Senirupa Rusia Garda Depan dan Suprematisme Malevich
Oleh Anna Sungkar
Tahun 1914. Dunia sedang dilanda Perang, tentara Rusia sudah menuju Prusia untuk melawan Jerman di Front Timur. Parit sepanjang 78 km yang membentang dari Laut Utara sampai Swiss sudah dibangun. Semua bersiap, sambil merasakan dingin yang mulai terasa menjelang penutupan tahun. Ternyata perang berjalan lambat, semua pihak bersembunyi di parit masing-masing. Perang berlarut membuat ekonomi morat-marit, dan rakyat Rusia mulai kelaparan. Tsar Nicholas II sebagai panglima tertinggi angkatan perang Rusia yang sedang di garis depan, terpaksa kembali ke Istana, karena terjadi kerusuhan di Saint Petersburg. Namun revolusi telah terjadi, Tsar harus turun takhta. 15 Maret 1917, Nicholas mengumukan pengunduran diri sebagai Tsar. Rusia menjadi negara komunis. Sementara itu gerakan seni Russian Avant-garde sedang mengalami puncak kejayaannya (Willete, 2016).
Russian Avant-garde
Senirupa Rusia Garda Depan atau Russian Avant-garde adalah gelombang besar seni modern yang berkembang dalam transisi Kekaisaran Rusia dan Uni Soviet. Russian Avant-garde mencakup berapa gerakan seni yang saling terkait dan berkembang ketika itu, yaitu Suprematisme sebagai arus utama, diikuti dengan Konstruktivisme, Futurisme, dan Neo-primitivisme. Beberapa seniman yang terlibat dalam Russian Avant-garde antara lain, Kazimir Malevich, Aleksandra Ekster, Vladimir Tatlin, Wassily Kandinsky, David Burliuk, Alexander Archipenko.
Pada awal abad kedua puluh, inovasi artistik Russian Avant-garde telah melampaui situasi kekacauan sosial dan politik yang terjalin dengan intens di Rusia. Selama awal 1910-an, di bawah otokrasi Tsar yang telah memerintah selama tiga abad, seniman avant-garde berusaha menggulingkan konvensi akademik yang telah terpatri. Keberaniannya bereksperimen dengan ide-ide kompleks, membuat mereka dapat mengubah jalan budaya visual modern. Pada tahun 1915, ketika Perang Dunia I mengamuk, lukisan gaya abstrak yang disebut Suprematisme meninggalkan semua referensi gambar lama.
Melalui Revolusi Oktober 1917, partai Bolshevik yang dipimpin Vladimir Lenin kemudian mengambil alih komando dan melembagakan kebijakan Marxis. Antusias dengan tujuan pemerintah sosialis yang baru, seniman avant-garde memilih mengesampingkan ekspresi individu dan mengembangkan bahasa abstrak terstruktur yang disebut Konstruktivisme. Para seniman penganut Konstruktivisme menolak melukis dengan easel, sebaliknya mereka lebih suka mengadopsi reproduksi mekanis yang menggantikan tangan unik seniman dalam memproduksi poster. Dan mereka merangkul media film, desainer, para pemain teater, serta seni fotografi, dalam rangka menarik potensinya untuk menjangkau massa yang lebih besar, demi mewujudkan prinsip demokrasi di awal Revolusi (Marcoci, 2016). Russian Avant-garde mencapai ketinggian kreatif di sekitar Revolusi Rusia Oktober 1917, suatu periode yang merupakan perubahan sosial besar-besaran. Revolusi sosiopolitik pada awal abad ke-20 itu telah mempercepat revolusi seni yang menjadi tonggak sejarah senirupa.
