Tradisi yang Menginspirasi dalam Festival Budaya Panji 2024
Penulis: Epi Martison*
Diawali dari rasa tanggung jawab terhadap pengembangan dan pemanfaatan Cagar Budaya dan Objek Pemajuan Kebudayaan, Kemendikbudristek melalui Direktorat Jenderal Kebudayaan memunculkan ide yang sangat menarik yaitu mengangkat kembali cerita Panji sebagai salah satu objek pemajuan kebudayaan yang perlu terus dikembangkan dan dimanfaatkan potensi budayanya.
Prof. Dr. Ing. Wardiman Djojonegoro yang pernah menjabat sebagai Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Indonesia dari tahun 1993 hingga 1998 adalah promotor dalam mengupayakan pengakuan Budaya Panji sebagai Warisan Budaya Dunia oleh UNESCO, yang menyoroti nilai-nilai universal dan relevansi kisah Panji dalam konteks sejarah dan kebudayaan lintas bangsa. Cerita Panji yang tersebar dalam berbagai bahasa di negaranegara ASEAN, dan hingga saat ini menjadi tradisi tutur yang banyak dituangkan menjadi berbagai jenis kesenian, maka dapat diindikasi bahwa cerita Panji dilestarikan dengan baik oleh masyarakat. Hal inilah yang mendorong naskah-naskah cerita Panji diusulkan sebagai Ingatan Dunia (Memory of The World) yang secara resmi ditetapkan pada tahun 2017.
Kini di tahun 2024 Budaya Panji diusung kembali menjadi Festival Budaya Panji dan disambut suka cita oleh para budayawan, seniman dan pengamat/pemerhati Budaya Panji. Festival Budaya Panji menjadi ajang kolaborasi antara peserta penampil dengan seniman pendamping dari lintas disiplin seni. Proses menuju puncak acara Festival Budaya Panji pun cukup panjang. Dimulai dengan pembekalan dari panitia Festival Budaya Panji dan Narasumber kepada seniman pendamping dan seniman dari sepuluh komunitas/sanggar kesenian Panji yang terpilih, kemudian dilanjutkan dengan mengirim para seniman pendamping ke daerah masing-masing komunitas/sanggar yang terpilih tersebut dalam kegiatan asistensi tahap 1 dan tahap 2.
Pada tahap 1 kegiatan asistensi di Sanggar Seni Satriya Lelana Batuan Bali, dimana saya sebagai seniman pendampingnya, adalah tahap yang menjadi tantangan buat kami karena kami harus bisa mengemas pertunjukan Panji sesuai petunjuk pelaksanaan yaitu durasi hanya 30 menit dan pemain hanya sebanyak 12 orang sudah termasuk pemusik, penari dan pelakon, sementara kesenian Panji Pranaraga Sanggar Seni Satriya Lelana Batuan Bali sebelumnya berdurasi lebih kurang 4 jam dan dengan pendukung keseluruhan 40 orang lebih. Hal ini sangat-sangat menjadi polemik yang perlu sangat hati-hati untuk mencarikan solusi terbaiknya. Bak pepatah mengatakan bagaikan mencabut rambut dalam tepung, rambut tak putus tepung pun tak berserak. Atas dasar itu kami berdiskusi membahas bagaimana solusi agar dapat pertunjukan terlaksana dengan mengikuti ketentuan pada petunjuk pelaksanaan dari Kemendikbud tanpa mengurangi esensinya. Tahap 1 inilah moment kami bertungkus lumus merampingkan adegan peradegan, merampingkan pemeran dengan memberikan peran ganda pada tokoh-tokohnya, ada yang berperan sebagai penari juga berperan sebagai pemusik dan sebagainya. Kemudian lanjut bereksplorasi dengan menyesuaikan konsep yang sudah dirampingkan.
