Mohammad Isa Gautama

Puisi-Puisi Mohammad Isa Gautama

SYAIR CINTA SENJA HARI

telah kuterima kabar pertunangan antara kau dan hujan
di sore layang-layang bertebaran
kau menjelma benang kusut
dipintal anak-anak sawah

kuterima dengan hati penuh kecambah
tumbuh bagai jerawat di lipatan catatan kuliah
baru kemarin kita naik angkot pasar raya
memotret keluh sopir mengumpat macet bak serigala

lantas kuputar siaran paling melankolis di radio senja
menunggu senandungmu mengurai pesan kecewa
kusimak dengan jantung terbaru dari pasar loak
membagi kisah asmara dengan frekuensi tak biasa

meski tak pernah kau datang, magrib pun menampar
kueja suaramu mendarat di ponselku
kujadikan arca para pengembara yang melintas
di mentari menurun kisah cintaku

(Padang)

 

SYAIR CINTA ANAK SEKOLAH

saat guru tak masuk lokal, kugambar hati kita
di meja bolong penuh labirin dan ponten merah
kau buyarkan mimpi dengan hardikan tak berkelas
lantas bagaimanakah lukisan ini meniti kisah lawas

tak ada yang tahu kecuali pot bunga pustaka
diam-diam memupuk data kesal kita
diukirnya prasasti ketaksampaian pada mendung
yang telah lama kuperam jadi elang pemenung

elang itu terbunuh pelan-pelan, kusimpan di botol hadiahmu
saat ulang tahun ketujuhbelas, warnanya masih bening
tutupnya penuh jelaga karena jarang kuusap
saat terlanjur bermimpi tentang masa depan yang meriap

hanya terbiar jadi dongeng di selaksa pantai
tempat petualang memerangkap ikan
kau berenang menyerakkan ikan lain dalam hatiku
hiu yang kau pelihara saat cintaku belum pandai bicara

(Padang) 

 

SYAIR CINTA PARA MANTAN

jalan yang pernah dilalui kekasih lama kini datang pula
membuatku sibuk mengartikan marka penuh bunga
jalan yang dulu kau tergelincir dan aku pura-pura menolongnya
kini semakin licin penuh dupa

lantas dunia yang sama menghampiri dengan kode lain
para penerjemah telah kupanggil menyibak arti segala
ruang yang melintas dan pergi dalam diri
betah menggali sumur tak bersisi

jauh menyentuh dasar perut bumi, mengalirkan cerita
bukan dongeng apalagi mimpi para pangeran dan dayangnya
para pengawal sangar setiap waktu siap memangsa kenangan
tanpa belas kasihan

kupacu langkah menuju masa silam menyesatkan
kuurai seribu luka dengan kunci jumawa
kini pohon yang kau tanam tumbuh di bilik jantungku
membongkar sampai bertebaran ingatanku yang banal

(Padang) 

 

SYAIR CINTA KALA SESEORANG PERGI

seseorang pergi dan akan selalu pergi
menangis saat kau belum mengerti arti air mata
seseorang menitipkanmu pada bulan
biar dapat meneropong kejadian di kampung yang malam

seseorang mengirim secarik puisi
tentang rencana demi rencana yang gagal
seseorang melepas merpati
saat bermimpi tentang camar

seseorang menghuni hatimu
kala kau merasa tak lagi punya hati
seseorang merinding kedinginan
kala kau sedu kopi kesiangan

seseorang menantimu melayangkan salam selamat pagi
di minggu teduh, awan riuh
di balik peristirahatan terakhir kata-kata
kau sibak topimu lusuh, sebagai hormat pada nostalgia

seseorang mencintai kepergian laksana menimbun diri menua
ia cintai diri sebisa mungkin sebelum sore melempar sepi
berat, membelenggu
mengunci leher lantas menaruh kerinduan paling sembilu

pada kepergian

(Padang) 

 

SYAIR CINTA TANPA KOPI

kopi telah berselingkuh dengan hujan, sesiang itu
kala kau melenggang tanpa mengucap selamat menikah
pada seseorang yang memang telah berbahagia
di lain hari, belantara yang lain

kopi telah mendustakan rasa pahitnya padamu
kala kau diam saja menerima undangan seseorang
yang mengabarkan tentang pernikahan paling suci
meski tak tercatat di internet, radio dan televisi

kopi telah menamparmu dengan jelaga
kala kau tulis puisi tanpa sadar bahwa puisi telah menikah
dengan ranting-ranting patah yang bergelayut di jeruji kamar
kau cabik masa-masa rawan saat kau bersanding dengan mawar

kau pun berselingkuh dengan kenangan yang kau gambar tanpa kopi
karena kopi ternyata tak pernah menikah dengan rindu dan dendam
di dalamnya badai berkecamuk setelah cuaca memburuk
sesungguhnyalah cuaca pernikahanmu dengan hujan telah di ujung tanduk

