Puisi-Puisi Aji Ramadhan

Mata Anda

Salam dan sejahtera untuk Anda.

Semoga segala kebaikan
terpatri pada setiap
kegiatan Anda yang menyenangkan.

Sudilah meluangkan waktu sebentar
agar saya bisa masuk
sebagai salah satu bagian
yang mengenyalkan hari Anda.

Perkenalkan,
saya hanyalah burung dengan lidah
belum sempurna. Sehingga,
saya terlalu piyik meresap ke ceruk
kegelapan.

Anda jangan risau.

Saya tidak akan mangap di hadapan
induk. Saya akan mempercepat
pertumbuhan bulu-bulu agar segera
mengepakkan sayap,
lalu terbang di sisi Anda.

Saya berhasrat menjadi mata Anda
demi mencengkeram
horizontal langit.

Gresik, 2025

 

Sarang Raksasa

Bimbing tanganku agar tak sampai menarik tenung.
Jelaskan kepadaku bagaimana diagram
menunjuk batas terang dan gelap, angka mati dan hidup,
serta jejak tanjak dan turun. Terima sebentang peta
yang aku gambar. Tunjuk dermaga-dermaga
bagi kapal yang berlabuh. Aku belajar menghitung
emas, cinta, dan kepastian.

Pesan perihal siaga di antara para kolega
masih aku genggam: “Jangan percaya pada setiap derau
yang menyembunyikan tindak-tanduknya.” Sebab itu,
aku sedikit merunut kenangan dan banyak mendebarkan
gerakan. Tapi, ketahuilah, aku menggarami
akar milik para kolega. Akar itu sempat menjalar liar
hingga menutup mejaku.

“Hari ini masih tidak ada pulang tepat waktu
untukku,” bisikku ketika menegak di hadapan lingkaran
jam, senja di luar jendela, dan lampu ruangan
yang melebarkan kesepian. Lalu, pada malamnya,
aku sempat berbahagia setelah menengok lembaran janji
untuk beberapa minggu ke depan. Lembaran janji
yang mengandung paraf kebijaksanaan.

Apakah tubuhku segera pecah berhamburan? Jangan.
Rehat belum aku butuhkan sebelum selesai mencentang
tabel agenda. Juga, selesai mendengarkan
pawang hujan: “Sedia payung pertanda kehati-hatian
terhadap bolak-balik tabiat angkara.” Aku menjaga
tubuh agar pikiran tidak keluyuran ke segumpal sakit
yang menjangkiti sarang raksasa.

Gresik, 2025

 

Baju Batik

Ibu selesai menjahit baju batik buatku. Baju batik
yang aku kenakan pada hari pertama menumbuk
masa depan. Baju batik buatan ibu sangat penuh

motif bunga. Dan, bagian perutnya yang longgar,
selayak taman bagi gelagat cinta. Aku menyukai
motif bunga itu, seolah harumnya membungkus

tubuh. Dan, motif bunga itu senada pesan lampau
ibu: “Masa depan menghidangkan sesuap serbuk
sari. Pungut. Atau nanti direbut oleh para lebah.”

Gresik, 2025

 

Layar Fajar

Di teras rumah, motor yang kau hangatkan pada hari itu,
derunya menjawil layar fajar.

Di jalan gang, dua tetangga melihatmu. Sapaan mereka
kepadamu seperti siraman air pertama bagi tanaman pot.
Tapi, kau enggan basa-basi, sebab satu dari tetanggamu
bermuka dua:

Depan semanis gula; belakang seasam jeruk purut.

Kau menyetrip sapaan satu tetanggamu itu
hanyalah tangkapan bahan ke mula penerbangan kabar
burung. Kau membayangkan kerja kabar burung dapat
membawamu ke nominal lidah antar lidah.

Pada hal lain, seorang anak selesai menangis di depan
pagar rumah. Muka seorang anak yang berbedak tebal
telah terpupuk kerinduan kepada hari libur. Di mana
seorang anak selalu duduk di sofa sembari menerawangi
kotak dunia antah berantah. Kau mendengar gerutuan
seorang anak:

“Aku ingin jadi merah. Kekuatan yang sempurna.”

Seekor kucing terbaring di samping mesin pompa. Kau
menengok ketika seekor kucing menguap, seolah potret
sekeliling hanya merusak tidurnya. Kau tersenyum
kepada seekor kucing.

Seperempat jam kemudian, kau mengeluarkan motor
dari teras rumah.

Kau mengenakan helm dan menyantolkan tas. Layar
fajar perlahan mengikuti motor dari belakang ketika kau
meninggalkan rumah pada hari itu. Kau membulatkan
tekad hendak menjemput tuah.