Masuk tahap 2 kegiatan asistensi di Sanggar Seni Satriya Lelana Batuan Bali, para pemain sudah dapat menyesuaikan dengan kemasan pertunjukan Panji yang hanya berdurasi 30 menit dan dimainkan dengan hanya 12 orang pemain. Ternyata tantangan ini merangsang ide kreatif saya sebagai seniman pendamping dan juga teman-teman pendukung pertunjukan Panji Pranaraga. Kesenian Panji Pranaragapun menjadi lebih menarik dengan durasi yang hanya 30 menit, lebih padat namun esensi dari cerita Panji tetap tersampaikan.
Setelah melewati tahap pembekalan di Jakarta, kemudian tahap 1 dan 2 kegiatan asistensi di daerah masing-masing pada 10 komunitas/sanggar terpilih, sampailah kami pada penghujung kegiatan yaitu Festival Budaya Panji sebagai puncak acara yang juga muara kegiatan dengan menampilkan karya-karya terseleksi, yang diperkaya dengan pameran seni dan diskusi tematik dengan menghadirkan seniman pelaku, seniman pendamping, dan pengamat/pemerhati budaya Panji. Acara Puncak Festival Budaya Panji 2024 dibuka oleh Menteri Kebudayaan yang baru dilantik yaitu Bapak Fasli Zon dan wakil menterinya yaitu Giring Ganesha. Pembukaan acara juga dimeriahkan dengan pertunjukan kolaborasi 10 vokalis dari 10 komunitas/sanggar penampil kesenian Panji terpilih, diiringi dengan kenong, suling, gambang bambu, rebana dan beduk atas permintaan dari Irwan Riyadi sebagai ketua panitia dan digarap oleh saya sendiri Epi Martison. Acara puncak Festival Budaya Panji ini dilakukan sebagai bagian dari konservasi, pengembangan, penyebarluasan, dan penguatan narasi budaya di masyarakat. Penampilan karya kesenian Panji pada acara puncak ini merupakan hasil kolaborasi antara peserta penampil dengan seniman pendamping dari lintas disiplin seni, sehingga diharapkan pementasan ini akan menambah kekayaan baru dalam pelestarian Cerita Panji.
Saya sendiri sebagai seniman pendamping yang berkolaborasi dengan sanggar Seni Satriya Lelana Batuan Bali telah melihat kekayaan baru dalam pelestarian Cerita Panji. Pertama dari durasi yang dikurangi menjadi 30 menit, karya lebih padat dan lebih menarik, kemudian dengan dikuranginya personil pada pendukung pertunjukan Panji menjadi 12 orang, maka munculah ide-ide kreatif terhadap pemain dengan berperan ganda dan dengan daya kreatif serta ide-ide liar yang saya miliki akhirnya saya mampu memberikan tawaran yang berbeda dalam penggarapan pertunjukan Kesenian Panji di Panggung Festival Budaya Panji. Salah satunya yaitu dalam pertunjukan Kesenian Panji Pranaraga ini saya berani menawarkan tantangan kepada sutradara dari pelaku Kesenian Panji Bali untuk menyisipkan lelucon, candaan, guyonan di atas panggung ketika alur cerita masih dalam keadaan serius. Awalnya Bapak Dr. I Wayan Budiarsa, S.Sn, M.Si (Akrab di panggil Pak Wayan) sebagai sutradara ragu untuk mengikuti ide dari saya. Tapi setelah melihat pertunjukan di hari pertama hingga hari kedua, pak wayan pun sependapat dengan saya untuk memberikan penyegaran dalam menghindari kekakuan dan kebosanan sehingga ada dinamika lain pada pertunjukan Panji Pranaraga. Ketika Panji Pranaraga tampil dan lelucon, candaan, serta guyonan disisipkan suasana pun menjadi pecah dengan tawa yang meriah dari kursi penonton. Siapa sangka ditengah keheningan seriusnya penonton waktu itu, tibatiba muncul suatu candaan yang unik yang tidak terpikirkan oleh penonton sebelumnya. Inilah yang menurut saya salah satu kekayaan baru, memberikan tawaran-tawaran pertunjukan yang lebih menarik dan lebih segar namun tidak meninggalkan esensi dari cerita Panji yang sarat dengan pesan-pesan, nasehat-nasehat, petuah-petuah, dan tunjuk ajar. Tunjuk ajar yang seperti ini memiliki kesamaan dengan teater di daerah saya (Riau). Saya sangat takjub ketika mengetahui hal tersebut, saya merasa dalam ketidaktahuan saya awalnya, bisa menjadi suatu kekuatan yang positif dalam mendapatkan ilmu pengetahuan baru serta mampu menciptakan lingkungan kolaborasi antar disiplin seni.
