Memetik Kebajikan Gaung Genta-Genta Mendut Epi Martison
Oleh: Prof. Dr. H. Edyanus Herman Halim, Datuak Bisai XII*)
Sebagai seorang yang bergelut dari ilmu manajemen dan selama lebih kurang tiga puluh dua tahun menjadi pengajar dalam bidang konsentrasi manajemen keuangan perbankan agak sulit rasanya memahami makna dan tenden yang disampaikan dalam sebuah seni pertunjukan maupun sebuah lagu. Jika mendengar lagu mungkin sedikit dapat dicerna melalui lirik-lirik yang dilantunkannya. Mendengar alunan musik semata dan tarian-tarian yang melatar belakanginya tentu diperlukan keahlian tersendiri dan kepekaan khusus untuk mencernanya. Apalagi mendengar bebunyian dari sebegitu beragam Genta yang dipersembahkan Epi Martison dalam karyanya bertajuk Gaung Genta-genta Mendut.
Pada mulanya memperhatikan pertunjukan Epi Martison seakan tiada sesuatu yang mampu menyentuh alam fikiran maupun hasrat sintesa untuk mengaitkannya dengan kehidupan dan ilmu pengetahuan manajemen yang digeluti selama ini. Entah mengapa pada saat menyaksikan itu dalam rekaman videonya tiba-tiba naluri analisis seorang pemerhati ekonomi dan manajemen menjadi tergelitik untuk mengupas pertunjukan itu. Pertama, begitu beragamnya jenis Genta yang dibunyikan. Mulai dari yang sangat kecil sampai dengan yang sangat besar. Ini seakan merepresentasikan keragaman manusia yang ada di muka bumi, baik ditinjau dari aspek umur maupun ditinjau dari aspek fostur tubuhnya. Ada manusia yang masih bayi dan kecil. Ada pula manusia dewasa yang besar. Demikian pula halnya dengan pelaku usaha. Ada usaha mikro, usaha kecil, usaha menengah dan usaha besar. Diperlukan harmoni dan kesesuaian, baik letak, peran dan eksistensinya agar semua keberagaman itu dapat membuat kehidupan menjadi baik. Suguhan karya Epi Martison ini seperti ingin mengatakan pada para penikmat seni bahwa keberagaman fisik dan bentuk adalah keharmonisan yang tidak seharusnya saling berbenturan. Dalam khasanah ekonomi dan manajemen penataan dari setiap unsur (right man in the right place) adalah hal mutlak untuk menggalang kekuatan.
Kedua, mendengar bunyi dari masing-masing Genta dari beragam jenis dan fiturnya ternyata bisa apik didengar bila komposisinya dapat diatur sedemikian rupa. Genta yang kecil bisa nyaring tinggi maupun perlahan. Genta yang besar bisa menggaung maupun berbunyi rendah. Kapan setiap Genta akan menggaung dan meninggi harus lah diatur sedemikian rupa oleh komposer agar hasil bunyi yang keluar menjadi sarat makna dan apik ditelinga para penikmatnya. Memuaskan bagi penyuka seni dan tidak membosankan bagi orang-orang yang memang tidak begitu tertarik dengan karya-karya seperti itu. Dalam khasanah ekonomi dan manajemen factor kepemimpinan menjadi penting untuk menghasilkan sebuah output maupun outcome suatu pekerjaan. Melalui komposer dihasilkan sinergi bunyi dari masing-masing Genta. Dari kepemimpinan organisasi yang baik akan tertata peran fungsi setiap unsur dalam organisasi untuk sebuah kinerja institusi yang efisien dan efektif.
Ketiga, Epi Martison dalam karyanya mampu menunjukkan keberagaman bunyi dari satu Genta dengan menggunakan pembunyi yang berbeda. Bila dipukul dengan tangan biasa setiap Genta berbunyi biasa. Bila dipukul dengan kayu maka akan melahirkan bunyi yang berbeda dan demikian pula bila dipukul dengan besi. Artinya alat pukul yang digunakan juga akan menghasilkan bunyi yang berbeda. Untuk melahirkan sebuah harmoni bunyi-bunyian Genta yang mampu menyeruakkan makna seorang komposer tidak hanya memperhatikan jenis dan fitur Genta tetapi juga alat untuk mempunyikannya serta kapan harus menggunakan alat-alat tersebut agar bunyi tidak salah tingkah dan komposisi musiknya melantunkan nada yang tidak sumbang. Dibawakan tenden tersebut ke dalam khasanah ekonomi dan manajemen seakan memberi pemahaman bahwa perlakuan yang diberikan seorang pemimpin dalam suatu organisasi juga harus tepat dari aspek waktu dan jenis perlakuannya (stick and carrot). Sebuah perlakuan dalam pemberian motivasi dalam bentuk kenaikan gaji misalnya, dapat menjadi sia-sia dan tidak berdampak pada kinerja bila waktu dan cara pemberiannya tidak berdampak pada perbaikan kinerja.
Banyak sebenarnya yang dapat disintesa dari karya apik Epi Martison yang bertajuk Gaung Genta-genta Mendut. Begitu banyak umat manusia, khususnya di Indonesia ini yang kian menggaung. Apakah gaung itu karena perihnya kehidupan yang dialaminya atau gaung gelak tawa dari para pemburu rente yang sedang menikmati keuntungan berlipat yang ia raup dari ketidak harmonisan kebijakan pemerintah yang ada. Semuanya seolah dapat dipetik dari karya seni yang ditaja Epi Martison dalam acara Borobudur Writers and Cultural Festival (BWCF) beberapa waktu lalu. Tampilan yang begitu mempesona dari karya tersebut juga mampu menggeltik tidak hanya pemerhati tetapi juga pengambil kebijakan untuk mampu melakukan intropeksi diri dalam tingkah dan polanya sepanjang kehidupan kelak.
Gaung Genta tidak hanya sekedar “gelintang-gelintuang” bunyi yang membahana. Ia juga bisikan kebajikan yang sepantasnya menyusup ke dalam sanubari siapa saja yang ingin memaknai kehidupan sebagai sebuah harmoni dalam sinergi kebersamaan. Terima kasih Bung Epi Martison dan teruslah berkarya dengan mengeksplorasi kekayaan-kekayaan budaya bangsa untuk melahirkan tunjuk-ajar yang mencerahkan.
*) Penulis adalah dosen di Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Riau dan juga merupakan salah seorang Pucuk Pimpinan Pemangku Adat di Kabupaten Kuantan Singingi Provinsi Riau.