(Padang) 

 

SYAIR CINTA PUKUL 12 MALAM

malam bukanlah malam jika tak bercinta dengan kenangan
membuhul kisah-kisah penuh selokan
dalam diri seseorang yang pernah kau nyatakan perang dan sayang
meski orang itu telah kawin dengan pelangi dan awan

akan kau hargai bumi lebih dari sebelumnya akibat percintaan
yang paling asyik dan menyasar lubang terdalam
di balik kenangan tak henti kau sembunyi dan menghilang
tapi kau hadir begitu nyata di lorong kesenyapan

malam bukanlah malam yang pernah kau bercinta dengannya
karena seseorang menatapmu sampai ke ceruk nadi
matanya ranum, sukmanya harum, menelusuri darah penuh lantun
kau bersorak saat raksasa menghentikanmu dalam lamun

karena malam sebenar malam adalah saat kau bercinta
dengan mimpi dan kengerian, seluruh kehilangan
kau bersyair tentang malam yang memuncak di ceruk kesunyian
berdetak mengantar riwayatmu di ujung takdir seseorang

(Padang) 

 

SYAIR CINTA KALA WABAH MELANDA

jangan kau tulis riwayat percintaan
saat kesedihan terkurung dalam cawan
hanya mampu membayangkan
kaki berlari menuju fana

usah kau kirim roti sekadar sarapan
karena telingaku menampung televisi
mataku mematut gawai
mengumpul semu, membujuk tawar

usah kau lagukan syair cinta
menyapa kerdil dunia
kudaki kejenuhan dengan harapan kau masih cinta
melepas kesal mentari tanpa bahagia

(di sana kau tunggu aku
mengantar pesona minum dan makan
mimpi berenang)

tak usah tanyakan rasa meriap
merindu episode kencan purnama
orang-orang berkerumun memotret cinta
bagai bumi masih sama

(Batusangkar) 

 

SYAIR CINTA SEUSAI MENATAP FOTO

kisah orang-orang gembira selalu mekar di bingkai foto
karena semua orang tersenyum menyapa dunia
kisah haru terusir jauh
mengendap sebelum tidur malam

kala tangismu dan tangisku diam-diam bersekutu
menertawakan jiwa yang rapuh dan kesepian
digunjingnya seluruh kekonyolan dan kesialan
tergores dalam sejarah runyam

kini aku jatuh cinta pada foto yang penuh gambarmu
mengibarkan pelangi saat bersantai di tepi hari
kucium kata-kata yang kau susun wangi
menghibur diri yang haus sejumput perasaan

biarlah kususupkan cinta di balik gerahammu
merekam hujan meradang di tepi kolam itu
tempat terpampang seluruh harapan dan kengerian
menunggangi kegagapan mimpiku

dalam episode percintaan
antara diriku dan kenangan

(Padang) 

 

SYAIR CINTA MEMBACA PESAN DI GAWAI

kalau kau rindu kabarku, bukalah gawaimu
di sana diriku melebihi diriku
ajaklah ia bercinta sepuasnya
melebihi yang kau bisa

akan kau renangi selaksa mimpi tentang diriku
akan kau gapai mabuk terindah dalam pernik dunia
kau akui betapa percintaan kita
adalah percintaan yang diangankan dewa

bacalah seluruh tanda yang kukirim lewat
dunia maya yang berlari lebihi cahaya
kau tak akan mampu melukis betapa rekatnya asmara kita
malaikat pun luput merekam pergeseran mata

aku mencintaimu melebihi orang-orang di dunia
di dunia kau dibelenggu isyarat yang tampak
di tanah kau cintai bayang kesemuan
di gawai kau melebur dalam makna yang ada dan tiada

di malam kala semua orang hiruk bercinta dalam layar maya
kudapati dirimu tak hendak berhenti sekadar istirah
kau titi lorong tanpa ujung
mengail kekelaman yang membatu

membuatmu semakin mencintai seluruh dirimu
tanpa mencintaiku

(Padang) 

 

