Naskah-Naskah Hamzah Fansuri: Warisan Intelektual Dunia Unesco
Hamzah Fansuri adalah salah satu tokoh penting dalam sejarah intelektual dan spiritual Islam di Asia Tenggara. Ia dikenal sebagai pelopor puisi sufi dalam bahasa Melayu dan menjadi figur sentral dalam penyebaran ajaran tasawuf wahdatul wujud di kawasan Nusantara pada abad 16. Diterimanya naskah-naskah Hamzuri sebagai Memory of the World (MoW) oleh UNESCO membuat kita makin yakin bahwa tradisi literasi klasik nusantara adalah tradisi tinggi. Naskah-naskah Hamzah Fansuri adalah cerminan kekayaan spiritual dan intelektual Nusantara. Dengan puisi-puisinya, ia mengangkat tema universal seperti pencarian makna hidup, cinta ilahi, dan perjalanan jiwa menuju Tuhan, menjadikannya relevan lintas zaman dan batas geografis.
Hamzah Fansuri diyakini berasal dari Barus, sebuah pelabuhan kuno di pesisir barat Sumatera. Ia hidup sekitar akhir abad ke-16 dan menulis dalam bahasa Melayu dengan aksara Arab-Jawi. Karyanya terdiri dari syair-syair sufi yang mengekspresikan pengalaman spiritual dan pencarian ilahi. Di antara karya-karya terkenalnya adalah:
Syair Perahu: menggambarkan perjalanan spiritual manusia diumpamakan seperti perahu yang harus melintasi samudera kehidupan untuk menuju Tuhan. Syair Burung: menarasikan kisah burung sebagai simbol jiwa yang merindukan kebebasan dan kesatuan dengan Sang Pencipta. Syair Dagang, Syair Cinta Ilahi, dan karya prosa pendek yang menyiratkan doktrin tasawuf dalam bentuk ajaran-ajaran naratif.

Syair Perahu karya Hamzah Fansuri. (Sumber: https://alif.id)

Syair Burung karya Hamzah Fansuri. (Sumber: https://leughok.com)
Hamzah tidak hanya seorang penyair, tetapi juga seorang mistikus yang mendalam. Ajarannya menekankan hubungan langsung dan personal antara hamba dan Tuhan, serta pentingnya perjalanan batin melalui penyucian diri dan pengetahuan spiritual (ma’rifat).
Pada tahun 2023, Perpustakaan Nasional Republik Indonesia (Perpusnas) bersama ANRI (Arsip Nasional Republik Indonesia) mengusulkan naskah-naskah karya Hamzah Fansuri untuk didaftarkan dalam Memory of the World UNESCO. Pengajuan ini juga melibatkan kerja sama lintas negara, terutama dengan Malaysia, yang juga memiliki manuskrip dan pengaruh budaya Hamzah Fansuri dalam tradisi sastranya.
Pengajuan ini mencakup naskah-naskah asli yang tersimpan di berbagai lembaga, termasuk koleksi perpustakaan di Indonesia dan Malaysia. Syair-syair ini bukan hanya bernilai sastra, tetapi juga merekam sejarah pemikiran Islam lokal, dan menunjukkan bagaimana ajaran tasawuf dikembangkan secara kontekstual di dunia Melayu. Ada beberapa alasan mengapa karya Hamzah Fansuri dinilai layak untuk mendapat pengakuan sebagai warisan dunia: a. Nilai Sejarah: Naskah-naskah ini merupakan dokumen awal perkembangan Islam di Asia Tenggara, terutama penyebaran Islam melalui pendekatan tasawuf yang damai dan puitis. b. Warisan Budaya: Karya-karyanya menjadi fondasi sastra Melayu klasik dan memiliki pengaruh besar dalam pengembangan bahasa Melayu sebagai bahasa ilmu dan agama. c. Kekayaan Spiritualitas Lokal: Ajaran-ajaran Hamzah menunjukkan bagaimana spiritualitas Islam berkembang dalam dialog dengan budaya lokal tanpa kehilangan nilai-nilai universalnya.
Kini, baru saja kita mendengar kabar gembira bahwa Sidang Dewan Eksekutif United Nations Educational Scientific Cultural Organization (UNESCO) ke-221 yang dimulai pada 2 hingga 17 April 2025 di Paris, Perancis. Pada Jumat, 11 April 2025 Dewan Eksekutif UNESCO telah menetapkan 74 nominasi register Memory of the World (MOW) periode 2024 – 2025 termasuk dari Indonesia, teks-teks klasik antara lain naskah Hamzah Fanzuri, naskah Sang Hyang Siksa Kandang dan Surat-surat Kartini. Kita adalah negara super power dalam kekayaan teks-teks klasik. Pentingnya pengakuan oleh UNESCO akan mendorong pelestarian, digitalisasi dan penerjemahan naskah-naskah ini agar dapat terus dipelajari oleh generasi mendatang di seluruh dunia.

Naskah Sang Hyang Siksa Kandang karya Hamzah Fansuri. (Sumber: Istimewa)
BWCF2025