Sigit Susanto bersama Andreas Kilcher

Bincang Buku Sketsa-Sketsa Franz Kafka di Zürich

Oleh Sigit Susanto

Zürich: Gedung Collegium Helveticum di Schmelzbergstrasse 25 Zürich, Switzerland pada 28 Maret 2022, Senin sore mulai didatangi banyak orang.

Saya datang karena mendapat undangan dari Andreas Kilcher, editor buku Sketsa-Sketsa Franz Kafka (Die Zeichungen). Saya mengenal Andreas Kilcher, karena resensi saya tentang buku terbaru Kafka ini dimuat majalah Tempo, edisi Sabtu, 12 Februari 2022 dan resensi tersebut saya kirim kepadanya,

Sehari sebelum saya mendatangi acara ini, hadirin diwajibkan mendaftar lewat email panitia. Saya mendapatkan jawaban, bahwa siapa cepat akan dapat kursi. Sebab itu 30 menit sebelum acara dimulai pukul 18.30 sampai 20.00 saya sudah berada di depan gedung tua warna semen hijau itu.

Saya berdiri di luar gedung kompleks universitas Zürich ETH itu sambil mengamati orang yang hadir satu per satu. Giliran lelaki tinggi berjalan tegap, berbaju warna pink, saya duga dialah Andreas Kilcher. Dan benar adanya, ternyata di saat acara dimulai ia maju ke panggung memperkenalkan namanya Andreas Kilcher.

Sebelumnya saya sempat membaca media di Swiss perihal buku baru Kafka ini yang disebut, sambutan di dalam negeri Switzerland sendiri, dianggap kurang hangat dibanding sambutan dari negara-negara lain.

Di pintu masuk saya sebutkan nama saya dan petugas memberi semacam stiker bundar warna abu-abu untuk ditempel di baju, guna mengidentifikasi sebagai peserta di acara itu.

Ruangan remang memanjang itu sudah mulai berjubel orang. Tampak di deret paling belakang sebelah kanan ada meja menjual buku yang sedang akan dibicarakan. Di depannya ada petugas menyiapkan peralatan kamera.

Saya memilih duduk di deret kursi paling kanan dan tiga deret dari depan. Perlahan orang-orang berdatangan sambil melepas jaket, karena suhu di luar masih dingin sekitar 5 derajat Celsius.

Ada tulisan Live Streaming di panggung sebelah kanan. Tiga orang tampil di atas panggung. Dua pembicara adalah Andreas Kilcher dan Bénédicte Savoy, sedang Linda Schädler sebagai moderator.

Acara dimulai dan moderator menyapa hadirin dengan ramah. Disusul ia membacakan biografi singkat dari kedua pembicara.

Andreas Kilcher, Linda Schädler dan Bénédicte Savoy

Foto dari kiri ke kanan, Andreas Kilcher, Linda Schädler dan Bénédicte Savoy (Sumber: Dokumentasi Penulis)

Andreas Kilcher menceritakan kisah bagaimana ia pertama kali mendatangi Bank UBS di Bahnhofstrasse, Zürich dan melihat langsung proses membuka kotak penyimpan sketsa-sketsa yang sudah lebih 70 tahun tak tersentuh.

Bersamaan dengan itu di layar ditayangkan foto-foto suasana membuka sketsa-sketsa di bank. Ketika tayangan foto ini dimunculkan, banyak hadirin tertawa.

Gambar lain ditayangkan, ada satu kertas bekas dipotong segi empat. Kilcher menjelaskan, ini ulah Max Brod menggunting sketsa Kafka dan dipakai untuk ilustrasi atau sampul di karya Kafka. Nah, sisa kertas guntingan Brod ini masih berada di kotak Bank bersama kertas sketsa lain. Ia tambahkan bahwa kertas-kertas sketsa itu dalam format kecil dan tak teratur.

Kilcher melanjutkan, bahwa Brod itu berjasa mengenalkan karya Kafka kepada pembaca dunia, namun sekaligus juga membuat karya Kafka tidak nyaman dibaca. Ia memberi contoh, novel-novel Kafka diacak-acak, sehingga tidak utuh dan semua seperti fragmen. Sebab itu ada edisi susulan yang disebut Originalfassung, yakni merupakan edisi baru dari karya-karya Kafka yang asli, sebelum disentuh editing oleh Max Brod.

Mungkin nasib sketsa-sketsa Kafka ini dilihat oleh Brod dengan mata sebelah, sehingga penerbit Fischer pernah tertarik ingin menerbitkan, namun Brod tidak memberikan izin, Kilcher menunjukkan beberapa foto yang acak-acakan dengan sketsa di buku tulis biasa, bahkan ada sketsa Kafka di kartu pos dan di sisi sebuah surat.

