama di Indonesia yang diumumkan oleh Presiden Joko Widodo terkena Covid pada Maret 2020. Waktu itu di istana kepresidenan tanggal 2 Maret Jokowi menyatakan ada seorang ibu berumur 64 tahun dan putrinya berusia 31 tahun terkena Covid 19. “Dicek dan tadi pagi saya dapat laporan dari Pak Menkes bahwa ibu ini dan putrinya positif corona,” tutur Presiden saat itu. 

Maria mengenang, awalnya ia cukup panik. Ia diharuskan menjalani isolasi.  “Waktu divonis mengidap covid aku tidak mendapat informasi yang rinci, tidak ketemu dengan dokter, tidak melihat hasil dianogsa atau observasi. Tiba-tiba mendapat kabar bahwa Presiden telah mengumumkan Sita (putrinya-red) dan aku adalah pasien covid pertama dan kedua. Melihat berita-berita tentang virus Covid yang mematikan, saat itu aku langsung berpikir, aku mau pulang (meninggal dunia),” katanya kepada BWCF.

Maria ingat dia tidak diperbolehkan keluar ruangan, tetapi tidak mendapat informasi yang jelas mengapa tidak boleh, karena saat itu informasi tentang virus Covid-19 memang masih sangat minim. “Kami bingung mengapa kami dikurung di ruang yang di atur tekanan positif dan negatifnya (ruang negatif). Kemudian Aku minta bisa bertemu dengan Psikolog. Selama 16 hari kami terkurung tanpa bisa mendapatkan informasi yang jelas,” katanya 

Yang menarik ketika melakukan latihan pernafasan bersama psikolog, Maria ingat, psikolog yang memeriksanya langsung bisa menebak: “Ibu biasa meditasi ya?” Itu dikatakan psikolog karena pernafasan Maria bagus, tidak terhenti di tengah (terengah). “Padahal sebelumnya Aku sempat pingsan dua kali di kamar mandi waktu di rumah sakit itu, aku pikir waktu itu karena tensiku turun, tapi ternyata itu karena pernafasanku diserang virus Covid-19, dan aku dipasangi oksigen oleh perawat,” tutur Maria.

Maria bercerita pada awalnya dia sangat marah. “Di hari ke 6 Aku mulai tenang, Aku bersujud meminta maaf kepada Tuhan. Lalu aku mulai melakukan hal-hal meditatif untuk melampiaskan perasaan dan pikiran,“ tuturnya. Maria ingat saat itu ia menelpon Ina Surjadewi – koleganya di IDF yang juga dosen di Fakultas Seni Pertunjukan Institut Kesenian Jakarta (IKJ) untuk mengiriminya materi latihan menggambar dan mewarnai. “Aku mulai banyak mendengarkan musik-musik kemudian melakukan gerak-gerakan. Aku menggambar dan mewarnai. Aku pasrah. Aku mulai tidak marah pada keadaan dan pada Tuhan. Teman-teman mengatakan hasil gambarku menyerupai tulisan Allah dalam huruf Arab, padahal belum pernah belajar menulis huruf Arab,” katanya. Akhirnya setiap hari Aku menyelesaikan 1 gambar dan itu menjadi healing bagiku dalam menjalani isolasi.

Maria ingat latihan-latihan meditasi sangat membantunya dalam masa pemulihan di karantina 16 hari itu. Psikolog yang merawatnya mengatakan bahwa dirinya tidak depresi, karena menggambar. “Gambar-gambar yang aku buat semua berwarna yang terang, jika depresi maka warna-warna yang aku pilih akan gelap seperti hitam dan abu-abu kata psikolog.”

Ketika Ratri (putri kedua) Maria kemudian ikut dikarantina karena juga dinyatakan terkena Covid, Maria mengajak kedua putrinya melakukan hal-hal yang optimis. ” Aku mengajak Ratri dan Sita selalu berdandan setiap pagi bangun tidur, sebagai afirmasi positif untuk diri kita, menyemangati diri kita sendiri. Meski kami bertiga masing-masing terkurung dalam kamar yang berbeda, tapi kami bisa berkomunikasi via hp dan jendela kaca,” kenang Maria. Menurut Maria karena melakukan meditasi terus menerus, ia bisa menjalani masa pengobatan 16 hari dengan tenang dan bersemangat karena mengetahui bagaimana caranya mengolah hati dan pikiran. Melakukan apa saja yang bisa kita lakukan untuk mendapatkan ketenangan. Dan aku ajarkan kepada anak-anak.

Tatkala dokter menyatakan Maria dan kedua putrinya sudah sembuh dengan hasil test Covid negatif, dan diperbolehkan pulang, Maria merasa seperti  hidup untuk yang kedua kalinya. “Aku merasa hidup kembali.” Aku ingin bisa memberikan sesuatu kepada orang lain. Aku berkebun, menanam sayur-sayuran dan hasilnya aku kasih ke orang lain,” katanya. Maria lalu mempelajari membuat pupuk organik, lalu itu juga ia ajarkan kepada tetangga-tetangga, hasilnya juga ia bagi-bagikan kepada mereka. “Dengan berkebun Aku merasakan melakukan sebuah terapi. Buatku berkebun itu adalah self Healing. Lingkaran kehidupan itu tidak putus, satu sama lainnya saling terkait dan membutuhkan. Holistik,” ungkapnya kepada BWCF.

—©BWCF2021—