Pos

Puisi-Puisi Yohan Mataubana

TUA KOLO PANGGIL PULANG tua kolo 1 su2 bikin mabuk musim hujan saat natal beri kabar kalau mercun sudah pikul warna perpisahan akhir tahun   di lopo3 dan sane4 ain manu pasti bikin laku tobe5 tambah ut’luat 6 bikin sa7 pun air liur meleleh usi amakoet dan usi amatani bilang ayam jantan dan kambing mau disembelih […]

Puisi-Puisi M. Anton Sulistyo

TENTANG EKSIL SESUDAH MENDENGAR LAGU WHEN I’M 64  *) -1- ketika lampu kenangan mulai padam satu-satu kata-kata kadang kehilangan makna, barangkali  makna memang tak perlu kata-kata. Seperti tamsil  dalam puisi penyair eksil tanpa negara, tanpa nama,  tanpa titimangsa. Seperti suara yang menggigil lebih lirih dari embusan angin, jauh + terpencil tapi sangat mengusik batin:  “bersiaplah […]

“Tidak Ada Waktu bagi Nyonya Fatmah, Barda, dan Cartas”: Kriminalitas Filosofis

Tiga Drama Kuntowijoyo (2) Oleh Seno Gumira Ajidarma Skandal dan pembunuhan di perkebunan apel yang menjadi rahasia 15 tahun. Terungkap sebagai naratif filsafat eksistensi, berbalut konsep waktu kualitatif Bergson. Praktik berfilsafat Kuntowijoyo melalui naskah lakon. Naskah drama Kuntowijoyo (1943-2005) kedua dalam seri perbincangan ini, “Tidak Ada Waktu bagi Nyonya Fatmah, Barda dan Cartas”, adalah salah satu […]

Puisi-Puisi Chris Triwarseno, S.T.

Notre-Dame Cathedral Basilica Berdiam : Kitab Perpisahan Pergantian Natal mungkin saja salju-salju menghambur dingin pelukan pada lonceng-lonceng natal berdentang menghangatkan cemara-cemara berhias kerlip menitip cahaya-cahaya kasih pada puluhan aneka cokelat di ranting-ranting hidupnya yang mulai asing cawan anggur menanti sulang teguk demi teguk kenang melepas dahaga kerinduan dalam perjamuan malam yang tak pernah ia lewatkan […]

“Rumput-Rumput Danau Bento”: Fakta Rawa, Fiksi Danau

Tiga Drama Kuntowijoyo (1)   Oleh : Seno Gumira Ajidarma   Naskah drama Kuntowijoyo yang terbenam sejarah, manuskripnya bermukim di PDS HB Jassin, TIM, Jakarta. Pertama dari tiga drama Kuntowijoyo yang dibaca ulang dan diperbincangkan kembali, dalam proyek mandiri, Susastra di Bawah Radar, untuk menggali gubahan tersembunyi. Dalam “Rumput-Rumput Danau Bento”, fiksi menjadi informasi praktis […]

Badan Bahasa dan Penghargaan Sastra Cerpen

Oleh : Agus Dermawan T. Badan Bahasa – Kemendikbudristek (Kementerian Pendidikan, Kebudayaaan, Riset dan Teknologi) menggelar sosialisasi Penghargaan Sastra Cerpen 2023 pada 13 November lalu. Dalam acara yang diadakan di Hotel Best Werstern Premier, Jakarta Timur, itu para sastrawan yang buku kumpulan cerpennya masuk dalam Lima Besar Penghargaan Sastra Cerpen 2023 diundang untuk berbicara. Mereka […]

Graffiti Gratitude dan Cyberpuitika, Dua Tonggak Sastra Online

Oleh: Tulus Wijanarko* Bayangkanlah sebuah keadaan tanpa Facebook, Twiiter, WhatsApp, Line dan para sejawatnya yang kerap di sebut bagian dari media sosial itu. Pada awal dekade 2000-an, semua medium tersebut belum ada dan “tempat” berkumpul paling asyik di dunia maya saat itu adalah mailing-list (milis). Sekadar menyegarkan ingatan, milis adalah sebuah grup diskusi, biasanya dibentuk […]

Dari Jalan Semarang Sampai Kayutangan

Antologi Sastra The 12th Borobudur Writers and Cultural Festival 2023 Segera Terbit…. Judul : Dari Jalan Semarang Sampai Kayutangan Penulis : Afrizal Malna, Sutradji Calzoum Bachri, Tengsoe Tjahjono, Jose Rizal Manua, Bode Riswandi,Denny Mizhar, Dwi Pranoto, Esha Tegar Putra, F. Aziz Manna, Felix K. Nesi,Hasan Aspahani, Kedung Darma Romansha, Ki Narko Sodrun,M. Faizi,Mardi Luhung, Mashuri, […]

Konsep Kerja Putu Wijaya Teror Mental & Bertolak Dari yang Ada

Oleh: Jose Rizal Manua   Di awal Agustus 1975, mulai dari larut malam hingga fajar merekah saya sangat tertarik menyaksikan latihan Teater Mandiri di Teater Halaman- Taman Ismail Marzuki, Jakarta, yang dipimpin oleh Putu Wijaya, setelah tinggal di masyarakat komunal Ittoen selama 7 bulan (1973). Latihan yang dilakukan oleh Putu dengan beberapa anggota Teater Mandiri […]

Miguel de Unamuno: Tuturan tentang Kabut Penderitaan Eksistensial

Oleh: Tony Doludea*   Melalui novel Mist (Spanyol: Niebla) (1914), Miguel de Unamuno mengungkap penderitaan filosofisnya. Unamuno menggunakan dunia tuturan khayali itu sebagai alat untuk menguak eksplorasi tema-tema eksistensial hidupnya. Pagi itu Augusto Perez, seorang pemuda kaya, yang baru saja kehilangan ibunya. Sedang asyik berjalan-jalan santai di bawah naungan payung. Cuaca gerimis tipis disertai kabut. […]