Iwan Fals, Cok Rampal, dan Kerbau Suci Cikal

Satriana Budi

Oleh Ria Satriana Budi

TULUS Setio alias Cok Rampal terperanjat. Tiba-tiba Iwan Fals mencetuskan keinginan untuk membuat album baru. Iwan ingin perupa jebolan ITB yang pernah membantunya pada 1982 bermain banjo dan mandolin di album Opini itu terlibat.

Padahal, saat 1991 itu, Iwan baru menuntaskan rekaman album SWAMI II, dengan Hio sebagai tembang jagoan. SWAMI II saja belum beredar, kok, sudah mau proses album baru. Begitu pikir Cok.

Setelah berdiskusi cukup panjang, akhirnya Cok bersedia. Tapi dia meminta Iwan, jangan sampai album baru itu menyalahi kontrak dengan SWAMI, yang salah satu personelnya digawangi dedengkot musik balada, Sawung Jabo.

Iwan sepakat. Dia lega, girang bukan kepalang. Suhu dingin Lembang, Bandung, Jawa Barat, yang menusuk tulang mendadak hangat. Iwan tak peduli telah menabrak siasat marketing industri musik bahwa dua album dengan penyanyi sama, tak semustinya keluar pada waktu bersamaan.

Saking gembiranya, Iwan sampai berteriak, menyebutkan satu per satu musikus yang akan terlibat. Dia sebutlah, Cok Rampal, lalu Mates, Gilang Ramadhan, dan Totok Tewel.

Iwan merasa klop dengan Cok. Mereka satu selera, penikmat lagu-lagu folk ala Donovan, Bob Dylan atau John Denver. Keduanya lalu sepakat untuk mengusung tema nuklir di album baru itu. Tema yang kemudian dipertegas dengan munculnya lagu terakhir di Side B. Judulnya Proyek 13, berisi kegelisahan Iwan tentang rencana pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir.

Angka 13 itu jelas, merujuk pada mitos kesialan. Boleh dibilang, lagu ini memang tentang sebuah proyek yang menurut Iwan bakal membawa celaka dua belas. Sial bangetlah.

Meski gagasan nuklir untuk listrik di tanah air sudah bergema sejak 1956, pada periode 1991-1996, polemik itu kian meruncing. Hal ini membuat kegelisahan Iwan menjadi-jadi.

Iwan memang was-was berat. Dia khawatir, Semenanjung Muria di Kabupaten Jepara, Jawa Tengah, yang sejak 1975 sudah diputuskan menjadi lokasi terbaik pengembangan energi nuklir di Indonesia, bakal terwujud. Terlebih, Agustus 1991, Menteri Keuangan saat itu, JB Sumarlin, sudah menandatangani kontrak kerja sama proyek PLTN dengan perusahaan konsultasi NEWJEC Inc.

Bukan tanpa alasan Iwan risau. Iwan merasa, di negeri ini, yang orang-orangnya mengurus sampah rumah tangga saja tak becus, seolah tidak belajar dari musibah kebocoran radioaktif di negara lain. Tragedi Chernobyl di Uni Soviet, dekat kota Pripyat, Ukraina, pada 26 April 1986 sungguh menakutkan Iwan.

Iwan takut, sebab dentuman reaktor PLTN yang meledak itu telah melepaskan partikel radioaktif yang konon 400 kali lebih dahsyat dari hantaman bom atom di jantung Hiroshima dan Nagasaki. Bencana Chernobyl, setidaknya, telah melibas 142 ribu kilometer persegi di utara Ukraina, selatan Belarusia dan wilayah Bryansk di Rusia. Kawasan itu seketika terkontaminasi radiasi nuklir.

“Meskipun kurang paham tentang radiasi, uranium, plutonium, aku tahu radioaktif panjang usia. Pembangunan PLTN harap hentikan,” tulis Iwan, dalam lagunya itu.

Bekerja sama dengan Gins Studio, proses pengerjaan album ini begitu menyita waktu dan energi bagi Iwan dan Cok. Mereka kelelahan, tapi senang.

Seiring waktu, tujuh tahun setelah album itu keluar, datang badai krisis moneter 1998. Ini seperti berkah di tengah musibah lain. Pengembangan energi nuklir yang butuh dana jumbo terpaksa vakum, dihantam petaka keuangan.

Album baru Iwan itu diberi label “Cikal”, diambil dari nama anak kedua Iwan, Annisa Cikal Rambu Basae.

“Nama itu artinya perempuan calon pendobrak gerbang. Makanya saya didobrak mulu nih,” kata Iwan, terkekeh.

Annisa Cikal Rambu Basae semasa kecil (Sumber Foto: Instagram @cikal)

Annisa Cikal Rambu Basae kecil bersama kakaknya Galang Rambu Anarki (Sumber Foto: Instagram @cikal)

Manajer Label International Warner Music Indonesia (2006-2007) Adib Hidayat menyebutkan, musik di album Cikal bernuansa eksperimental jazz. Lewat nuansa ini, pendengar seolah disuguhkan kedahsyatan musikalitas tiap personelnya. Pintu improvisasi dibiarkan terbuka lebar. Musikus boleh menjerit, menangis, meluapkan energi bermusik sesuka hati.

Iwan memakai coret-coretan tangan Cikal untuk ilustrasi sampul album. Ada kerbau, ada ular sanca, juga anak petani yang terkurung dalam lingkaran. Warna album didominasi hitam. Desain grafis album digarap Work Gallery dan fotografer Harry Suliztiarto.

Foto album Cikal (Sumber Foto: Ria Satriana Budi)

Cikal dipasang sebagai lagu ketiga Side A. Tak seperti lagu-lagu Iwan sebelumnya, lirik lagu ini sulit dicerna. Coba simak penggalan liriknya: kerbau suci di kepala, kerbau teman petani, ular di negara maju menjadi sampah nuklir serta ular di sini yang memakan tikus. Absurd, bukan?

Di lagu Cikal, Iwan memainkan gitar akustik, tambourine, dan kelenengan sapi. Totok Tewel memberikan ritme lain dengan gebukan timpani di akhir lagu.

Kini, 30 tahun berlalu sudah. Cikal yang saat album itu lahir berusia enam tahun, telah tumbuh dewasa. Umurnya sekarang 38 tahun. Sepintas, karakter wajahnya mirip Galang Rambu Anarki, putra pertama Iwan, yang meninggal dunia di usia 15.

Annisa Cikal Rambu Basae (Sumber Foto: Ria Satriana Budi)

Cikal begitu dekat dengan Iwan. Segala urusan musik ke berbagai pihak, Cikal yang menangani. Sementara istri tercinta, Rosana yang akrab disapa Yos, sibuk berkutat sebagai ketua umum Orang Indonesia, ormas berbasis penggemar Iwan Fals garis keras, yang dibentuk 22 tahun silam.

“Dia (Cikal) galak. Saya dimarahin terus,” kata Iwan.

Annisa Cikal Rambu Basae bersama Iwan Fals (Sumber foto: Instagram @cikal)

Meski galak, bagaimana pun, Cikal tetaplah menjadi putri kecil bagi Iwan. Coretan tangan mungil Cikal untuk sampul album yang berisi kerbau, sanca, petani, dan sawah, menjadi salah satu pemicu kenekatan Iwan menelurkan album baru selain SWAMI II. Kenekatan yang membuat Cok Rampal–meninggal dunia pada 2017–sempat terperanjat. Alfatihah untuk almarhum Cok Rampal.

*Penulis adalah wartawan