Dalam perjalanan mengenal Kesenian Panji ini, saya menjadi yakin dan percaya, pasti setiap intisari dari cerita dalam Kesenian Panji ini dijadikan sebagai ilmu dalam mengajar oleh kakek/nenek kepada cucunya dan orang tua kepada anak-anaknya. Mungkin Kesenian Panji ini dulunya hanya merupakan suatu naskah sastra lisan yang disampaikan dengan bercerita saja. Bisa saja cerita Panji dulunya adalah media pengajaran adat, adab dan etika yang paling jitu untuk mencapai agar anak cucu dan keponakannya bisa menjadi lebih baik, arif bijaksana, terhormat, memiliki adat istiadat, beradab dan beretika, tidak gampang menyerah, tidak gampang dihasut lagi dipecah-belahkan, harusnya saling kasih mengasihi, saling sayang menyayangi, cintai mencintai, saling tolong menolong dan saling peduli antar sesama mahluk hidup dan alam sekitar. Tetapi kemudian karena melihat isi naskah yang penuh dengan pesan moral dan edukasi maka berkembang menjadi suatu bentuk seni pertunjukan. Sehingga lebih menarik, unik dan kreatif dalam penyampaian pesan moral dan edukasi di seni pertunjukan yang menjadi tontonan sekaligus menjadi tuntunan. Hal ini berlandaskan atas apa yang saya alami langsung di daerah Kesenian Panji itu sendiri. Banyak kesan dan pesan yang ditawarkan dari setiap alur cerita, gerakan-gerakan dalam tarinya, alunan setiap nada- nada yang dimainkan oleh pemain musiknya. Apalagi pertunjukan tersebut didukung dengan properti, kostum, tata rias, lighting dan artistik panggung, yang merupakan gabungan dari elemen-elemen seni pertunjukan yang juga hasil kolaborasi terpadu dari beberapa bidang seni, yaitu: teater, musik, tari, sastra, seni rupa dan film.
Dalam pertunjukan dari 10 komunitas/sanggar, terlihat tokoh Panji menjadi tokoh utama yang dikisahkan sebagai sosok yang gagah berani, ahli disegala bidang, banyak ilmunya, banyak pandainya, bukan banyak maunya, selalu sopan santun, selalu berbuat baik. Baik untuk negeri, untuk alam lingkungan dan umat manusia, beradat, beradab, beretika selalu memberi tunjuk ajar kearah yang baik dan benar, Panji dikenal sebagai pengasih lagi penyayang, sangat baik budinya dan mulia asal-usulnya. Cerita Panji selalu menuntun, mengarahkan, dan menunjuk ajari kita. Cerita dan naskah Panji mengalir bak air dari hulu ke hilir tak berhenti di suatu titik di muara ataupun teluk saja, tidak stagnan di tempat yang nyaman, tidak mati suri tanpa adanya cahaya menerangi, tidak pula hilang ditelan bumi, tak pula lekang digerus zaman. Panji untuk mengurai masalah tak pernah seperti harus menghadang air terjun, menyongsong air ke hilir, ia cukup menentukan dimana muara airnya karena di situlah ia akan mendapatkan apa-apa saja dari pokok persoalannya tadi. Begitulah Sakti Panji di mata masyarakat, bak penuntun pemberi tunjuk ajar, bak orang tua dalam mendidik anaknya, bak penyelamat dalam kesusahan, bak penerang dalam kegelapan, bak penolong dalam kehidupan.
