Pesona Tipu Daya Marietje Van Oordt

Oleh Imran Hasibuan

Marie Elisabeth van Oordt merupakan tokoh kriminal paling termashyur di Hindia-Belanda di awal abad 20. Masa kecil Marietje adalah kehidupan yang kelam. Ibunya, Cecile Elisabeth Marie van Oordt, anak seorang pengacara. Tapi, sejak remaja Cecile telah diusir oleh keluarganya dan hidup di sebuah kampung. Ayah Marietje tidak dikenal, mungkin seorang Indo-Eropa atau seorang pribumi Indonesia. Marietje lahir di Surabaya, tahun 23 Oktober 1897. Tapi, karena Cecile tidak mampu atau tidak mau merawat anaknya, Marietje diserahkan ke panti asuhan yang dikelola suster-suster Ursula di Surabaya.

Setelah beberapa waktu, Marietje diadopsi pasangan Bronsgeest, yang merawat dan mengirimnya ke sekolah. Tapi, pasangan ini meninggal ketika Marietje berusia dua-belas tahun. Marietje kemudian menghabiskan waktu di asrama “Bala Keselamatan” di Surabaya. Pada usia empat belas tahun, dia melarikan diri dan mulai memasuki dunia prostitusi dan penipuan.

Dari tahun 1914, Marietje van Oordt sudah muncul sebagai penampil terkenal di surat kabar Hindia-Belanda. Pers menulis tentang dia dengan sangat teratur: seorang wanita dengan pesona, keanggunan dan daya pikat, kadang-kadang muncul di sana-sini dengan nama yang berbeda. Praktik penipuannya memakan banyak korban, terutama pemilik toko dan pelaku bisnis perhotelan. Metode kerjanya: dia berpura-pura sebagai keturunan dari keluarga berada, berhubungan dengan seorang pria dan menginap di hotel, kemudian berbelanja dengan nama palsu, akhirnya menghilang.

Marietje segera terkenal sebagai seorang penipu muda, yang aksinya ramai diberitakan surat kabar Hindia-Belanda. Dalam Java Bode edisi 19 Maret 1915, yang mengutip sebuah artikel di Soerabaia Nieuwsblad, ia diperkenalkan sebagai berikut: “Jika Marietje melakukan sesuatu, dia melakukannya dengan baik untuk dirinya sendiri, sedangkan untuk pihak lain biasanya berakhir dengan kerugian. Kita tentu tidak perlu menjelaskan siapa ia, semua orang sekarang mengenalnya dengan alias ini-itu….” Dalam Preanger-Bode 29 Mei 1915, ia disebutkan sebagai “gadis yang sangat bersemangat, yang tidak terlalu dekat dengan moralitas– seperti yang dipahami dalam masyarakat kita yang baik”.

Marietje van Oordt sempat hidup dalam pernikahan singkat. Di tahun 1915, di usia 18 tahun, ia menikah dengan Christiaan Krop, seorang penata rambut, dan melahirkan seorang putra yang diberi nama Chris. Perkawinan itu berakhir dengan cepat, dan putranya tumbuh di sebuah panti asuhan.

Marietje kembali ke gaya hidupnya yang lama. Ia kadang-kadang menyebut dirinya sebagai Elly Bronsgeest. Karena “cara-cara kreatif”nya, ia digambarkan di media-massa sebagai “penampil seni penipuan”. Medio 1917, ia ditangkap dan dikenakan dakwaan sejumlah penipuan.

Dalam keputus-asaan, Marietje mencoba mengakhiri hidup dengan minum cairan sublimat. The Preanger-Bode , edisi 10 April 1917, melaporkan: “Layanan kesehatan membawanya ke rumah sakit, tempat sejumlah sublimat dipompa keluar dari tubuhnya…. Segera setelah semua bahaya berlalu, di malam yang sama gadis itu (yang baru berusia hampir 20 tahun) meminta untuk diizinkan pulang”.

Bagaimanapun ia coba mengelak, delapan bulan kemudian Marietje sudah berada di hadapan pengadilan Batavia untuk mempertanggung- jawabkan perbuatannya. Bataviaasch Nieuwsblad , edisi 11 Desember 1917, memberitakan Marie Elisabeth van Oordt diadili karena sejumlah penipuan “yang merugikan Ms. Schwab, Steenbergen Soeurs, Penjahit Asmail, dan Toko Bombay Daramdas di Passar Baroe.”