Dalam melukis, Russian Avant-garde tidak mempunyai gaya khusus tertentu, karena karya-karyanya mencakup berbagai gerakan seni seperti yang disebutkan di atas. Kesamaan dalam lukisan periode ini adalah bahwa para seniman melampaui norma dan konsepsi seni yang diterima pada saat itu dan memperkenalkan pemirsa pada ide-ide baru dan imajinasi besar yang mengarah pada kebebasan dalam seni. Ciri utama dari gerakan ini adalah eksperimen yang menolak tradisi akademik apa pun. Semangat Russian Avant-garde tercermin dalam kata-kata Wassily Kandinsky: “Tidak ada keharusan dalam seni karena seni adalah bebas.” Russian Avant-garde juga mendapat pengaruh Ekspresionisme dan isu-isu sosial-politik di Eropa pada saat itu. Demikian pula terdapat pengaruh Impresionisme Eropa, Simbolisme, Fauvisme, dan Kubisme yang ide-idenya telah melakukan perjalanan ke Moskow melalui berbagai pameran (Kampili, Useum beta).
Suprematisme Kazimir Malevich (1878-1935)
Karya yang menjadi simbol gerakan seni Russian Avant-garde adalah komposisi Suprematis oleh Kazimir Malevich, yang diberi judul “Black Square” (1915). Makna dari karya ini dinyatakan sendiri oleh senimannya, “Lukisan ini dari nol, dalam nol, yang merupakan gerakan sebenarnya dari awal-mula.” Suprematisme adalah gerakan senirupa yang dipelopori Malevich dengan berfokus pada bentuk-bentuk geometri dasar, yaitu persegi dan lingkaran.
Gambar 1 – Kazimir Malevich, “Black Square” (1915)
Di dalam bahasanya sendiri, Malevich mengatakan,
“Di bawah Suprematisme, saya memahami adanya supremasi dari perasaan yang murni dalam seni kreatif. Dengan Suprematisme, fenomena visual dari dunia obyek pada dirinya sendiri menjadi tidak berarti. Karena yang terpenting adalah perasaan yang terpisah dari lingkungannya atau permukaannya. Apa yang disebut dengan “materialisasi” dari perasaan pada pikiran yang sadar sebenarnya adalah materialisasi dari suatu refleksi atas perasaan melalui medium yang berupa konsep-konsep realisme. Konsep realistik seperti itu tidak mempunyai nilai dalam Seni Suprematisme.
Tidak hanya pada Suprematisme tetapi juga pada seni secara umum, karena yang abadi dari karya seni hanyalah ekpresi perasaan. Naturalisme gaya akademis, naturalisme gaya impresionisme, gaya Cezanne, Kubisme, dan sebagainya – semuanya itu tidak lebih dari metode dialektika yang tidak punya dasar untuk menjadi penentu nilai kebenaran dari suatu karya seni. Representasi obyektif mempunyai obyektivitas sebagai tujuannya, yang sebenarnya tidak ada hubungannya dengan seni. Dan memang, penggunaan bentuk obyektif dalam karya seni memungkinkannya untuk mendapatkan nilai artistik yang tinggi.
Karena itu dengan Suprematisme, makna yang sesuai atas representasi selalu memberikan kemungkinan ekspresi yang sepenuhnya terhadap perasaan sedemikian tanpa mempedulikan penampakan obyek yang sudah familiar. Obyektivitas itu sendiri tidak mempunyai arti, dan konsep kesadaran pikiran tidak berguna bagi saya. Perasaanlah yang menjadi faktor menentukan, sehingga seni yang muncul merupakan representasi non obyektif. Itulah Suprematisme. Suprematisme akan tiba pada sebuah ‘gurun’ yang kosong tanpa dapat dipersepsikan, namun bisa dirasakan.
Segala yang ditentukan oleh struktur kehidupan yang ideal-obyektif atas gagasan, konsep dan image tentang “seni”, akan dibuang oleh seniman, agar mendapatkan perasaan yang murni. Seni masa lalu yang berdiri pura-pura mengatasnamakan negara dan agama, akan diambil alih oleh seni murni Suprematisme, yang nantinya akan membangun dunia baru, yaitu dunia perasaan (Malevich: 1959, 67-8).