SYAIR CINTA DUKA PANDEMI

ajarkan aku cara bercinta di alam sesak duka, kekasih
agar meringan segala perih
setiap detik gawai berdering
mengabarkan darah di arit malaikat mengering

menambah daftar pelangi penuh dayang-dayang
penyemarak dunia kala terpandang di kaki awan
masih menantiku dengan jantung rawan
diukir namanya di samudra nisan

bercintalah dengan segenap napas yang tersisa
agar dunia masih dibaca dalam cerita
tentang mimpi belum selesai, keinginan berkuasa
sehelai rambut yang tersangkut di secarik surat sesiapa

di sana tertulis pesan warisan tentang masa
yang barangkali tak kunjung tiba
terhempas di catatan ahli kesehatan
dan diary pengendara ambulan

setialah berkabar di sela jadwal perjumpaan, sayang
agar masih kau tata jua rencana demi rencana
bukan kiriman virus yang tak henti meracuni rindu
menukar sepoi angin dengan bangkai jantung dan paru

(Batusangkar) 

 

SYAIR CINTA GERIMIS PAGI

air, setitik demi setitik turun dalam kelembapan perasaan
sesungguhnyalah jantungku telah sangsai dihuni gerimis
sebelum mentari sembunyi di balik riwayat pagi
seekor kucing terburu mengendus sarapan amis

berselancar di ketinggian prasangka dirimu
menukar kepolosan cinta yang mulai pudar
digerus zaman dan berita rawan
orang-orang tersandar di dinding kusam diserbu virus garang

kulepas jua sepasang merpati di balik rinai pagi
semoga menembus awan yang tak memutih
kubayangkan mendarat di punggung kardus pengemis
rindu sebongkah sisa vitamin pasien isolasi

kasih, seserpih demi secuil cinta masih coba kutanam
di sela hiruk kelangkaan oksigen di malam nyalang
kala tidur adalah kosa kata yang meriap dalam kamus sekarang
dan esok mesti tetap berjaga dalam kemalangan

(Batusangkar) 

 

SYAIR CINTA SORE BERDURI

sore masih berjalan, merambat dalam kecemasan
nadi yang telah lama tersumbat
di terowongan zaman
semarak oleh perih dan segala percobaan meruntuhkan
rasa kasmaran

sore masih mengirim rindu dari seberang gunung masa depan
kala seseorang mengeja rindu di balik sunyi obrolan
ditingkahi pesan dari dunia maya yang selalu menyerang
meruntuhkan khusyuk tidur di malam lengang

sore masih mengurai kata-kata di balik dada yang ingin bercinta
malam nanti belum tentu tersedia kopi dan gula
karena suara kesedihan lebih tajam dan menyaran
menjadi tema paling sibuk di musim kematian

sore penuh duri menusuk sukma orang-orang
kala puisi tak sanggup mencatat kejadian di rusuk topan jalang
air dari awan menetes tidak untuk menyuburkan
hanya melapangkan jalan menuju pusara paling sunyi
saat upacara penguburan

(Batusangkar) 

 

*Mohammad Isa Gautama lahir di Padang, 21 November 1976. Menamatkan Sarjana pada 2000, Jurusan Pendidikan Bahasa Inggris, Universitas Negeri Padang dan Magister pada 2004, BKU. Ilmu Komunikasi, Universitas Padjadjaran Bandung. Pada 2012-2015 studi Doktoral di program jurusan Media, Culture and Society, bidang kajian Political Communication, University of Hull, Inggris. Kandidat Doktor di Program Pendidikan Vokasi, Pascasarjana Fakultas Teknik, UNP. Tahun 2007-2011 sebagai dosen luar biasa di Universitas Bung Hatta dan Universitas Andalas. Menulis puisi sejak 1988 dan telah memenangkan berbagai sayembara penulisan puisi. Puisi-puisinya telah dimuat di berbagai media diantaranya, Media Indonesia, Republika, Bali Post, Majalah Sastra Horison, dan media-media cetak di Sumbar. Dua buah buku puisinya yang sudah terbit adalah Jalan Menangis Menuju Surga, Penerbit Basabasi, Yogyakarta, 2018) dan Bunga yang Bersemi Kala Aku Sunyi, Penerbit Bitread, Bandung, 2019). Dua buku kumpulan kolom dan esainya, Modernisme tanpa Pengaman (Penerbit Kabarita, Padang, 2020) dan Politik tanpa Dialog (Penerbit JBS, Yogyakarta, 2020). Merupakan 1 dari 15 emerging writers dalam ajang Ubud Writers and Readers Festival, Oktober 2017. Terpilih sebagai peserta Borobudur Writers and Culural Festival (Yogyakarta-Magelang, 2019). Pendiri dan Fasilitator www.geram.ga (Gerakan Aktif Menulis-Sumbar), sebuah portal kepenulisan untuk para penulis berbakat, 2017-2018.