Reporter itu melanjutkan: “Kita jarang melihat pengunjung begitu penuh di halaman depan gedung pengadilan. Para hakim, juru sita, saksi, polisi, jurnalis, dan orang-orang yang penasaran tampak di sekeliling gedung, dan pengunjung baru terus berdatangan. Ketika bel tanda persidangan dimulai berbunyi, aula besar hampir penuh terisi penuh…. Terdakwa Marietje Van Oordt sekarang masuk. Penampilannya sederhana tapi penuh selera: berpakaian putih, stoking putih, sepatu hak tinggi putih, rambut pirang gelap dangan potongan penuh gaya…. Tuntutan penjara delapan bulan tidak menggentarkannya; dia hanya terlihat agak pucat, sementara pipinya dipenuhi jerawat. Usianya baru 20 tahun. Setelah tuntutan dibacakan, 16 saksi dipanggil, dibagi menjadi tiga kelompok, yang akan didengar masing-masing hari Sabtu, Senin dan Selasa “. Atas saran jaksa penuntut umum, diputuskan untuk menggelar sidang tertutup. Keputusan ini membuat para pengunjung kecewa, karena mereka ingin menyaksikan langsung persidangan skandal penipuan itu.

Artikel lain dimuat dalam De Reflector, sebuah mingguan bergambar, menulis: “Marietje tidak lebih daripada seorang kriminal. Aksi penipuan sudah menjadi kebiasaannya…. Ia seorang bintang drama dengan kapasitas langka dalam dirinya”. Salah satu kreasi Marietje yang paling sukses adalah Lady Elly Brondgeest, karakter yang memungkinkannya bepergian ke seluruh Jawa, tinggal di hotel kelas satu, dan memakan banyak korban di sana-sini. Dia bahkan berhasil bertunangan, sebagai Freule Brondgeest, dengan seorang letnan pertama Angkatan Darat Hindia-Belanda.

Artikel itu melanjutkan dengan nada sedikit kagum: “Jadi, Marietje sendiri percaya sebagian besar kreasi itu berasal dari otaknya yang hebat. Kebohongan dan aktingnya memang begitu meyakinkan, sehingga para korbannya percaya bahwa mereka mendengar kebenaran sejati. Ia juga percaya dengan fantasinya sendiri. Ia menumpuk satu kebohongan di atas kebohongan lain, sampai menjadi ‘menara kebohongan’. Tapi, bagaimanapun, setiap bangunan kebohongan adalah fondasi yang rapuh, tidak memiliki keberadaan yang lama, dan segera runtuh.
Kemudian ia muncul dengan cerita baru, membuat jaring kebohongan baru, bertindak dalam peran yang berbeda, di tempat yang berbeda, di adegan yang berbeda. Dan ia selalu berhasil, meski hanya sebentar, karena kebenaran selalu lebih kuat daripada kebohongan. Ia selalu sukses, karena meskipun tidak cantik, Marietje memiliki pesona tertentu dan keanggunan alami. Ia bisa berpura-pura tidak bersalah seperti gadis kecil di sekolah asrama, sehingga dengan singkat menaklukkan hati laki-laki dan menempatkan mereka dibawah kehendaknya”.

Foto Marietje yang diterbitkan dalam artikel tersebut menunjukkan bahwa ia adalah seorang gadis Indo-Eropa. Persidangan tampak meringankannya: majelis hakim menghukum “Lady M.E. van Oordt” karena penipuan dan pemalsuan, dengan vonis “satu tahun penjara dan denda 500 gulden”. Namun, dalam sidang banding, April 1918, pengadilan memperberat hukuman menjadi dua tahun penjara.

Ia dibebaskan April 1920. Sebulan kemudian, dalam edisi 20 Mei, Preanger-Bode melaporkan bahwa Marietje belum kehilangan “leluconnya”. Surat kabar itu melaporkan: “…Marietje van Oordt yang telah dibebaskan dari penjara belum lama ini, sekarang sedang dicari lagi oleh pengadilan. Kali ini, ia menghadapi tuntutan dari Charles du Perron. Sebelum dipenjara, ia rupanya mendatangi rumah keluarga Du Perron di Bandung. Marietje memperkenalkan dirinya sebagai Nyonya Krapp. Ia ingin menyewa Gedong Menu, milik keluarga du Perron di Meester Cornelis Batavia, yang sedang kosong. Ia juga mengaku bahwa suaminya memegang posisi tinggi di Paketvaart, dan akan menanggung biaya sewanya. Dengan pesonanya, Marietje berhasil meyakinkan Tuan Charles du Perron”.

