Rianto: Tokyo, Olimpiade Yang Sepi dan Dewandaru
Tokyo sudah merupakan rumah kedua bagi Rianto. Penari Lengger kenamaan dari Banyumas itu sudah hampir 18 tahun tinggal di Tokyo. Ia bersama istrinya yang asli Jepang tinggal di kawasan jantung Tokyo. Rianto – yang kisah hidupnya pernah difilmkan Garin Nugroho berjudul: Kucumbu Tubuh Indahku – ini sebelum pandemi aktif wira-wiri antara Tokyo-Solo.
Ia banyak terlibat dalam pementasan-pementasan di Solo, Banyumas, Jakarta dan sebagainya. Juga ia banyak memenuhi undangan-undangan festival tari kontemporer di Eropa. Sebagai bintang film utama Kucumbu Tubuh Indahku – ia semenjak tahun 2018 juga kerap memenuhi undangan hadir dalam festival film internasional – yang memutar film ini. Dari Tokyo – ia menjelajahi seluruh dunia.
Di saat Olimpiade berlangsung di Tokyo akan tetapi Rianto yang ingin sekali menonton pertandingan-pertandingan secara langsung – sebagaimana semua warga Jepang, terpaksa harus menonton dari rumah. “Semua pertandingan tertutup bagi penonton umum, hanya para delegasi setiap negara yang bisa menyaksikan setiap pertandingan, itupun sangat dibatasi jumlahnya. Kita melihat pertandingan-pertandingan melalui televisi,” katanya kepada BWCF. Rianto menceritakan seluruh stasiun televisi di Jepang menyiarkan bermacam pertandingan. Dan melalui siaran-siaran tersebut bisa dilihat kursi-kursi penonton banyak yang kosong. Yang hadir hanya dibatasi untuk delegasi negara-negara yang sedang bertanding saja.
“Kursi-kursi itu malah ada yang dikasih warna supaya seperti ada penontonnya, padahal memang tidak ada penonton. Suporter pertandingan ya hanya dari negara-negara yang sedang bertanding itu,” tambahnya. Penerapan protokol kesehatan menurut Rianto juga sangat ketat bagi delegasi internasional. ”Ada yang harus melakukan vaksinasi ulang, sementara swab test dilakukan secara rutin setiap hari.”
Menurut Rianto area penginapan para delegasi Olimpiade berada di Athletes’ Village berlokasi di Harumi, sebuah distrik di pulau Chuo, Tokyo. Sementara arena pertandingan berbagai cabang olahraga berada disekitar penginapan ini. Area pelaksanaan Olimpiade di Tokyo sendiri sudah mulai disiapkan sejak resmi penunjukan Tokyo sebagai tuan rumah pada tahun 2013 yang diumumkan dalam Kongres IOC ke-125 di Buenos Aires, Argentina. “Olimpiade Tokyo ini seharusnya di tahun 2020, tetapi karena tiba-tiba terjadi pandemi, maka diundur ke 2021, meski kondisi belum begitu aman sebenarnya untuk pelaksanaan Olimpiade,” katanya.
Anda sendiri tinggalnya di area mana di Tokyo?
“Aku tinggal di Bunkyo-ku, Hon-komagome, Tokyo. Dekat Stasiun Tabata. Jadi dipusat kota Tokyo.”
Tinggal di Jepang sejak kapan sih?
Sejak tahun 2003. Sekarang sudah mendapatkan permanent residency, punya kartu tinggal permanen, tetapi memang setiap 5 tahun harus diperpanjang terus.
Sudah fasih berbahasa Jepang?
Untuk bicara sudah, tapi masih sulit untuk membaca dan menulis.
Anda katanya juga membuat sanggar tari di Tokyo?
Iya, saya membuka sanggar tari Jawa namanya Dewandaru Dance Company khusus untuk mengajarkan tari Jawa.
Saat pandemi ini masih ada latihan?
Nah pada saat pandemi ini beberapa orang masih bisa tatap muka tapi yang lain menggunakan zoom.
Anggotanya ada berapa orang?
Sekitar 18 orang.
Kapan terbentuknya Dewandaru Dance di Tokyo ini?
Tahun 2006 mulai membuka Sanggar tari Jawa. Tapi karena belum punya studio sendiri, saya bagi-bagi kelasnya, kita sewa tempat di Kecamatan-Kelurahan (District) karena setiap wilayah ini punya ruang atau Hall untuk kegiatan-kegiatan, bisa latihan tari, musik, dan lain-lain. Jadi setiap minggu saya meminjam tempat disitu. Anggotanya waktu itu ada 30 orang. Akhirnya tahun 2016 kita bikin studio sendiri di rumah/tempat tinggal. Baru bisa setelah 10 tahun kemudian.
Untuk karya kontemporer Anda, pernah memakai penari-penari Jepang?
Dulu pernah tahun 2010, saya pakai penari Jepang untuk karya kontemporer dan pentas di Kuala Lumpur. Waktu itu saya memakai murid-murid di Jepang.
Selain itu, kebanyakan koreografi Anda memakai penari Indonesia semua ya…
Ya. Saya memakai penari-penari dari Indonesia. Juga artistiknya. Misalnya untuk skenografi saya bekerjasama dengan Iskandar Loedin, dramaturginya dengan Mas Garin Nugroho, pemusiknya dengan Cahwati, dan produsernya dari Australia, Jala Adolphus.
Anda setiap tahun pulang ke Indonesia?
Jadi setiap tahun saya pulang ke Indonesia, berproses. Rencananya September nanti saya pulang mulai berproses bersama Rumah Lengger di Banyumas yang saya bangun dari tahun 2020. Saat ini memang saya sedang aktif-aktifnya bersama teman-teman dari Rumah Lengger. Mereka ini basisnya macam-macam: ada yang penari Lengger Lanang, ada yang penulis,, ada yang dari wartawan, ada fotografer dan sebagainya. Dari berbagai macam elemen saya kumpulkan untuk membangun Rumah Lengger ini.
Aktivitas Rumah Lenger lokasinya dimana di Banyumas?
Kita menempai gedung heritage, cagar budaya di kota lama Banyumas, yang dulunya itu adalah pusat pemerintahan Banyumas, kita menempati salah satu ruangan disitu bekas kandang kuda pada jaman Bupati Belanda. Sekarang bekas kandang kuda itu lagi proses dibersihkan, dimantapkan lagi. Kita masih terhambat oleh funding. Ketika kita dapat dana sedikit, kita bisa beli sesuatu, misalnya pasang internet, terus beli karpet, dan lainnya. Teman-teman di Rumah Lengger tidak menuntut mendapatkan uang. Ada hasil sedikit tetapi tidak menuntut, saya harus dapat sekian, gitu.
Kalau Rianto Dance Studio yang di Solo bagaimana kabarnya?
Sekarang saya mencoba pindahkan Rianto Dance Studio dari Solo ke Banyumas. Selain mengembangkan tari tradisi bersama Rumah Lengger, saya juga ingin mengembangkan tari kontemporer dengan Rianto Dance Studio itu.
—©BWCF2021—