Karya Kazimir Malevich yang lain adalah “Suprematist Composition” (oil on canvas, 88.7 x 71.1 cm). Suprematist Composition dikenal sebagai salah satu lukisan utama dari Russian Avant-garde, dan dianggap sebagai ikon seni Rusia serta contoh paradigmatik avant-garde abad kedua puluh. Suprematist Composition pertama kali dipamerkan pada Pameran Negara ke-16 di Moskow pada tahun 1919-20, yang menetapkan Malevich sebagai salah satu seniman paling berpengaruh di eranya. Pada tahun 1927, Malevich menyertakan lukisan ini ke pameran di Warsawa dan Berlin, memperkenalkannya ke Eropa Barat sebagai suatu estetika yang belum pernah terjadi sebelumnya. Strategi promosi ini telah ia rencanakan pada tahun-tahun menjelang kemenangan Lenin.
Gambar 2 – Kazimir Malevich, “Suprematist Composition” (1916).
Pada Juni 1927, Malevich diperintahkan untuk kembali ke Uni Soviet, namun sebelumnya ia mengatur agar lukisan ini disimpan di Berlin. Demikianlah nasib Malevich, setelah itu ia dicegah meninggalkan Uni Soviet selamanya, di mana ia kemudian meninggal pada tahun 1935. Suprematist Composition kemudian dipercayakan kepada arsitek Jerman Hugo Haring, yang konon menjualnya ke Museum Stedelijk. Akhirnya lukisan itu dikembalikan ke ahli waris artis pada awal tahun 2008. Jarang ada satu gambar yang mewujudkan makna sejarah budaya dan seni sepenting itu.
Lukisan ini membentuk konstelasi geometri dan warna yang cemerlang dalam ruang. Suprematist Composition mewujudkan apa yang Malevich anggap sebagai puncak ekspresi artistik dan “hasil cipta pikiran intuitif.” Lukisan ini menggunakan cara sederhana untuk mengekspresikan konsep yang begitu mendalam. Seperti yang ia lakukan dalam komposisi lainnya sepanjang periode 1915-16. Pada periode itu mode ekspresi Malevich adalah perakitan bentuk dan warna yang diplot secara sistematis pada kanvas. Persegi biru yang miring dan elemen-elemen persegi panjang warna kuning diletakkan sejajar dalam lintasan menuju kanan atas kanvas. Dan elemen itu diganggu oleh pita horizontal tebal berwarna ungu tua. Benda-benda lainnya yang berwarna-warni cerah nampaknya seperti partikel bergerak, yang didorong melalui bidang putih cerah bagaikan balok-balok foton cahaya (Dmitrovka, 2008).
Itulah dasar keindahan dari alam semesta yang diisolasi dan ditonjolkan dalam Suprematist Composition. “Warna dan tekstur dalam lukisan berakhir pada dirinya sendiri,” tulis Malevich dalam risalahnya yang disusun pada tahun 1915-16. “Warna dan tekstur adalah esensi dari lukisan, tetapi esensi itu selalu dihancurkan oleh manusia.” Suprematisme berakar pada keinginan Malevich untuk bergerak melampaui representasi tradisional menuju seni warna murni dan bentuk geometris. Sementara gagasan radikal biasanya berasal dari Kubisme dan Futurisme, Suprematisme mengusulkan sesuatu yang sepenuhnya baru karena menolak dasar subjektif atau asal tematik. Penentangan Malevich terhadap mode representasi tradisional adalah mutlak: “Jika benar semua maestro Renaissance telah menemukan hakekat dari lukisan, maka hal itu akan jauh lebih mulia dan berharga daripada satu patung Madonna atau satu lukisan Monalisa. Bagi saya, satu ukiran geometris pentagon atau heksagon akan menjadi sebuah karya yang lebih agung ketimbang patung Venus de Milo atau David.” (Malevich: 1991, 175)
Refleksi Terhadap Gerakan Avant Garde
Walau tulisan ini hanya berfokus pada salah satu aliran dari Russian Avant-garde, yaitu Suprematisme, namun tidak dapat dipungkiri gerakan ini memunculkan budaya artistik paling subversif dan dinamis di Rusia, dan kebudayaan itu telah menyerbu kancah internasional pada pergantian abad 20. Para senimannya dengan berani mendefinisikan ulang tradisi artistik, dan menghasilkan seni modern yang melanggar pakem tradisi. Dalam bidang sastra, penyair seperti Vladimir Mayakovsky melakukan lompatan ke depan yang serupa. Pada tahun 1912, pelukis Primitivisme Rusia Natalia Goncharova menyatakan bahwa “Seni kontemporer Rusia saat ini telah mencapai ketinggian yang memainkan peran utama dalam seni dunia. Ide-ide kontemporer Barat tidak lagi berguna bagi kami.”