Saya sangat setuju dengan pernyataan Mas Seno Joko Suyono dan Pak Henri Nurcahyono terkait Festival Budaya Panji beberapa waktu lalu. Beliau menyatakan Festival kali ini berbeda dengan sebelumnya, tahun ini kata budaya ini lebih ditekankan untuk menunjukkan spektrum atau dimensi Panji demikian luas. Selain itu tahun ini panitia penyelenggara melakukan kurasi ketat oleh tim kurator dan adanya pendampingan oleh seniman profesional untuk setiap peserta yang akan terlibat, dibandingkan dengan tahun sebelumnya yang hanya diundang dan melakukan pertunjukan semata.
Mas Seno & Pak Henri menurut saya adalah orang-orang yang sangat berkompeten tentang penulisan naskah Panji. Mereka sangat mengerti, sangat piawai menangkap dan menerjemahkan semua itu sehingga menjadi utuh dan lengkap konsep Festival budaya Panji ini, bak gayung bersambut, pucuk di cinta ulampun tiba, Kemendikbudristek pun menyambutnya dengan suka cita, riang gembira. Sungguh ini suatu energi positif yang sangat luar biasa dalam rangka mengggali, membina, menumbuhkembangkan, merevitalisasi, merekontruksi, mengkaryakan kembali serta mempromosikan Seni budaya Panji lebih luas lagi kedepannya.
Hal di atas tentu menjadi perhatian bersama akan keseriusan Kemendikbudristek dalam mempersiapkan segala sesuatu untuk kegiatan ini. Dengan adanya kegiatan ini banyak harapan yang terlahir dari sana, Salah satunya dari Sanggar Bali yang saya dampingi. Setelah pertunjukan Pranaraga usai, Pemerintah daerah Bali menghubungi Pak Wayan untuk bisa menampilkan karya Pranaraga di Bali dan mereka diberikan space tersendiri untuk karya Panji Pranaraga dengan kemasan pertunjukan yang sudah dipadatkan. Sungguh menarik, secara tidak langsung sudah menjadi awalan yang baik untuk keberlangsungan karya Panji Pranaraga ini.
Dari pernyataan di atas maka sukseslah Ibu Irini Dewi Wanti selaku Direktur Pengembangan dan Pemanfaatan Kebudayaan dan timnya mas Irwan Riyadi, mas Purnawan Andra, serta teman-teman PIC, stage manager dan crew Festival Budaya Panji 2024. Ibu Irini Dewi Wanti berharap dengan diselenggarakannya Festival Budaya Panji 2024 akan menjadi salah satu upaya konkret dalam menjaga eksistensi seni budaya Panji. Selain itu beliau menambahkan Festival Budaya Panji ini tidak hanya diperuntukkan bagi komunitas yang telah dikenal sebagai kantong budaya Panji, tetapi juga membuka peluang seluas-luasnya bagi seluruh wilayah kebudayaan di Nusantara supaya mampu mendorong beragam bentuk ekspresi seni Panji, baik tradisional maupun kontemporer (Sumber:Borobudurwriters.id).
Harapan saya sebagai seniman pendamping sangatlah besar untuk Festival Budaya Panji ini, mungkin kedepannya Riau juga bisa masuk sebagai salah satu peserta agar seniman-seniman lokal di sana mampu menggali dan belajar bersama secara kolaboratif. Tidak hanya itu, saran saya juga mungkin kedepannya Kemendikbudristek menjalin kerjasama lebih luas lagi dengan stakeholder untuk menghadirkan penonton lebih banyak lagi seperti Perguruan Tinggi dan pelajar untuk bisa mengambil bagian di sana agar Festival Budaya Panji bisa memberikan dampak dan manfaat bagi generasi-generasi muda. Saya juga berharap diadakannya Festival Cipta Karya Musik Panji yang diinspirasi dari keberagaman musik pengiring kesenian Panji. Kemudian harapan saya juga bisa diadakan Festival Cipta Karya Tari Panji yang diinspirasi dari naskah cerita Panji dan keberagaman gerak khas Kesenian Panji. Sebagai penutup, ijinkan saya berpantun:
Roti Buaya Mendaki Gunung
Jatuh Tersangkut di Pohon Jati
Seni Budaya Harus Kita Junjung
Kalo Bukan Kita-Kita Siapa Lagi?
*Komposer dan Pendamping Seniman Festival Panji 2024