Sketsa Frank Kafka

Sketsa-Sketsa Frank Kafka sebagai sampul di tahun 1950-an pada penerbit Fischer. (Sumber dari Buku Sketsa-Sketsa Franz Kafka)

Atas kondisi seperti ini dan nama Kafka sudah mencuat tinggi sebagai sastrawan dunia, sehingga sketsa-sketsa pada periode awal mungkin dianggap tak punya nilai literasi tinggi, maka diabaikan. Syukurlah kini sketsa-sketsa itu kini telah Kilcher wujudkan menjadi buku.

Sementara Bénédicte Savoy menanggapi sebuah sketsa Kafka berbentuk orang menari di bar. Ia bilang, jangan-jangan wajah yang buruk rupa itu wajahnya Gregor Samsa.

Linda, sang moderator membenarkan proses sketsa dari kotak penyimpanan di Bank menjadi buku itu sebuah perjuangan yang melelahkan. Belum lagi saat akan mengerjakan sketsa itu dihantam pandemi.

Bénédicte Savoy mengulas satu topik khusus dalam buku itu, sambil ia memegang buku versi terjemahan bahasa Prancis. Menurutnya bahwa dari seluruh sketsa Kafka di buku itu yang paling menggoda nalurinya adalah sketsa kecil di surat Kafka kepada pacarnya Felice Bauer tertanggal 11/12 Februari 1913.

Isi surat itu tertulis, Tapi tunggu saja, saya akan membuat sketsa. Hubungan kita ini sejatinya akan seperti ini (sketsa kedua tangan saling mengapit) atau begini (kedua tangan lurus saling berpegangan). Bagaimana kamu menyukai sketsa saya? Sebenarnya saya akan menjadi seorang seniman sketsa yang bagus, sayang guru melukis saya jelek, sehingga bakat awal membuat sketsa saya kandas. Tapi tunggu saya, nanti saya akan kirim sketsa lama saya, mungkin kamu akan tertawa. Setiap sketsa dari saya memiliki masanya. Sejak bertahun-tahun yang lalu, sketsa itu lebih memuaskan dari pada dengan cara yang lain. Yang paling penting, kamu percaya dengan kesibukan saya….

Ada tayangan foto yang agak beda dari foto pada umumnya, yaitu sketsa semacam gerakan orang berdansa, juga ada gerakan seperti orang sedang berlari dan atletik tolak peluru. Ciri sketsa-sketsa di atas berbentuk melengkung, sama sekali tidak berupa sketsa garis-garis kaku melintang.

Ada pula sketsa lelaki berjambul sedang tertawa memegang gelas minuman anggur. Uniknya gelasnya ada bayangan gelas lagi dan wajahnya tertawa lebar. Figur ini diberi judul oleh Pavel Schmidt, kurator buku ini sebagai Peminum.

Selain itu ada sketsa orang naik kuda. Dimungkinkan Kafka juga pernah berlatih naik kuda. 

Ada gambar wajah beberapa orang, termasuk gambar Kafka sendiri dan bisa dibilang cukup persis dengan wajah Kafka saat itu. Namun bukan berwarna, melainkan hitam putih seperti memakai pensil biasa.

Yang paling konyol ada sketsa Kafka pada amplop surat yang dikirim dari Herrn Max Horb di Praha kepada Kafka, dibuat sketsa 4 orang, seorang berjenggot, berkumis memakai topi cow-boy, ada orang berkepala botak memakai kaca mata dan lengan kirinya mengangkat orang berkumis lebat. sementara di bagian kanan bawah ada sosok orang lagi.

Pertanyaannya siapakah Max Horb itu? Ternyata ia seorang pelukis di lingkaran 8 pelukis Praha saat itu. Dengan begitu mungkin Kafka mengekspresikan talentanya secara spontan di kertas apa saja dan kebetulan itu surat dari pelukis,  maka ia langsung membuat sketsa di atas amplopnya.

Ada sketsa dua orang, laki-laki dan perempuan sedang menari. Sketsa hitam putih ini cukup menarik, tak ayal bahwa buku Sketsa-Sketsa Franz Kafka versi terjemahan bahasa Prancis mengambil sketsa di atas sebagai sampul buku.

Foto berikutnya sebuah poster daftar 8 pelukis Praha. Mereka adalah Max Horb, Friedrich Feigl, Willy (Willi) Nowak, Georg Kars, Otakar Kubin, Emil Filla, Bohumil Kubista, dan Anton Prochazka.

Suatu kali Max Brod pernah membawa Kafka dalam pertemuan 8 pelukis Praha itu dengan menyebut, bahwa Kafka mempunyai bakat ganda, selain membuat sketsa juga mengarang. Keduanya bercorak realis yang menemukan fantasi dunia.

Koran Pager Tagblatt memuat sebuah poster pameran seni lukis pada Kamis pagi, 18 April 1907 di sebuah gedung di Könighofstrasse 16, Praha 1. 

Tayangan foto berikutnya adalah lukisan hitam putih karya Friedrich Feigl berjudul Franz Kafka Membaca Sang Penunggang Ember (Der Kübelreiter). Lukisan ini disimpan di kantor arsip Marbach, Jerman.

