Situs Yomokho

Kehidupan Manusia Prasejarah di Bukit Yomokho Sentani Papua

Hari Suroto
Oleh Hari Suroto

Situs Yomokho terletak di sebuah bukit, sekitar 200 meter sebelah barat Khalkote, lokasi Festival Danau Sentani. Seluruh permukaan Bukit Yomokho ditumbuhi rumput ilalang, sebagian lereng bukit sebelah timur dimanfaatkan untuk berkebun umbi jalar, sayur-sayuran dan ketela pohon sedangkan kaki bukit berbatasan dengan hutan sagu dan Danau Sentani. 

Matahari terbenam di Situs Yomokho

Matahari terbenam di Situs Yomokho (Foto: Arsip Hari Suroto)

Survei permukaan tanah di Situs Yomokho, dilakukan dengan mengamati permukaan puncak bukit, lereng bukit, kaki bukit maupun di lingkungan sekitar. Pecahan gerabah ditemukan di puncak bukit, lereng bukit, kaki bukit dan kebun dekat hutan sagu. Pecahan gerabah yang ditemukan di puncak bukit sangat sedikit, pecahan gerabah lebih banyak ditemukan di kaki bukit. Cangkang siput danau Melanoides tuberkulata, moluska laut Verenidae serta tulang manusia ditemukan di lereng bukit bagian timur dan selatan.

Tulang manusia lebih banyak ditemukan di lereng bukit, maka diperkirakan penguburan juga dilakukan di lereng, tidak jauh dengan tempat tinggal mereka. Hasil ekskavasi tahun 2011  di lereng Bukit Yomokho sebelah timur menemukan tengkorak dan tulang manusia dengan konteks temuan pecahan gerabah. Gerabah ini berfungsi sebagai bekal kubur.  

 Bukit Yomokho dipilih sebagai hunian prasejarah karena letaknya dekat dengan Danau Sentani yang menghasilkan sumber makanan berupa siput danau dan ikan, selain itu Danau Sentani juga merupakan sumber air bersih. Hunian diperkirakan berada di lereng bukit, mereka tinggal dalam rumah panggung, walaupun bukti tiang-tiang rumah belum ditemukan.

Cangkang moluska laut Verenidae

Cangkang moluska laut Verenidae (Foto:Arsip Hari Suroto)

Sepanjang puncak Bukit Yomokho terdapat susunan batu dengan lebar 100 – 190 cm, tertata rapi dengan orientasi timur laut-barat daya, sepanjang 107,4 m. Sebagian susunan batu tertata dari puncak bukit ke arah lereng. Pada puncak bukit bagian selatan terdapat sebuah papan batu. Susunan batu ini diperkirakan berfungsi sebagai jalan. Ekskavasi di susunan batu ini menunjukkan bahwa batu memang sengaja dikumpulkan dan disusun di sepanjang puncak bukit. 

Cangkang siput danau (Melanoides tuberkulata)

Cangkang siput danau (Melanoides tuberkulata) (Foto: Arsip Hari Suroto)

Berdasarkan pengamatan pada pecahan gerabah Situs Yomokho, diketahui bentuk utuh wadah adalah periuk dan tempayan. Tempayan Situs Yomokho berdinding tebal, jejak-jejak pembuatan pada permukaan dalam gerabah berupa cekungan yang cukup besar dan pada permukaan luar berupa bekas pemukul yang menunjukan teknik tatap pelandas. 

Warna bagian permukaan tempayan terdiri atas merah, coklat dan hitam. Pengamatan pada penampang lintang fragmen tempayan yang berwarna hitam yang tidak merata, mengindikasikan dibakar di tempat terbuka (open fire). Tempayan ini dibuat dari tanah liat yang dicampur dengan pasir kasar.

Ivan aan den Toorn dan Cintia van den Bergh mahasiswa Arkeologi Universitas Leiden di Situs Yomokho

Ivan aan den Toorn dan Cintia van den Bergh mahasiswa Arkeologi Universitas Leiden di Situs Yomokho (Foto: Arsip Hari Suroto)

Gerabah untuk memasak di Situs Yomokho dibuat dengan teknik roda putar, hal ini terlihat permukaan gerabah terdapat jejak bekas striasi yang lurus dan rapi. Pada akhir pembuatan sebelum proses pembakaran diupam terlebih dahulu, ini terlihat dari permukaan dinding yang halus dan tidak berpori. Proses pembakaran gerabah dilakukan di tempat terbuka. Gerabah ini dibuat dari tanah liat yang dicampur dengan pasir halus.

Fungsi gerabah untuk memasak, terlihat dari bekas jejak pakai berupa jelaga, selain itu gerabah jenis ini memiliki konteks temuan arang. Dinding periuk yang tipis mempercepat proses pemanasan makanan. 

Gerabah jenis tempayan digunakan untuk menyimpan bahan makanan dan air. Ukuran tempayan lebih besar daripada periuk, dan dinding gerabah jenis tempayan lebih tebal. Dinding yang tebal membuat tempayan kuat untuk menyimpan bahan makanan atau air dalam volume banyak.

Untuk mengetahui asal gerabah situs Yomokho maka dilakukan analisis XRD, dikomparatifkan dengan gerabah Abar. Hasil analisis XRD menunjukkan unsur mineral pada gerabah Situs Yomokho dan gerabah Abar berbeda. 

Cangkang siput danau Melanoides, cangkang moluska laut Verenidae, tulang binatang, gigi babi dan tulang manusia ditemukan di permukaan tanah situs Yomokho. Kondisi cangkang siput danau yang utuh, menunjukkan proses pengolahannya yaitu dengan cara direbus. Hal ini didukung oleh konteks temuan pecahan gerabah dan arang. Ekofak yang ditemukan dalam ekskavasi berupa gigi babi. Babi di Papua saat ini dikenal sebagai jenis Sus Scrofa Papuensis.

Untuk mengetahui bentuk kehidupan masa lalu di Situs Yomokho dilakukan dengan mengaitkan konteks artefak dengan lingkungan. Situs Yomokho menggambarkan adaptasi manusia terhadap lingkungan. Pemilihan lokasi sebagai hunian berkaitan dengan keberadaan Danau Sentani yang menghasilkan sumber makanan diantaranya moluska dan ikan, selain itu Danau Sentani juga merupakan sumber air bersih. Hasil dating C-14 terhadap sampel arang hasil ekskavasi tahun 2011 di lereng Bukit Yomokho mengindikasikan manusia pernah beraktivitas di situs ini 2590 ± 120 BP (Before Present). 

Dylan Gaffney dari Department of Archaeology Universitas Oxford di Situs Yomokho

Dylan Gaffney dari Department of Archaeology Universitas Oxford di Situs Yomokho (Foto: Arsip Hari Suroto)

Ekofak yang ditemukan di Situs Yomokho yaitu cangkang siput danau yang ditemukan satu konteks dengan pecahan gerabah. Pengamatan terhadap cangkang siput tidak nampak terbakar maka diperkirakan pengolahan siput sebelum dikonsumsi adalah direbus. 

Keberadaan cangkang moluska laut Verenidae mengindikasikan bahwa manusia yang menghuni Situs Yomokho telah melakukan kontak dengan masyarakat pesisir atau daya jelajah dalam mencari makanan hingga pesisir. 

*Hari Suroto adalah peneliti di Balai Arkeologi Papua.