Puisi-Puisi Isbedy Stiawan ZS

 

NAMAMU

namamu kucari di tumpukkan buku

halamanhalaman mulai berdebu

 

JALAN

aku tinggalkan jalan setapak itu

rerumputan tak menyimpan jejakku

 

RUMAHMU

rumahmu selalu kutuju

biarpun tak kulihat kau di situ

tapi, aneh, aku datang dan datang

 

SAHABAT

kini kita adalah sahabat

aku bercerita untukmu

 

KEMUDIAN

padahal aku pernah merapikan rumah itu

kemudian kau mengusirku tanpa kenangan

 

PINTU

dulu sekali aku datang

lalu siangi harihari

setelah itu pintu pun kaukunci

 

LAHIRKU

: aph

bagaimana kusembunyikan kata

sedang lahirku telanjang?

 

KAU?

sebiji jambu dari tubuh pohon

kini tumbuh di tubuhku, kau?

 

KENANGAN

pada tumpukan kenangan

lupa kububuhi titimangsa

 

PATUNG

aku lelap saat di luar gaduh

kau patung seusai bah itu

 

ASSALAMUALAIKUM

assalamualaikum

aku tak menunggumu, pulanglah!

 

MENJUMPAIMU

cara lain menjumpaimu

akan kututup segala pintu

 

JAM

tibatiba angka di jam tanganku

melompat jauh melebihi laut dan padang

 

POHON

sebagai pohon, kau tak memucuk

lihatlah ke akar, sudah hunjamkah?

 

KITA

sore ini bertemu

kita telah jadi lain

 

SUNGAI

di bibirmu sungai menujuku

aku jadi kuala untuk riakmu

 

TIDUR

malam, kau belum beri aku tidur

di mataku pengembara tak lelah

 

PERGI

kau pergi saat malam datang

aku sampai sebelum siang

 

BERGURU

aku berguru pada malam

agar tahu jalan lengang

dan kecemasan yang

kau tanam, kupahami

sebagai sepi abadi

Nov 2020

 

KEKASIHKU

di mana kekasihku sekarang

malam telah menyimpan

riuhku ke dalam lengang

bahkan kicaumu jadi gumam

 

PUISI

apa kabar puisi

aku masih punya rindu

beri tubuhmu untuk kupeluk

 

PETANG

pada petang yang sungsang

masihkah kita debatkan

hitungan jejak dan percakapan?

baiknya tutup tirai itu; tirus wajah ini!

 

JARAK

jika tiada lagi jarak

juga usia yang merangkak

kaulah itu pintu yang akan menutupku

 

MENGAJAKKU

ia mengira aku sudah menetap

di dalam tubuhnya; ia mengajakku

seingininginnya…

 

BUNGA

di tanganmu kata

jadi bunga, durinya

aroma setanggi

dan aku menari

menyanyi…

 

MEJA

baiknya rapikan meja ini

jauhkan pisau atau silet

percakapan adalah domino

lupakan siapa kalah

2020

 

SAJIAN

di meja makan ini

bukankah aku

sudah jadi sajian

kelak membuatmu ada?

 

MAAF

sepagi ini kau inginkan

matahari yang telah kupetik

maaf, tak kubawa pulang

sebab tenggelam di lautan

 

DI MANA

kau bertanya, malam ini di mana?

aku menunjuk pucuk daun yang

memandangi langit pekat

dan aku butiran akan membelai rambutmu

 

PAMIT

kau bertanya di mana aku sekarang

ia lupa, aku baru saja pamit dari

telepon genggamnya. memeluknya

lama sekali

 

MENGUSIKKU

kau mengusikku:

tinggalkan ini meja makan

sebelum kubersihkan

 

PUISIKU

puisiku tak lagi menjenguk kafe

main di malmal atau pun duduk

di kolam renang. katanya, sosialita

seperti itu sudah jauh dari percakapan

2020

 

MUSIKMU

musikmu. aku sudah tidur

N sebelum alarm itu juga mendengkur

aduh, mana petikanmu

 

ALAMAT

masih ingat alamatku?

sejenak lagi kutunggu

sekiranya kau siap

tapi, aku masih di jalan!

 

DAUN

dari tanganmu kuterima selembar

daun yang pagi tadi hampir jatuh

di tubuhnya ada namaku tertera

 

*Isbedy Stiawan ZS,lahir di Tanjungkarang, Lampung, dan sampai kini masih menetap di kota kelahirannya. Ia menulis puisi, cerpen, dan esai juga karya jurnalistik. Dipublikasikan di pelbagai media massa terbitan Jakarta dan daerah, seperti Kompas, Republika, Jawa Pos, Suara Merdeka, Pikiran Rakyat, Lampung Post, Media Indonesia, Tanjungpinang Pos, dan lain-lain.

Buku puisinya, Kini Aku Sudah Jadi Batu! masuk 5 besar Badan Pengembangan Bahasa Kemendikbud RI (2020), Tausiyah Ibu masuk 25 nomine Sayembara Buku Puisi 2020 Yayasan Hari Puisi Indonesia, dan Belok Kiri Jalan Terus ke Kota Tua dinobatkan sebagai 5 besar buku puisi pilihan Tempo (2020)

Buku-buku puisi Isbedy lainnya, ialah Menampar Angin, Aku Tandai Tahilalatmu, Kota Cahaya, Menuju Kota Lama (memenangi Buku Puisi Pilihan Hari Puisi Indonesia, tahun 2014): Di Alunalun Itu Ada Kalian, Kupukupu, dan Pelangi. 

Kemudian sejumlah buku cerpennya, yakni Perempuan Sunyi, Dawai Kembali Berdenting, Seandainya Kau Jadi Ikan, Perempuan di Rumah Panggung, Kau Mau Mengajakku ke Mana Malam ini? (Basabasi, 2018), dan Aku Betina Kau Perempuan (basabasi, 2020), dan Kau Kekasih Aku Kelasi (2021).

Isbedy pernah sebulan di Belanda pada 2015 yang melahirkan kumpulan puisi November Musim Dingin, dan sejumlah negara di ASEAN baik membaca puisi maupun sebagai pembicara. Beberapa kali memenangkan lomba cipta puisi dan cerpen.