Meditasi Sarapan Pagi
Oleh: Adi Prayuda
Dalam meditasi, dikenal istilah “hadir di saat ini”. Hadir di saat ini artinya ada ke-oke-an dengan apapun yang terhampar saat ini sebagai aliran hidup.
Tentu ketika hal-hal yang berlangsung sesuai dengan “keinginan”, hadir di saat ini menjadi relatif “mudah”. Bagaimana bila hal yang berlangsung di saat ini tidak sesuai dengan “kepentingan” kita? Di sanalah tantangannya.
Tantangan untuk menyadari resistensi/penolakan di dalam batin. Mengarahkan perhatian ke dalam, alih-alih menguatkan perhatian ke luar untuk mengontrol agar semuanya sesuai dengan apa yang kita mau; semakin menguatkan penolakan, sehingga melakukan perubahan dengan tindakan yang berbasis emosi tertentu.
Akan tetapi, jangan berhenti baca sampai di situ saja. Bukan berarti tidak boleh mengubah keadaan atau mengontrol sesuatu. Bukan berarti hanya diam saja ketika dilecehkan. Bukan berarti tidak melakukan apa-apa ketika ada serangan terhadap fisik. Bukan begitu maksudnya.
Lakukanlah sesuatu. Ubahlah sesuatu. Kontrolah sesuatu. Capailah impian. Namun, sadari bahwa semua tindakan yang kita lakukan memiliki pondasi kesadaran di dalam batin. Ditenagai bukan semata-mata oleh ego kita, demi kepentingan personal, tapi oleh kecerdasan universal yang berbasis cinta kasih.
Bahkan sesederhana sarapan kita pagi ini. Disadari bahwa setiap gerakan sendok/tangan dari piring menuju mulut bukan semata-mata untuk kepentingan tubuh kita saja, tapi untuk seluruh alam ini. Setiap gerakan tangan yang mengantarkan ujung gelas kepada bibir kita disadari sebagai tarian hidup yang ditenagai oleh Sumber Yang Tunggal.
Dengan tubuh kita yang sehat, kita bisa menyebarkan begitu banyak tindakan, berkarya, bekerja, membantu orang-orang, mengekspresikan apa yang menjadi bakat alamiah kita demi menciptakan kehidupan yang lebih damai, harmonis, atau selaras dengan kesadaran kita saat ini.
Dibutuhkan koneksi perhatian dan kesadaran yang bukan hanya sadar akan tubuh fisik kita saja, tapi juga tubuh semesta ini.
Sejatinya, kita tidak terpisahkan dengan apa yang terhampar di saat ini. Kesadaran selalu hadir di saat ini karena kesadaran adalah “saat ini” itu sendiri.
Hanya karena perhatian kita begitu kuatnya terkoneksi dengan dimensi pikiran dan tubuh, kita merasa begitu banyak sekat, tirai, dan pemisah mental: Aku-kamu, milikku-milikmu.
Sehingga sarannya adalah di sela-sela aktivitas/rutinitas/kesibukan kita, ingatlah beristirahat. Bukan hanya tubuh yang beristirahat, tapi pikiran-perasaan juga. Istirahatkan di dalam napas yang masuk dan keluar dulu. Kemudian pelan-pelan istirahatkan perhatian di dalam kelapangan saat ini. Hadir di saat ini.
*Penulis adalah pengasuh “Ruang Jeda”