Tapi, sampai delapan bulan kemudian uang sewa belum dibayarkan. Selama itu, rumah sewaan itu dipakai untuk menggelar pesta-pesta fantastis, dan ditinggalkan dalam kondisi rusak berat. Charles du Perron segera menuntut Marietje ke pengadilan. Ketika tersangka Nyonya Krapp alias Marietje van Oordt dibawa ke persidangan, yang terjadi malah sebuah “pertunjukan yang menghibur”.
Persidangan itu berlangsung hingga 16 November 1920. “Terdakwa M. van Oort” dijatuhi hukuman satu tahun penjara, lagi-lagi karena penipuan dan pemalsuan.

Tapi itu semua tak membuat Marietje jera. Ia terus melakukan aksi tipu-tipunya, dan korban pun terus berjatuhan. Pada 1928, Marietje kembali dipenjara di Batavia. Kali ini, ia diwawancarai oleh seorang watawan Java-Bode. Dalam wawancara itu, Marietje mengatakan: “Saya bukan wanita jahat, tetapi dunia lah membuat saya seperti ini … orang-orang telah menginjak-injak kehidupan saya”.

Sejak itu hingga tahun 1930 Marietje van Oordt menghilang dari pemberitaan. Awal 1930-an ia “bekerja” di Hotel de Boer yang terkenal di Medan, dimana kemungkinan ia berperan sebagai pelacur papan atas yang sering mengunjungi hotel itu. Di sana ia bertemu dengan seorang Inggris bernama J. Simpson, yang kemudian dinikahinya di tahun 1935.

Setelah kematian Simpson, sekitar 1938, Marietje memulai hubungan gelap dengan Raden Flip Soedargo, seorang priyayi Jawa yang bekerja sebagai petinggi di Djawatan Pos di Batavia. Mereka mengadopsi seorang anak laki-laki, Robbie. Pasangan ini kemudian tinggal di Makassar, dimana mereka mengalami pendudukan Jepang. Di kota ini Marietje Van Oordt terlibat dalam penyelundupan makanan dan informasi ke kamp-kamp tahanan orang Belanda/Eropa. Akibatnya, ia dipenjara dan dilecehkan dengan kejam. Nyaris ia tidak selamat.

Usai masa perang, Marietje dan Sudargo berpisah. Robbie tinggal bersama Sudargo, dan Marietje kembali ke kota kelahirannya, Surabaya. Untuk memutus masa lalunya, ia menggunakan nama tengahnya dan menyebut dirinya sebagai “Ellen”. Selama waktu ini, ia secara teratur melakukan kontak dengan putra kandungnya, Chris (yang juga tinggal di Surabaya) serta keluarganya. Masalah akibat “seni rayuan”nya sempat berlanjut pada periode ini, tapi tidak berlangsung lama.

Karena ketegangan politik yang tinggi antara Belanda dan Indonesia pada 1950-an, Marietje pindah ke Singapura pada 1957. Di Singapura, ia berhasil masuk dalam komunitas masyarakat Inggris dengan nama Ellen Simpson. Awal 1960-an, ia pindah ke Kuala Lumpur. Surat-surat yang ditujukan kepada putra dan keluarganya menunjukkan bahwa Marietje telah jatuh miskin. Ia bisa bertahan hidup berkat sedikit tunjangan bulanan dari keluarganya. Dalam surat-surat tersebut terungkap rasa bersalah tentang kehidupan masa lalunya, ia menyesal dan mohon pengampunan.

Marietje van Oordt alias Ellen Simpson meninggal dunia 13 Maret 1974, di usia 77 tahun. Seorang temannya menulis: “Ia dimakamkan di Kuala Lumpur dalam sebuah upacara yang sederhana, dengan cukup banyak teman memberi penghormatan terakhir “.

 

*Imran Hasibuan adalah seorang Produser dan Penulis