Puisi-Puisi Rai Sri Artini
Bentangan Gurun
Badai dan kerontang gurun seringkali
Menusuk-nusuk tubuhku
Derap kakiku terus melukis jejak
Meski angin gurun gigih meniupnya
Sabit cuaca mencari celah dalam diriku
Untuk masuk lebih dalam
Mengaduk darahku dalam tungkunya
Aku membayangkan cahaya dan pelangi
Di ujung perjalanan
Aku didera sakit penyakit
Malaikat maut membuntutiku
Aku terus berlari dalam terjangan kejam
Peluru musim dan karat masa silam
Kulihat taring-taring mengintai bayanganku
Kulihat waktu terus berlari
Kulihat diriku berlari, terkapar, jatuh
Bangun lagi
Kulihat dia dan engkau dalam diriku
Terbakar dalam panas air mata
Kulihat batu-batu terbelah
Langit kehilangan siang
Aku menyusun hikayat ini menjadi genap
Mengikuti arah mata angin
Mengikuti aliran air sungai
Awan – awan bergerak dalam masa lalu, kini dan masa depan
Burung-burung menenun sarang di jantungku
Di sepanjang bentangan gurun aku bercinta
Dalam gelap terang
Tak berani kubayangkan waktu yang rahasia
Tempat yang misteri
Di mana nanti aku kehilangan bayanganku
( Desember 2020 )
Di Tepi Danau Beratan
Kubayangkan kita duduk bersisian
Menengok masa lalu lewat tatapan
Dan cakap terbata-bata
Kubayangkan kau mengayuh sampan sambil
Bercerita tentang perih perjalanan dan
Seni berbahagia
Bahkan kala gurih bakso berlumuran sambal
Pecah dalam mulutmu, aku mencium aroma
Luka dari peperangan panjang
Harapan dan kenyataan
Lalu apa yng masih tersisa
Pucak sangkur diselimuti kabut, uap mulut kita
Mungkin akan selalu kau kenang
Rindu yang bertalu-talu
Bertamu malu-malu
Mungkin akan selalu kau catat
Untuk memanggilku kembali
Demikianlah waktu mengatur perihal perjumpaan
Demi perjumpaan setelah perpisahan
( Desember 2020 )
November
November, bulan tua itu
Adalah tempat berhenti sejenak dari ribuan langkah kaki
Menoleh ke belakang
Lalu menatap lurus ke depan
November adalah rencana-rencana
Setelah sebatang lilin mati
Dihembus madah syukur
November, bulan basah itu
Adalah tubuh dengan mentari yang samar
Desir angin tak kentara membelai daun-daun
Redup dan sendu
November, tubuh yang tabah
Mencatat luka, mencatat lencana renjana
November, tubuh yang fana
Ziarah pejalan yang dahaga
Di sanalah kususun kembali mimpi yang terserak di ranjang lembab
Atau kupahami segala nanah, darah
Segala gairah
November, pohon bercabang sembilan
Cabang-cabang rindu jadi candu
Hujan-hujan bertamu
Segala pikiran bertemu
Jadi bayang – bayang semu
Di sini aku memandang langit
Tampak olehku
Ayahku dalam rupa awan putih
Sudikah Ia meminjamkan nafas lebih lama lagi ?
( November 2020 )
Kuketuk Pintumu
Kuketuk pintumu
Di malam – malam sepi
Pintu kayu tua
Merapuh dimakan usia
Di kamar itu, kausimpan celoteh
Dan riuh tangisanku
Kulihat kau terbaring di tilam yang dingin
Mungkin kau sedang melupakan ingin
Bersua ibu yang telah menjelma angin
Mungkin pula kau sedang meredam gelisah
Kekasihmu pergi kala malam
tanpa salam
Kau mengecup mesra aroma
Percintaan telah lalu,
Aroma tubuh, peluh
Dan desah lenguh ibu
Yang kini masih lekat
Di sekujur tilam
Kuketuk pintumu, ayah
Di hari – hari merindu
Bolehkah kukirim puisi malam ini ?
