Pos

Seni Rupa Sepakbola: dari Endang Witarsa, Shin Tae-yong sampai Patrick Kluivert 

Oleh Agus Dermawan T.* Para seniman nyaris tidak lagi menggubah karya bertema sepakbola. Apalagi di masa sekarang ketika naturalisasi pemain malang-melintang. Mengapa? Padahal dulu acap dibangun patung monumen pemain legendaris! Satu artikel untuk menyongsong pertandingan pra Piala Dunia Indonesia versus China di Stadion Utama Gelora Bung Karno, Jakarta, 5 Juni 2025. ———— PERTANDINGAN sepakbola Piala […]

Memoria yang Meniti Waktu dalam Detachment dan Deteritorialisasi 

Oleh: Indro Suprobo* “Art is not communicative, art is not reflexive. Art, science, philosophy are neither contemplative, neither reflexive, nor communicative. They are creative, that’s all.”  Gilles Deleuze  —– Pernyataan Deleuze ini memang keras dan menampar. Ia menegaskan bahwa seniman itu tidak semata-mata menghadirkan pesan atau representasi dari realitas, melainkan pertama-tama dan yang paling utama adalah […]

Belajar kepada Cakil: Dari Anatomi Gerak ke Filsafat Kebudayaan 

Oleh Purnawan Andra* Dalam khasanah budaya Jawa, wayang bukan sekadar tontonan tradisional. Ia adalah ensiklopedia nilai, refleksi etis, dan sekaligus filsafat hidup yang menjelma dalam tokoh, kisah, dan laku gerak. Setiap karakter dalam pewayangan tidak hanya berfungsi sebagai figur dramatis, tetapi mempersonifikasikan aspek-aspek terdalam dari sifat manusia.  Arjuna bukan semata kesatria, tapi lambang keseimbangan batin […]

Pancasila, Kebudayaan dan Bina Bangsa

Oleh: Djoko Saryono* Ada pertautan saling menguntungkan [simbiotis] antara Pancasila, kebudayaan, dan pembangunan bangsa. Sebagai temuan cemerlang bangsa Indonesia yang otentik dan koheren, karakter inti Pancasila adalah gotong royong. Sebagaimana bangsa Amerika memiliki karakter inti kebebasan, bangsa Tiongkok memiliki karakter inti keuletan atau ketangguhan, bangsa Indonesia memiliki karakter inti kegotongroyongan. Kegotongroyongan sebagai karakter inti Pancasila […]

Erni: Cokek Teluk Naga

Oleh: Ninuk Kleden-P* Cokek di Rumah Kawin Cerpen Erni: Cokek Teluk Naga bukan fiksi. Ia  etnografi yang materinya diperoleh dari penelitian beberapa tahun, dan ditulis dengan pendekatan “baru”. Etnografi Novelistik ,dapat dirujuk dalam Expressions of Ethnography; Novel Approaches to Qualitative Method (Robin Patric Clair ed. 2003), khususnya bagian lima “Short Stories as Expressions of Ethnography” (175 – […]

Destinasi Bernama Ramah: Hariyanto dan Siasat Menyusun Wajah Wisata Indonesia

Oleh: Doddi Ahmad Fauji* Ketika Negara Belajar Menyambut Ada banyak cara membangun sebuah negeri. Sebagian memilih jalan industri. Sebagian lagi mengandalkan tambang, atau megaproyek infrastruktur. Tapi ada satu jalan yang kerap dilupakan—jalan yang tak selalu diukur dengan angka ekspor atau volume kontainer, tapi dengan sapaan ramah, cerita warga, dan jejak kaki orang asing yang pulang […]

Mempertimbangkan Pak Wibawa 

 Oleh Purnawan Andra* Dulu, di persimpangan jalan utama dekat alun-alun kota kelahiran saya di Magelang, berdiri tegak sebuah sosok yang familiar dan tak lekang oleh waktu: ia adalah patung polisi yang tegak berdiri di samping traffic light “bernama” Pak Wibawa. Dalam posisi beristirahat, sorot matanya tajam mengawasi lalu-lintas. Tidak bergerak apalagi menoleh, tentu saja.  Tak […]

HUANG FONG, 89 Umurnya, 70 Tahun Karirnya 

Oleh Agus Dermawan T. Huang Fong, 89 tahun, adalah pelukis aktif tertua di Indonesia sekarang. Tengah tahun 2025 ia genap 70 tahun melukis. Karyanya sangat khas. Hampir semuanya mengabadikan alam dan kebudayaan Bali. Ia pun menjadi ikon dalam dunia seni lukis modern Bali. ———— SEJAK tahun 2020, Huang Fong sering kali mengirim video yang unik. […]

Monyet, Hanuman, Tubuh Tradisi dan Kemanusiaan Kita 

Oleh Purnawan Andra* Dalam lanskap kebudayaan Jawa, monyet bukan sekadar satwa, tetapi citra kompleks yang hidup di antara seni, mitologi, dan politik identitas. Ia hadir dalam narasi-narasi tubuh, mulai dari performa spiritual Hanuman dalam Ramayana hingga tubuh-tubuh primata yang diseret ke jalanan sebagai topeng monyet.  Tubuh-tubuh ini bukan hanya hadir untuk ditonton, tetapi dipertunjukkan sebagai […]

Puisi-puisi Tengsoe Tjahjono

DI TEPIAN KALI JAGIR Di bawah jembatan nyaris ambrol— bayangan pohon beringin membatu, sungai tak mengalir—ia menatap. Air jadi mata, menyimpan rahasia pabrik tua dan tangis anak-anak plastik. Siluet trem masa lalu menggeretkan kerangka besi— tanpa roda, tanpa suara. Hanya asap yang melukis salib pada langit kelabu. Langit yang lupa cara berduka. Aku melihat arwah […]