Puisi-Puisi Pulo Lasman Simanjuntak
RUMAH SAKIT
tergulir waktu dari almanak
permainan langka
kalau atau menang
jadi sandera yang hilang
rekaman status ialah dengkur roh-roh
siapa giliran diinfus
kematian genap
nyanyian mazmur menggeledah subuh
tertidur renyah sampai pinggir jendela
kutelantarkan kicau burung
“gantungkan spermatozoa,” tegasmu
ada tanya curiga
jari-jari karet menari
musik cacat
sempurna sudah
Jakarta, Tahun 2021
SAJAK JUMAT SORE
saat sembahyang menutup matahari terbenam
kubayangkan tubuhku tergantung di tiang bukit tengkorak
sementara di luar jendela hujan deras
makin membuat hatiku gelisah
untuk pulang menuju ke pembaringan malam
Pamulang, Agustus 2008
MENULIS PUISI SEPANJANG ENAM PULUH TAHUN
menulis puisi sepanjang enam puluh tahun
jarijari tanganku milik lansia yang tak pernah punya rumah
sepi dari nyanyian bayi
sunyi selalu membuntingi matahari pagi
kini jadilah aku pengembara
dengan tulang rusuk kanan masih terluka
untuk pujangga dari pulau sumatera
untuk pewarta yang tak pernah raih sarjana
menulis puisi sepanjang enam puluh tahun
jari-jari tanganku sukacita tidur di rumah duka
tak ada salam tuli dikumandangkan berulangkali sambil duduk bertapa
menghadap empat puluh wajah
yang menyiram bunga-bunga dengan airmata yang mengeluarkan suara-suara
dari bawah peti jenazah
kematianmu jadi saksi panjang
kita pernah berkelahi di gereja tanpa darah
menghapal ratusan ayat-ayat suci
dan berlari sampai jantungku terbanting
di aspal tikungan jalan taman kota
menulis puisi sepanjang enam puluh tahun
jari-jari tanganku banjir air hujan
menyantap sop daging ayam
impor dari negeri sial dan dendam
diiringi sirene ambulans kepalsuan
kami pulang penuh kecemasan
Pamulang, Minggu 20 Juni 2021
KRITIS
suara-suara gaib
sepanjang lorong rumah sakit menua
seperti hewan membenci matahari
setengah hari lingkaran waktu
salibkan jati diri
sabarlah, pesan perawat medis dengan mata lumpuh
begitu banyak perkawinan menelan bencana
amarah primitif di ruang perawatan sakit ginjal dari pulau sumatera
jadi angan-angan mandul
dalam status tertulis biopsy testis
permainan silang
kesendirian yang bersalju
Jakarta, Tahun 2021
IBUNDA MATI MUDA
i/
kutulis kembali sebuah puisi
untukmu ibunda tercinta
yang mati muda
kanker peranakan rajin beranak
masa kanak-kanak mengeras
rumah sewa beranak-pianak
ii/
kutulis kembali sebuah puisi
untukmu ibunda tercinta
yang gemar berjudi dengan sperma
memukul-mukul rotan dan obat antibiotika
jeritan malam dari kampung sebelah
rumah tangga tak bisa berdoa
iii/
kutulis kembali sebuah puisi
untukmu ibunda tercinta
yang tinggalkan kesendirian
tanpa pesan dalam sumur kematian
sunyi yang terlantar
sakit terus berkepanjangan
dibantingnya tubuh tanpa nyanyian
disodorkan singkong racun penderitaan
iv/
kutulis kembali sebuah puisi
untukmu ibunda tercinta
meninggalkan kami dalam keterasingan
anakmu yang perempuan menyilet lengan
bau minuman keras menyusup malam lenggang
tarian-tarian liar di pinggir jalan
sampai derita membuntingi dewa kekejian
v/
kutulis kembali sebuah puisi
untukmu ibunda tercinta
engkau telah turun ke dunia orang mati
tak pandai aku mengeja Injil
tak ada lagi pohon natal yang bisa berkelahi
tigapuluhtahun menyembah bangunan baal
berzinah dengan betsyeba
kejam dan keji seperti atalya
vi/
kutulis kembali sebuah puisi
untukmu ibunda tercinta
aku terkapar
sekarat
di rumah-rumah perempuan sundal
dibalut tulang kering sakit kelamin
rajin bersetubuh dengan pemanggil arwah,
roh peramal masuk ke dalam kamar
empatpuluh abad berenang
di atas tikar
rawa-rawa dosa menggelepar
vii/
kutulis kembali sebuah puisi
untukmu ibunda tercinta
lihatlah anakmu