( Des 2019 )
Tubuh Masehi
Tubuh masehi ini
Berulangkali menikamku
Mencekik ribuan orang
Membunuh ribuan orang
Duri-durinya sembunyi
Lalu sekejap keluar menebar racun ke udara
Betapa renta usiaku
Saat kabut ini turun
Semua orang kulihat menutup hidung dan mulutnya
Mereka menjauh satu sama lain
Jalan-jalan sepi
Rumah sakit penuh
Sekolah sepi
Kutitipkan tangis pada hujan
Pada angin yang mengamuk pohon-pohon
Pada angka-angka yang mematuki isi kepala
Pada air yang menggenangi jalan-jalan
Kutitipkan nyanyian pada gemuruh langit
Dan awan yang berarak sepi
Usiaku telah renta ketika kau tiba
Untuk mewartakan tentang doa dan dosa
Tentang salib yang mesti dipikul
Dan tentang episode- episode baru dalam dunia
Yang mesti diambil intisarinya
Kini kupesan padamu
Seikat puisi cinta penutup tahun
Tanpa membungkam sisa malam yang larat
Atau sprei yang kusut usai bercinta
Usiaku telah renta diantara pinta
Mungkin aku sudah tak sabar
Menanti tuhan
Dalam rahimku yang lapar
( Desember 2020 )
Angin Desember
Bulan ini angin bertiup kencang
Meniup sekawanan cemas yang membeku di dada
Sepasang burung gereja melepas lelah di atap rumah
Menyanyi lirih
Angin menghembuskan sajak-sajaknya di kepalaku
Aku terperangkap dalam barisan kata yang liar
Hendak ke mana ?
Aku cuma lembah yang dingin
Menggigil
Bukan karena cuaca
Lapar gigilkan setiap inchi tubuhku
Masihkah ada ceruk hangat di tubuhku ?
( Desember 2020 )
Teguklah Perlahan
Kau kisahkan untukku
Dongeng musim – musim
Dedaunan berderak merabuk tanah
Lautan, tetumbuhan, patung-patung purba
Di sanalah kau memungut segala warna perjalanan
Lalu dalam lautanmu yang paling dalam
Kau simpan petakan aneka temuan
Untuk menjelajah samudera berikutnya
Kau mulai paham cara bermain warna
Menari di tengah hujan
Dan cara sederhana berbahagia
Dalam belantara sunyi yang riuh
Kau temukan ceruk-ceruk baru yang mengantarmu
Pada mantel dan sayap yang dikirim tuhan
Tapi musim seringkali mengirim dingin dan gerimis
Yang tak selalu manis
Isi kepalamu tak jarang hangus dibakar waktu
Dan pesta yang sulit dipetakan
Menghidangkan batu-batu endapan baru
Kau mulai mengais jejak tangismu di sebaris senja
Kau bayangkan burung-burung
Kau bayangkan batu-batu yang lebur
Kau lihat musim-musim bergerak
Mengganti satu sama lain
Kau bayangkan gunung,laut dan lembah
Kau nikmati film Disney dan musik-musik
Perlahan kau hirup aroma waktu yang gegas
Di dadamu kutanam pohon puisi
Agar kau mampu membaca gerhana
Belajar memahami cahaya dan lapar
Serta mengumpulkan warna-warna yang membentuk waktu
Baca. Bacalah puisi itu
Hiruplah dalam-dalam
Teguklah perlahan
Sepanjang usiamu
( Januari 2020)
*Rai Sri Artini telah bergabung dalam beberapa antologi puisi, diantaranya adalah: Klungkung, Tanah Tua Tanah Cinta, Mengunyah Geram Seratus Puisi Melawan Korupsi, Ketika Kata Berlipat Makna, Lumbung Puisi, Progo 4 Temanggung dalam puisi, Antologi Puisi Bogor, Ning, Saron, Seutas Tali Segelas Anggur, Banjar Baru Rainy day literary Festival 2019 dan 2020, Payakumbuh Poetry Festival 2020, Perempuan Bahari, dll. Antologi Puisi tunggal berjudul Pohon Api di Meja Makan.