Sajak-Sajak Isbedy Stiawan ZS
PINTU
pintu rumahku tak pernah terkunci
bahkan untukmu yang singgah
sesaat, lalu memetik buahbuah
dari pohon di halaman rumah
datang dengan senyum
pulang bawa buah ranum
juga daundaun di tubuhnya
telah mengekal kalimatku
: berbaris panjang
— atau sekalimat kecil —
yang kusematkan di rambutmu,
pipimu, bibirmu, juga tiap
langkah ke mana kau menjejak
bumi ini luas
kudekap kau!
2020
MENYUSUN LANGKAH
baiknya simpan jejakmu
sebelum hapus di jalan
jika tak pergi ke mana
susun langkah dari ruang
tamu atau sebelum keluar
dari kamar tidurmu
sebelum ke keramaian
gaduh di jalanjalan
menyingkirkan diri ini
sebelum kau meniadakan
aku sudah tanam percakapan
di tiap lembarlembar
2019/2020
PEREMPUAN DALAM TARIAN BAMBU
batangbatang bambu di tangan
para perempuan, jadi tarian. meliuk
dan menggapai langit tak terukur
melukis tiap gerak dan garis umur
“adakah di pucuk bambu itu
wajahku yang sendu. ataukah
kaudengar angin bersenandung?”
bisikmu. sangat dekat di telingaku
aku berjalan. mendekati perempuan-perempuan
yang menumbuk dengan ujung bambu
tapi iramanya, iramanya, sampai
padaku adalah desah rindu
seperti kerinduan daun pada ranting
setia rebung pada buluh, akar dengan
tanah. tarian bersama lentik jemari
yang gemulai. hidup ini kepada udara
kaukah yang memainkan batangbatang bambu
melukis langit dengan dendang
menulis bumi dari rampak bambu
: aku sembilu!
wajah perempuan itu
meluruskan hasratku
menggambar langit dan tanah
dalam irama ketukan: hidup-mati!
Lampung, November 2020
LANGIT WARNA
dan langit penuh warna
kaukah yang menulisnya?
katakata beradu jadi
irama di dalam dirimu
langit bercahaya
purnama terbit di matamu
aku menemuimu malam ini
meliukliuk sebagai penari
langit penuh wana
di bumi gaduh bertabuh
2020
LELAKI
ia, lelaki yang kujumpai di suatu
gedung kantor ambtenar, saat
itu siang — di luar tentu matahari menyengat
mengaruskan keringat — di sini tak! udara
menyejukkan ruangan. kami berdepandepan
secuil percakapan. ia gegas keluar dari ruang
kerjanya. melenggang. di belakangnya, seseorang
menenteng tas hitam, semacam koper, dan
turut gegas
berapa tahun kemudian, ia kujumpai lagi di kantor
yang lain. atau di jalan atau saat menuju
jembatan layang. aku khawatir ia akan terbang
bersama mimpimimpinya. sebagai layanglayang
yang merindukan benangnya putus. ia melayanglayang
nuju laut atau terdampar di pucuk rimba
“tapi aku tak akan pernah habis. ada orang
menyelamatkan aku, atau seseorang dari
keluargaku akan meneruskan sebagai layanglayang
menerbangkan setiap mimpi untuk menemui
tanah berumput emas!”
aku khawatir, kini kau tersangkut. di puncuk
rimba, dan tak hapal jalan turun…
2019/2020
* Isbedy Stiawan ZS lahir dan besar di Tanjungkarang, Lampung. Sampai kini masih menetap di kota yang telah membesarkannya. Lebih dari 40 buku puisi dan cerpen diterbitkan, selain masuk di pelbagai antologi bersama. Buku puisi teranyar karya Isbedy adalah Taisiyah Ibu, Belok Kiri Jalan Terus ke Kota Tua, dan Kini Aku Sudah Jadi Batu! Isbedy sering memenangkan lomba cipta puisi dan cerpen, buku puisinya telah terpilih sebagai buku puisi terbaik, dan list 5 besar Badan Bahasa Kemendikbud RI tahun 2020.