telah hidup dalam kebenaran
melayani ibu-ibu berkebaya emas
bermata berlian memuji Tuhan
jadi pelayan sambil menantikan kedatanganMu
yang kedua kali
Pamulang, Selasa 27 April 2021
IBUNDA
1//
minggu siang tak secerah yang lalu
hari itu ada musibah
letih tubuh
menangis sukma
bunda pergi
untuk selama-lamanya
sakit dan penderitaan
2//
dengarlah suara lirih sajak ini
dimuntahkan dari isi hati
meskipun jasadmu dalam liang kubur
rohmu pasti mendengar
terjahit dalan batin terluka
3//
engkau meninggalkan kami
kenangan dan nirmala
pesan sorga pasti tempatmu
kebaikanmu jadi pahala
siap membuka pintu-pintu langit biru
4//
ketika mulutmu sudah lumpuh
tak bisa bicara
ketika perutmu tak bisa mengunyah manna
aku seolah-olah merasakan penyakit kutuk
sehingga airmata ini terus mengalir
ke tong sampah rumah sakit beracun
5//
kupandang lagi tubuhnya yang makin mengecil
mau bersatu mesra dengan malaikat maut
aku tak bisa berbuat apa-apa
selain terus menulis sajak ini
tentang doa yang sekarat
sepi yang makin kurus
nyawa yang tak terurus
6//
pada akhirnya ibunda menutup mata
giginya tinggal tulang belulang
bumi pun berhenti berputar
dari sebelah tangan kanan
penyair yang nyaris kelaparan
Pamulang, Kamis 19 Mei 2022
RUMAH PERSUNGUTAN
Berangkat dari kesesakan
Bukan penderitaan panjang
Penyakit turunan
Saling berdesakan
Takut rumah sakit bertingkat menyebalkan
Seribu keluhan didudukkan
Selalu saja suara gurun dipantulkan
Mengapa sering ada penyesalan ?
Jejakjejak perempuan terbayang
Berputar waktu dibuang kemandulan
Sudahlah, hanya Tuhan yang berperan
Sejak masuk dalam kebenaran
Hanya firman kini berteman
Dari mulai matahari terbenam
Sampai bulan memanjang
Hanya kukenangkenang
Khayalan tak berkesudahan
Pamulang, 30 April 2021
TANAH PAPUA , KETAKUTANKU TERNUNGKUS LIMA ABAD
Perjalanan dimulai dari sebuah bandara
hiruk pikuk rasa kantuk
terbanglah rajawali menembus malamhari
perempuan gemulai berbahasa sunyi.
Setelah bersatu dengan terbitnya matahari pagi
di wilayah paling timur nusantara tanah Papua
mulailah cerita bertemu dengan keasingan di negeri sendiri.
Oi, selamat datang di hutan bumi tua Papua
tanahku yang menghijau dengan siraman air dingin Danau Sentani.
Pucatlah mukaku dihiasi rambut ikal sepanjang belum menyentuh Kota Jayapura.
Tiba di Lembah Baliem Wamena tanpa penghuni sunyi lagi
mari kita beribadah sehari saja berdoa di gereja kota
tak terdengar nyanyian pujian atau rebana ditabuh .
Maka kami pun masuk sebuah hotel tanpa air jernih
lampu-lampu dapat menyala di hati kami
hanya tergenang bau rawa.
Perjalanan dilanjutkan menerobos gunung dan bukit meliuk-liuk
mayat-mayat yang diawetkan.
Jayapura-Wamena, Maret 2021
*Pulo Lasman Simanjuntak, dilahirkan di Surabaya, 20 Juni 1961.Menempuh pendidikan di Sekolah Tinggi Publisistik (STP/IISIP-Jakarta). Belajar sastra secara otodidak. Sejak tahun 1980 sampai tahun 2022 sajak-sajaknya telah disiarkan di Majalah Keluarga, Dewi, Nova, Monalisa, Majalah Mahkota, Harian Umum Merdeka, Suara Karya, Jayakarta, Berita Yudha, Media Indonesia, Harian Sore Terbit, Harian Umum Seputar Indonesia (Sindo), SKM.Simponi, SKM.Inti Jaya, SKM.Dialog, HU.Bhirawa (Surabaya), Koran Media Cakra Bangsa (Jakarta), Majalah Habatak Online, negerikertas.com, Harian Umum Utusan Borneo, Sabah (Malaysia) , Portal Sastra Litera.co.id, ayosekolah.com, KABNews.id, bicaranetwork.com, brainly.co.id, wallpaperspeed.id, majalahsuluh.blogspot.com, sudutkerlip.com, kompasiana.com, antaranews.com, kliktimes.com, suarakrajan.com, widku.com, literanesia.com , hariandialog.com, bisnistoday.co.id, sepenuhnya.com, ruangpekerjaseni.blogspot.com, dan majalah digital Apajake.