Penyair Hidayat Raharja

Puisi-Puisi Hidayat Raharja

DI KETINGGIAN BUKIT BECICI

Apa yang kaucari di ketinggian bukit becici
Rimbun hutan mengelus langit
Dan kota yang karam di curam
Gemuruh pujian batang-batang pinus
Orang-orang mendaki ketinggian
Memandangi lebat dedaun kesepian

Apa yang kau cari di ketinggian bukit becici
Suara orang berkisah sambil berselfi menyusun kenangan
Pohon sirsak, rambutan, dan durian saling bersahutan
Di lembah tanah hijau oleh padi dan pepohonan
Atap-atap rumah bagai sampan bersandar di tepian

Di rumah-rumah mungil
Kau mengintip kejauhan
Lanskap lembah yang tabah
Rumah yang tenang di dada-dada bukit
Rongga tempat menyimpan luka dan pahit

Luka pohon, luka tanah
Duka tuwan, luka rumah

Di ketinggian kau menaiki rumah pantau
Langit dan bukit saling melilit
Mengepung keakuan yang sakit

 

GUA PINDUL

Menyusuri rahim batu
Liang yang mengubur waktu
Stalagtit dan stalagnit menjulur dari langit
Dan karang-karang tumbuh dari bumi

Ini usia dan jazad yang menyimpan sejarah
Batu dan waktu yang saling beradu
Alir air, air yang mengalir dari hulu
Menjelaskan tentang asal yang dulu
Bukit batu
Batu tanah
Tanah arah
Di sepanjang gelap hanya senyap
Memantul dari dinding merayap
Suaramu memantul di antara lenguh
Kampret dan lelawa pemakan buah
Mereka menyusu batu-batu
Di antara arus air yang perlahan
Mendesirkan ketabahan

Aku arungi rahimmu,
Terowongan yang menggemakan suara
Lembutmu. Suara kristal yang tumbuh
Sepanjang pembuluh. Di kedalaman air
Gelap menyihir
Suaranya semilir
Mengalunkan Takbir

 

DI TANGGA BOROBUDUR

Di tangga borobudur
Aku naiki tangga kemanusiaan
Batu-batu mengekalkan waktu
Orang-orang bersila
Kehilangan tangan dan kepala

Tubuh yang telah kehilangan nafsu
Kaki bersila menghadap utara
Arah angin mematikan bara
Bara hawa bara nafsu

Lukisan dinding memutar dari kiri
Ke kanan dari peri ke kenyataan
Masa lalu yang agung dan makmur
Dipenuhi kesejukan hutan dan limpahan buah
Perempuan-perempuan mandi bunga dan rempah
Aroma yang membangkitkan gunung-gunung
Menidurkan lembah-lembah di pangkuan ibu
Bumi yang berkah

Aku naiki tangga borobudur
Tangga menuju langit dan kemanusiaan yang arif
Tangan bertumpu di dada menahan deru dan dera
Pujian ke segala arah dari batu-batu tabah yang rekah
Nyanyi bagi pohon dan bukit
Janji bagi mohon dan bait

Sidharta, di puncak ketinggian
Tubuhnya berputar ke berbagai sisi
Tangan di dada mendekap segala
Angin rebah dalam sunyi
Pahatan di seputar dinding memutar masa lalu
Masa yang dipenuhi gemah ripah loh jinawe
Kapal-kapal kayu,relief yang berkisah
Pelayaran kayu manis dari batavia ke ghana
Perjalanan peradaban mengibarkan layar
Kebesaran bangsa nusantara, jawadwipa

Perempuan-perempuan dengan sanggul di kepala
Memikul kesetiaan dan ketabahan tak terkira
Kanca ing wingking
Kapal ing hening
Memberangkatkan para raja
Melayari pembaringan malam

Perlahan suara gending tertangkap telinga
Lagu yang memutar relief di dinding candi
Sawah subur tak henti di tanami
Udara segar oleh hijau belantara
Ruang yang gaduh oleh keluh dan peluh

Di puncak ketinggian,
Sidharta bersila ke arah penjuru angin
Memadamkan api dalam diri
yang membakar seluruh bumi

 

DI TEBING BREKSIT

Tubuhmu
Julang batu gunung
Yang tersisa dari galian tambang yang garang
Betapa dalam luka dilinggis

Tubuhmu,
Sisa luka bukit
Dan diabadikan untuk meletakkan kenangan
Di ketinggian

Orang-orang berpose di dinding tebing yang curam
Menandai dalam luka. Di seberang bangku-bangku
Menatapmu penuh sepi. Dudukan yang menyerahkan diri
Melepaskan dukamu juga perih yang berduri

Bukit-bukit diruntuhkan
Tebing luka ditegakkan
Tempat kau memandang
Lembah-lembah terkapar
Juga lukamu yang samar

 

PUISI TUA

Waktupun sampai di serambi
Ngajak mgobrol sambil ngopi
Ia penat mengurai amanat
Sambil menutup beberapa alamat

Kaki, telah dilangkahkan ke segenap riwayat
Yang kanan ke kebaikan yang kiri mengikuti
Jejak telah tamat menuju hikayat
Tinggal meneruskan bagi sanak kerabat

Tangan, telah bagikan segenap kebajikan
Yang kanan memberi, tangan kiri sembunyi

Kita sembunyi mengintip guguran jarum
Melukai sepi

 

DI TIKUNGAN JALAN

Di tikungan ini aku menunggu
Sepi yang bergerak dari arah bukit
Papan iklan caleg yang tak kukenal
Tersenyum dan berjatuhan di aspalan
Hanya terdengar suara motor terbatuk
Memuntahkan kesal dan kutukan
Jalanan menghitam memendam masa silam
Bau udara basah oleh senyap dan gundah yang pengap.
Di tikungan ini ada rambu
Tempat aku menunggu

 

* Hidayat Raharja, lahir di Sampang, 14 Juli 1966. buku puisinya,antara lain: “ Kangean” (Bening Pustaka, 20016); “Kloning” (Intishar Publishing, 2018). Selain menulis juga membuat gambar sketsa, saat ini diberi tugas mengelola SMAN 4 Sampang.