Sajak-Sajak Ahda Imran

Tulisan di Kaus Oblong

Yang bertuhan pada jubah
hanya akan mendapatkan ludah

 

Pemandangan

Hari-hari semakin buruk. Orang-orang berjalan
sambil memegang kepala mereka agar tak lepas
Pepohonan berhenti menyimpan angin dan daun
Pepohonan yang berbuah begitu saja, retak seperti
telur menetas; mengeluarkan gumam dan bisik-bisik
Menggema dan bergulung-gulung di udara. Ludah
membuat semua jalan jadi basah. Di permukaannya
tampak langit biru dan bidadari

 

Yang Membelah di Pucuk Lidah

Tubuh dingin berkaki hujan
Langit putih rambut angin
Melambai kekasih di kejauhan
Manusia dan kata berpeluk ingin

Musim gugur pohon basah
Mantel biru tubuh perempuan
Gelap berpilin di kelok tikungan
Manusia membelah di pucuk lidah

 

Buku Harian Lidah

Aku ingin keluar
Membersihkan waktu
Lalu tidur di atas batu
Dalam hutan di bawah akar

 

Jenasah Lalu

Orang-orang terus mati
Keluar dari jeruji

 

Percakapan di Kantor Politik

Serupa abu sepotong kayu
angin mudah menghembusku
Aku bersalin warna jubah
selemas gerak lidah

Dan kuharap kau tahu
Ini permainan belaka; kelana
para pesolek dari bandar ke bandar
Tak ada seteru atau pertarungan apapun
melainkan cara menebar umpan
Agar ikan-ikan berkerumun

Lalu kami memasang jaring
Di pulau yang tenang—dekat gedung
parlemen dan istana presiden—kami
saling berbagi

Aku suka sekali melihat ikan-ikan bodoh itu
mati dengan mata terbelalak. Air keruh
sebentar akan tenang, seperti kupaham
benar di mana tepian ingatanmu

Jangan melawanku
sebab kau tidak tahu siapa
di pangkal lidahmu. Kumaafkan
kepalan tanganmu sebab
kau tidak tahu belaka;
siapa majikanmu

Serupa abu sepotong kayu
angin mudah menghembusku
Aku bersalin jubah dan lidah
Semudah kubuat semua jadi darah

Dan kuharap kau tahu

 

Di Kota Suci

Wabah mengepung Kota Suci

Peziarah raib
Lengang yang jadi gaib;
ketika lelaki itu masih
memanggul salib
Mengitari hitam Batu Suci

Putih darahnya
Biru langitnya

 

*Ahda Imran menulis puisi, cerpen, drama, skenario, biografi, dan esai. Kumpulan puisinya yang telah terbit “Rusa Berbulu Merah” (2014). Tinggal di Bandung, bergiat di Selasar Bahasa dan Titimangsa Foundation.