Tradisi Budaya ke 11 Yang Diakui Unesco

Oleh  Yono Ndoyit

Pada tahun 2008 wayang dan keris masuk ke dalam warisan dunia yang diakui Unesco. Pada tahun 2009 giliran batik dan pelatihan batik masuk dalam daftar Unesco.Disusul tahun 2010: Angklung. Dan tahun 2011: Tari Saman.Setelah itu pada tahun 2012: Noken atau tas rajut Papua.Pada 2015 giliran tiga genre tari tradisi Bali (meliputi tari Rejang, Sang Hyang Dedari, Baris Upacara, Topeng Sidhakarya, Dramatari Gambuh, Dramatari Wayang Wong, Legong Keraton, Joged Bumbung, Barong Ket). Kemudian pada 2017: seni pembuatan kapal Phinisi di Sulawesi. Pada 2019: Pencak Silat. Dan tahun 2020 lalu: Pantun.

Pantun sebagai intangible heritage Unesco

(sumber foto dari website Unesco)

Adalah menarik merefleksikan pantun. Menurut Hendri Purnomo, BNPB Tanjungpinang, di situs kebudayaan.kemdikbud.go.id/bpnbkepri, setiap bangsa memiliki bentuk pengucapan puitik untuk mentranformasikan alam pikiran, perasaan, dan tanggapan mereka terhadap kehidupan yang mereka hayati. Orang Jepang memiliki tanka dan haiku, dua ragam pengucapan puitik yang ringkas dengan aturan tertentu. Di Eropa soneta dan kuatrin merupakan bentuk puisi lama yang disukai orang Italia, Perancis, Inggris, dan lain-lain. Orang Persia menyukai rubaiyat dan ghazal, dua bentuk puisi empat baris dengan aturan dan keperluan berbeda. Orang Melayu memilih pantun dan syair, sekalipun bentuk pengucapan lain seperti gurindam dan taromba (bahasa berirama) juga cukup disukai. Yang terakhir ini mirip dengan mantera.

Foto pengumuman di sosial media Unesco

Tidak banyak diketahui kapan pantun muncul dan dari akar apa ia dibentuk. Teks Melayu tertua yang dijumpai dan mulai menyebut pantun sebagai bentuk sajak yang popular dalam masyarakat Melayu ialah teks syair-syair tasawuf Abdul Jamal, penyair dan sufi Melayu yang hidup di Barus dan Aceh pada abad ke-17 M dan merupakan murid dari Syekh Syamsudin Pasai. Syair Abdul Jamal itu sebutan pantun dengan kata-kata seperti bandun, bantun, dan lantun. Secara tersirat dalam syair itu pantun disebut sebagai puisi yang biasa dilantunkan secara spontan untuk menyindir, berseloroh, dan menghibur diri.

Kata pantun sendiri berasal dari kata patuntun dalam bahasa Minangkabau yang memiliki arti “penuntun”. Pantun memiliki nama lain dalam bahasa-bahasa daerah, dalam bahasa Sunda pantun disebut paparikan dan dalam bahasa Batak, pantun dikenal dengan sebutan umpasa. Pantun pada mulanya merupakan sastra lisan, tapi sekarang dijumpai juga pantun yang tertulis.

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, pantun adalah bentuk puisi Indonesia (Melayu), tiap bait (kuplet) biasanya terdiri atas empat baris yang bersajak (a-b-a-b), tiap larik biasanya terdiri atas empat kata, baris pertama dan baris kedua biasanya untuk tumpuan (sampiran) saja dan baris ketiga dan keempat merupakan isi.

Sesuai dengan definisi tersebut, menurut Sadeli (2019), pantun adalah bagian dari sastra (puisi) lama yang tujuannya sebagai alat komunikasi dengan ragam tujuan. Pantun dapat menjadi sarana menyampaikan nasihat, memberi hiburan, bahkan dapat dijadikan alat kritik sosial, tanpa harus melukai perasaan orang yang mendengarnya. Itulah salah satu kelebihan pantun.

Pantun berperan sebagai penjaga fungsi kata dan kemampuan menjaga alur berfikir. Pantun melatih seseorang berfikir tentang makna kata sebelum berujar. Ia juga melatih orang berfikir asosiatif, bahwa suatu kata bisa memiliki kaitan dengan kata yang lain. Pantun menunjukkan kecepatan seseorang dalam berfikir dan bermain-main dengan kata. Namun demikian, secara umum peran sosial pantun adalah sebagai alat penguat penyampaian pesan.

Pantun memiliki struktur yang terdiri atas sampiran dan isi. Sampiran berfungsi menyiapkan rima dan irama yang dapat membantu pendengar memahami isi pantun. Pada umumnya sampiran tidak memiliki hubungan dengan isi, tetapi terkadang sampiran dapat memberi bayangan terhadap isi pantun. Isi merupakan bagian inti pantun yang berisi maksud atau pikiran pembuat pantun.

Menurut Sutan Takdir Alisjahbana, fungsi sampiran adalah menyiapkan rima dan irama agar pendengar dapat memahami isi pantun dengan mudah. Ini dapat dipahami karena pada dasarnya, pantun merupakan sastra lisan. Pola rima dan irama pada pantun secara eksplisit menegaskan sifat kelisanan pantun pada budaya Melayu dulu.

****

Beberapa tahun terakhir, penggunaan pantun sebagai media untuk memperkuat pesan dalam berkomunikasi nampak semakin bergairah. Pejabat di pemerintahan, para politikus kerap berpantun di pembuka maupun penutup pidatonya. Di televisi, banyak sekali artis dan komedian yang dengan keahliannya berpantun, mampu membangun suasana lebih segar dan semarak.

Di ujung tahun 2020, kegairahan berpantun bersambut baik dengan ditetapkannya pantun sebagai Warisan Budaya Tak Benda oleh Badan PBB untuk Pendidikan, Sains dan Kebudayaan (UNESCO).

Seperti dikutip dari Tempo.Co , nominasi Pantun diajukan secara bersama oleh Indonesia dan Malaysia, dan bagi Indonesia ini menjadi tradisi budaya ke-11 yang diakui UNESCO. Pantun merupakan nominasi Indonesia pertama yang diajukan bersama dengan negara lain yang merefleksikan kedekatan dua negara serumpun yang berbagi identitas, budaya, dan tradisi Melayu. Penetapan itu dilakukan dalam sesi ke-15 Intergovernmental Committee for the Safeguarding of the Intangible Cultural Heritage di Kantor Pusat UNESCO di Paris, Prancis, Kamis 17 Desember 2020.

Pantun telah ditetapkan sebagai warisan budaya dunia yang memiliki nilai universal dan mempunyai pengaruh penting terhadap budaya yang berada dalam suatu wilayah. Perlu ada tanggapan dari ahli waris atau generasi selanjutnya di Nusantara dengan keanekaragamannya untuk memelihara dan mengembangkannya.