Memang benar usai Perang Dunia I terjadi kelangkaan arang di Praha. Arang itu berfungsi vital sebagai alat pemanas ruangan. Atas kelangkaan arang itu, Kafka menciptakan karya berjudul Sang Penunggang Ember (Der Kübelreiter) dengan tokoh saya naik ember dan terbang mencari arang sendiri ke penjualnya, namun tak berhasil mendapatkannya.

Sementara teman pelukis lain bernama Willy Nowak melukis wajah Max Brod dengan judul Potret Max Brod (Portrait Max Brod).

Edisi buku karya-karya Kafka terbitan Fischer Verlag tahun 1952 Keputusan (Das Urteil), tahun 1956 Amerika, (Amerika) tahun 1960 Proses (Der Prozess) menggunakan sampul sketsa-sketsa Kafka. Tentu saja sketsa-sketsa Kafka ini diperoleh lewat Max Brod.

Kadang sketsa-sketsa yang berjumlah 40 buah itu dipakai ilustrasi pada buku karya Kafka. 

Pada tahun 2002 di Utrecht terbit buku berjudul Franz Kafka sekali sebagai Seniman Sketsa Besar yang Konsisten (Einmal ein grosser Zeichner als bindender Künstler) oleh Niels Bokhove dan Marijeke van Dorst. Buku tersebut dicetak ulang di Praha tahun 2011 oleh penerbit Prager Vitalis.

Wajah Franz Kafka dibuat oleh Franz Kafka sendiri (Sumber: Buku Sketsa-Sketsa Franz Kafka)

Buku berisi 41 sketsa Kafka itu bisa dibilang direproduksi tidak dari sketsa aslinya, sehingga secara kualitas tidak memadai.

Sampai di sini tak terasa waktu sudah 1,5 jam lewat. Moderator menutup acara dan disusul tepuk tangan dari hadirin. Tak ada sesi tanya jawab antara pembicara dan hadirin.

Orang-orang lekas berdiri dan menuju ke ruang sebelah yang sudah disiapkan makan dan minum.

Saya sengaja menunggu semua hadirin pergi, karena saya hendak minta tanda tangan di buku yang sudah saya bawa dari rumah.

Ketika Kilcher hendak meninggalkan panggung, saya berdiri membawa buku Sketsa-Sketsa Franz Kafka itu. Terlebih dahulu saya perkenalkan diri, nama saya Sigit yang pernah membuat review di majalah Tempo.

Ia memandang saya sejenak dan mengucapkan terima kasih sambil mengambil buku dari tangan saya. Ia duduk mulai menuliskan sesuatu di halaman depan, lalu berhenti bertanya, “Nama Sigit berakhiran dengan t?” Dan aku benarkan.

Dia tulis,

für Sigit, 

mit vielen Dank für die sehr schöne indonesischen Rezension.

Andreas Kilcher

Zürich, 28. Marz 22.

Setelah ia menuliskan di buku, saya tanyakan, apakah sudah mendapatkan kiriman majalah Tempo dari Jakarta? Ia mengaku berterima kasih, majalah itu sudah dia terima.

Tak lama Bénédicte Savoy, pembicara yang dari Prancis itu masih memegang buku versi bahasa Prancis dan saya minta izin memotret sampul bukunya, sebab saya rasa unik, sketsa yang di sampul itu persis sketsa pada review saya di majalah Tempo.

Saya berlenggang meninggalkan tempat dan melewati deret meja yang menjual buku dari penerbit CH. Beck yang menerbitkan buku itu. Saya berbalik ke arah kanan, sudah tampak hadirin yang tadi di acara bedah buku itu sudah minum dan ada yang makan. 

Saya ditawari air jeruk peras dan saya meminumnya. Di ruangan sebelah kiri yang besar ada berbagai makanan keju, roti dan daging di meja. Ada keju keras dengan alat pemotong dari pisau besar disiapkan. 

Saya mengambil kue dan mendekat ke jendela, di situ Andreas Kilcher sedang berbincang dengan seorang perempuan muda. Saya datangi mereka berdua dan meminta foto bersama Andreas Kilcher.

Handy saya berikan ke perempuan di depannya dan ia bersiap memotret saya. Namun Andreas Kilcher memulai memperkenalkan saya kepada dia, bahwa saya menulis resensi di majalah di Indonesia.

Perempuan itu tersenyum ramah sambil bertanya, judul resensinya apa? Saya jawab, Sketsa-Sketsa Franz Kafka.”

Sebelum saya difoto, Andreas Kilcher bertanya singkat, sekiranya ia boleh menaruh tangannya di pundak saya? Tentu, saya iyakan dan selesai difoto.

Sebelum pamit saya berjanji kepada Andreas Kilcher untuk menuliskan ulasan acara itu sembari memakai foto-foto  yang tadi ditayangkan. Dia menyambut baik.

Sampai di sini saya pulang ke kotaku Zug, dengan naik tram dan kereta api.

*Sigit Susanto, domisili di kota Zug, Switzerland sejak tahun 1996.