25 Tahun Reformasi di Mata Waktu

Tepat 25 tahun yang lalu, pada bulan April-Mei 1998, jalan-jalan di sekitar Jakarta Pusat dipenuhi oleh aksi-aksi massa, kompleks Gedung DPR/MPR kemudian menjelma menjadi lautan manusia. Para aparat memasang badan, mengerahkan segenap kemampuan untuk menghalau aksi-aksi tersebut. Mereka adalah mahasiswa yang sedang menyuarakan derita, kematian, dan kesewenang-wenangan, menuntut reformasi politik dengan tumbangnya pemerintahan Orde Baru.

25 tahun yang lalu pula, mahasiswa-mahasiswa dan rakyat Indonesia membayangkan wajah baru Indonesia dengan demokrasi yang semakin berkualitas, pemimpin yang berintegritas, dan korupsi yang diberantas. Sayangnya, apa yang mereka impikan 25 tahun yang lalu, hingga saat ini belum sepenuhnya tercapai. Terlepas dari pencapaian-pencapaian yang telah dirasakan pasca reformasi, para mantan akivis 98 menyoroti masih ada banyak tuntutan reformasi yang tidak terlaksana.

Mahasiswa se-Jakarta, Bogor, Tangerang, dan Bekasi mendatangi Gedung MPR/DPR, Mei 1998, menuntut reformasi dan pengunduran diri Presiden Soeharto. (Sumber: Kompas/Eddy Hasby).

Petrus Riski dalam tulisannya yang berjudul “25 Tahun Reformasi, Belum Semua Tuntutan Terpenuhi” pada www.voaindonesia.com menuliskan bahwa, Yodhisman Surata, seorang mantan aktivis 98, dalam diskusi yang bertajuk “Quo Vadis Reformasi? Memperingati 25 Tahun Reformasi di Indonesia”, menyebutkan bahwa apa yang melenceng dari reformasi tersebut adalah komitmen para pemimpin, serta elemen masyarakat yang seharusnya mengawal dan menjalankan agenda reformasi untuk kebaikan seluruh rakyat.

“Ini fase terakhir, kalau lewat ini, kita menunggu siklus 25 tahun lagi mungkin kita sudah di bawah tanah. Makanya saya dan teman-teman mendorong, ayo kita ingatkan terus masyarakat. Kalaupun tidak kita yang menikmati, pasti generasi di bawah kita. Dan kita tidak berharap generasi di bawah kita tidak sesulit kita hidupnya,” jelas Yodhasiman, pada diskusi “Quo Vadis Reformasi? Memperingati 25 Tahun Reformasi di Indonesia”. (Sumber: https://www.voaindonesia.com/a/tahun-reformasi-belum-semua-tuntutan-terpenuhi/7011978.html).

Kekhawatiran yang dirasakan oleh Yodhasiman di atas, nampaknya sejalan dengan apa yang dikhawatirkan oleh para anggota Yayasan Riset Visual mataWaktu. Menurut mereka, perlu adanya upaya bersama yakni dengan mengajak seluas mungkin pihak untuk bergerak dan bersuara memekikkan bahwa, kezaliman pernah menjadi praktik yang meluas pada periode pemerintahan Orde Baru. Oleh karena itu, pada peringatan 25 tahun reformasi kali ini, Yayasan Riset Visual mataWaktu mempersembahkan sebuah pameran dan jejaring bersama bertajuk “25 TAHUN REFORMAS!H In Absentia”, yang akan dibuka pada Rabu, 17 Mei 2023, pkl. 20:00 WIB. Diselenggarakan di Tabir mataWaktu, ITC Fatmawati, Lantai Dasar Luar Blok F, No. 16, pameran akan dibuka secara langsung oleh Goenawan Mohamad.

Poster pameran #Reformasih? (Sumber: Instagram @matawaktuorg).

Melansir dari laman resmi mataWaktu, pameran dan pengembangan jejaring REFORMAS!H IN ABSENTIA adalah terminal dan sarana independen untuk memanggil kembali nurani serta ingatan kita, untuk terus menyuarakan hakikat misi Gerakan Reformasi yang sejatinya tidak pernah selesai, terutama dengan maraknya kasus korupsi, kolusi, dan nepotisme di Indonesia hingga saat ini. Upaya utama yang berusaha direalisasikan oleh Yayasan Riset Visual mataWaktu adalah dengan menyiapkan sebuah repositori, sebagai wadah yang menampung dan menyalurkan informasi serta data, terkait dengan Gerakan Reformasi seperti foto, video, pamflet, dan lain sebagainya.

Pada pamerannya kali ini, Yayasan Riset Visual mataWaktu mempersembahkan karya-karya dari para seniman/komunitas, yang masih aktif menyuarakan #Reformasih?. Adapun beberapa diantaranya yaitu Adek Berry, Adi Trisna Satria, Adhi Digital Media Technology, Agus BB, Agus Susanto, Alit Ambara, Awan Simatupang, Budi Purwito, Chandra Rahmatillah, Danu Kusworo, Diah Kusumawardani, Didi Raharjo, Diky Halim, Donny Metri, Eddy Hasby, Enrico Halim, Gino F Hadi, Goenawan Mohamad, Grafis Sosial, Graphic Victims, Gueari Galeri, Iwan Setiyawan, Jay Subyakto, John Suryaatmadja, Julian Sihombing, Kariim Saad, Kemal Jufri, Harian Kompas, Komnas Perempuan, Melly Riana Sari, Mohammad Revaldi, Mosista Pambudi, Ngobryls, Pangoentji, oscar motuloh, Rahmat Riyadi, Rajut Kejut, Rizal Rudi Surya, Rully Kesuma, Saut Sitompul, Singkawang Luhur Abadi, Stephanus Wijaya, Majalah Tempo, dan Yayasan Lontar.

Poster pameran #Reformasih? (Sumber: Instagram @matawaktuorg).

Hadirnya pameran ini diharapkan dapat semakin memperluas pengetahuan mengenai apa yang terjadi pada periode 1998, serta dapat mengobarkan semangat reformasi terutama di kalangan para generasi muda. Sehingga apa yang telah diperjuangkan oleh para aktivis sejak 25 tahun yang lalu, dapat membuahkan hasil yang manis bagi kelangsungan demokrasi Republik Indonesia.

Pameran “25 TAHUN REFORMAS!H In Absentia” akan berlangsung hingga 17 Juni 2023. Bagi para pembaca yang ingin menggali lebih dalam mengenai reformasi, dapat mengunjungi Tabir mataWaktu, ITC Fatmawati, Lantai Dasar Luar Blok F, No. 16, setiap harinya pada pukul 11.00 – 20.00 WIB, terkecuali hari Senin dan hari libur nasional. Informasi lebih lanjut mengenai pameran ini dapat diakses melalui akun instagram, @matawaktuorg, atau laman resmi mereka, go.matawaktu.org/reformasih.

 

 

*Lesi L.