Gresik, 2025

 

Tidur Siang

Tidur siang semacam transit setelah pandanganmu
hampir capek keluar dan masuk pada tabir
cahaya. Serta, semacam jeda bagi pikiranmu
yang tercampur siasat dan hasrat.

Kemanjuran tidur siang melunakkan hantaman
godam verbal yang melanglang di atas kepalamu.

Tidur siang tidak mengandung mimpi
warna-warni. Sebab itu, tidur siang selaras frasa
“hemat energi” yang berdengung
demi kegelapan selama kurang dari empat puluh
lima menit sebelum lampu lorong hidup lagi
tepat pukul satu siang.

Beberapa orang tidak menunaikan tidur siang,
lebih pilih pergi ke warung agar melupakan
hal nonteknis tersebab luput kalkulasi
yang sempat terjadi. Atau juga, beberapa orang itu
pilih jadwal mengunjungi mitra kepentingan.

Kau pernah mengikuti beberapa orang itu
ketika tubuh masih terlalu muda untuk tumbuh
menjalari sudut-sudut kerja.

Kau berupaya rajin tidur siang agar apa yang terisi
kembali kosong. Lewat kosong, segala cair
pastilah masuk setelah kau terbangun di atas kursi
yang menghadap ke jendela hijau.

Gresik, 2025

 

Di Bengkel

Keinginan kami yang enggan mengotori kedamaian
rumah. Kami yang enggan cemas di ruang keluarga.
Enggan dongeng milik anak dicemar oleh kami. Patut
kami gariskan apa tugas yang dimulai di bengkel
harus selesai di bengkel.

Kami tidak menghormati segala tunda
kecuali kiamat kecil mengaratkan laporan yang telat.
Kami mohon panjangkan tindakan. Sebab kami
menghendaki rangkaian waktu sebagai tenggang
memperlambat pulang.

Serahkan karcis yang dapat kami bundel pada akhir
pekan. Karcis yang memanaskan mesin pada jam
malam. Mesin yang melahirkan benda-benda
kebutuhan permintaan. Benda-benda yang menunggu
sentuhan perkakas kami agar segera sempurna.

Kami menggemari keringat di punggung. Keringat
yang berbaur dengan minyak, semangat, dan
dentuman. Sehingga, kami mengecambahkan biji api
yang muncrat dari mata gerinda ketika menyentuh
lengkungan pipa.

“Kehati-hatian” pastilah jargon yang kami ikat demi
keamanan masing-masing diri. Jangan beri petuah.
Kami pandai membaca cetak biru dan meluruskan
instruksi yang bengkong. Mari selesaikan tugas agar
menyabuk perut keluarga kami.

Gresik, 2025

 

Kumpul

Sebelah aula begitu longgar. Namun, malam ini,
kita mengabaikan yang kopong, hanya fokus saling

mendekatkan diri. Kita menjadi kertas-kertas yang
direkatkan lem. Sejak menelusuri kesegaran kebun

dan menghirup bau gunung, kita membuka muka
masing-masing. Ataupun, sejak menyelami kolam

hotel, kita sama-sama belajar makna gigil. Tertawa
tercurahkan ketika di antara kita mulai mengolok

satu sama lain. Kita tak mengkhawatirkan durasi
yang tentatif. Memang, malam ini, kita bergerak

lamban dan bersuara pelan. Padahal kita suka-suka
menghebohkan lirih jarum jam di ruang rapat, meja

kerja, hingga kabin mobil. Apalagi, malam ini, kita
sempat gugup sebelum nyanyian pertama, kudapan

tersisa di piring, dan pembawa acara bersiul. Kita
menunjukkan girang yang gamblang meski pendek.

Gresik, 2025

Aji Ramadhan, lahir di Gresik, Jawa Timur, 22 Februari 1994. Tinggal dan bekerja di Gresik. Lulusan Desain Interior di Institut Seni Indonesia (ISI) Surakarta. Tulisan-tulisannya dimuat di beberapa media. Tahun 2022, esainya yang dimuat di Langgar.co, berjudul Kebungson dan Leran, Gresik: Tempat Imajinatif bagi Penyair Penghayat Makam, masuk Sepuluh Tulisan Pilihan Langgar 2022. Tahun 2023, kritiknya berjudul Repetisi Harapan dan Kenyataan Imajiner dalam Puisi Aku Ingin Menulis Puisi, yang mendapatkan Juara Pilihan Lomba Kritik Sastra: Dunia Puisi Taufiq Ismail 2023. Pada Desember 2022 hingga Januari 2023, mengikuti program #Mencari 5 yang diampu oleh Liston P Siregar. Dan, pada Juli 2023, terlibat pada Workshop Menulis Kritik Teater yang diadakan Festival Teater Jakarta. Buku puisi tunggalnya adalah Sang Perajut Sayap (2011) dan Sepatu Kundang (2012).