Pos

Koperasi Seniman: Membangun Sanggar Bersama di Era Ekonomi Keserakahan

Oleh: Gus Nas Jogja* Di sebuah Sanggar yang remang dan sunyi, seorang seniman duduk sendiri menyusun imajinasi. Wajahnya diterangi bukan oleh cahaya ilham, melainkan oleh pendar dingin layar gawai. Di layar itu, angka-angka menari—jumlah likes, views, shares. Angka-angka itu adalah hakim sekaligus juri bagi karyanya, menjadi takaran absah bagi eksistensinya. Ia merasa bebas, seorang kreator […]

Menegaskan Makna Pemajuan Kebudayaan

Oleh: Purnawan Andra*   Setelah sewindu berlalu sejak disahkannya Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2017 tentang Pemajuan Kebudayaan, kini bangsa Indonesia memiliki Hari Kebudayaan yang diperingati setiap 17 Oktober. Penetapan ini didasarkan pada Surat Keputusan Menteri Kebudayaan Nomor 162/M/2025 tanggal 7 Juli 2025, yang merujuk pada momen bersejarah 17 Oktober 1951—ketika Presiden Soekarno menandatangani Peraturan Pemerintah […]

Antara Istana dan Jalanan: Seni Melawan Dinasti dan Masa Depan Indonesia

Oleh: Hadi Aktsar*   Jika Niccolò Machiavelli hidup di Indonesia hari ini, mungkin saja ia akan duduk santai sambil menyeruput espresso di sebuah warung kopi di bilangan Harmoni, Jakarta, tersenyum tipis sambil memandang ke arah Istana Merdeka. Bukan karena kagum atau bangga, tapi karena segala strategi kekuasaan yang ia tulis dalam “The Prince” lima abad […]

Sastra Sebagai Cetak Biru: Literasi Humanitarian dalam Ekosistem Kebudayaan

Oleh: Gus Nas Jogja* Di antara denting gong yang mengambang di udara senja dan bisikan daun lontar yang mengering, terukir sebuah peta yang tak kasat mata. Ia bukanlah peta geografis, melainkan sebuah cetak biru, sebuah arsitektur jiwa yang menjadi fondasi bagi ekosistem kebudayaan Nusantara. Peta ini, yang selama berabad-abad diwariskan dari mulut ke mulut, dari […]

Takengon Kota Seribu Kafe Kopi

Oleh: Pietra Widiadi*   Di Banyuwangi, ada istilah seribu cangkir yg disandingi seribu Gandrung. Jombang dijuluki kota santri dan Lamongan kota seribu pesantren. Saya ingin mengenalkan Takengon kota seribu kafe kopi. Julukan yg mengoda dan bisa menggelora, bukan karena gimik pasar wisata tp memang begitu adanya. Mari kita telusuri daerah-daerah penghasil kopi terbesar di Indonesia. […]

Estetisasi dan Politisasi

Oleh. Mudji Sutrisno SJ.*   Estetisasi adalah kerja yang memperindah tampilan serta panggung pertunjukan diri. Namun, tampilan mengada-ada itu selubung yang menyembunyikan fakta sebenarnya. Apakah negara panggung, penelitian ahli budaya Geertz yang dikembangkan Umar Kayam (alm.) menjadi negara gebyar merupakan estetisasi kenyataan semu? Jawabnya, ya. Sebab, basis kenyataan material nyata nusantara berada di penjajahan VOC, […]

Pertarungan dan Sihir Bahasa

Oleh: Tjahjono Widijanto* Semenjak linguistik dikenal sebagai sebuah ilmu, bahasa berada pada dua ketegangan perdebatan dan keterbelahan. Belahan pertama memandang bahasa sebagai sebatas alat dan mereduksinya menjadi sekedar perkara gramatika. Belahan kedua, aliran yang memandang bahasa bukan sematamata persoalan gramatikal tetapi juga refleksi kategori-kategori mental kognitif manusia dan zamannya. ​Pada belahan pertama, bahasa dilihat sebagai […]

Gayo adalah Budaya Kopi

Oleh: Pietra Widiadi & Dewi Arum Nawang Wungu* Belum tahu tahun berapa pastinya, tetapi Pemerintah Hindia Belanda mulai menggalakkan kopi di Dataran Tinggi Gayo PD tahun 1908. Kopi-kopi Gayo di bawa dari Jawa, salah satunya dari Malang. Mungkin seperti di Lampung yang di awali dari orang-orang dari Blau, Ngajum, Malang. Dari beberapa diskusi tentang Kopi […]

Puisi Mantra Sutardji Calzoum Bachri: Gerbang Ganda dalam Portal Kata

Oleh: Gus Nas Jogja* Catatan Kuratorial Gus Nas Jogja Sutardji Calzoum Bachri, penyair kelahiran Rengat, Riau, Indonesia, telah lama menjadi ikon dalam dunia sastra Indonesia dengan puisinya yang unik dan revolusioner, sering kali disebut “puisi mantra.” Karyanya menantang konvensi bahasa dan puisi, menggiring pembaca ke sebuah perbatasan di mana makna logis menipis dan pengalaman transendental […]

Religiositas Seni (Rupa) atau Seni Religius?

Oleh: Mudji Sutrisno SJ.* Hartojo Andangdjaja dalam bukunya “Dari Sunyi ke Bumi” (Grafiti, 1991, hal.18-19), menulis bahwa puisi religius dengan interpretasi puitik yang baik tidak pernah mendesakkan suatu kepercayaan apapun kepada pembacanya. Puisi itu ‘hanya’ menyatakan apa yang dihayati penyairnya. Bilapun termuat pengabaran atau ‘dakwah’ maka pengabaran dalam puisi religius yang baik akan terasa lebih […]