Untuk sementara, kaum avant-garde ditoleransi dan bahkan didorong oleh pemerintahan komunis yang baru. Seniman Rusia Naum Gabo, yang beremigrasi ke Jerman pada tahun 1922, mengenang bahwa “pada awalnya kami semua bekerja untuk Pemerintah.” Sampai batas tertentu, kebebasan ini mencerminkan kurangnya perhatian yang diberikan oleh Komite Sentral – badan penguasa baru Uni Soviet – untuk masalah budaya karena sedang sibuk berjuang dalam Perang Saudara Rusia tahun 1917-22. Pada awal 1922 – tahun berakhirnya perang, dan Joseph Stalin mulai mengkonsolidasikan kontrolnya atas Uni Soviet – Negara sudah mulai menekan kebebasan berekspresi kreatif. Ketika Stalin berkuasa penuh setelah kematian Lenin pada tahun 1924, terjadi perubahan budaya yang lebih drastis. Tidak seperti kebanyakan gerakan dalam sejarah seni rupa, yang cenderung tumbuh secara organik dari momen sosio-historisnya, Realisme Sosialis dipaksakan dari atas melalui tekanan informal sejak awal 1920-an, dan menjadi kebijakan negara sejak 1934.
Lenin mulai menggerakkan roda perubahan, setelah Revolusi 1917, ia meletakkan agenda baru yang menginginkan seni terlibat secara sosial: “Seni adalah milik rakyat. Ia harus memberikan akar terdalam kepada massa pekerja yang banyak itu. Seni harus dipahami oleh massa itu dan dicintai oleh mereka. Seni harus menyatukan perasaan, pikiran dan kemauan massa dan membesarkan mereka. Seni harus membangunkan jiwa seni dalam diri mereka dan mengembangkannya.” Pernyataan ini melambangkan kecenderungan untuk menuju Realisme, namun masih cukup longgar bagi seniman seperti Gabo dan Antoine Pevsner misalnya, untuk mendefinisikan prinsip-prinsip Konstruktivisme Rusia – suatu bentuk abstraksi geometris yang jauh dari gagasan konvensional tentang Realisme, seperti dalam sebuah pernyataan mereka yang berjudul “The Realistic Manifesto” (1920). Dan sesungguhnya Realisme itu, seperti dalam karya pelukis Peredvizhniki dan penulis seperti Chekhov dan Tolstoy, telah memiliki sejarahnya sendiri dalam budaya Rusia.
Akhir Gerakan Avant-garde
Stalin memiliki gagasan mengekang yang jauh lebih spesifik tentang bagaimana seni harus melayani Negara Soviet yang baru. Ketika mengomentari teori Konstruktivisme, ia menegaskan bahwa seni harus melayani tujuan fungsional, yang bagi Stalin, hanya berarti bahwa seni harus menawarkan gambaran yang sangat positif tentang kehidupan di Rusia komunis, dalam gaya visual yang menggambarkan ‘kenyataan hidup’ sehingga bisa dengan mudah diapresiasi oleh massa. Stalin menggambarkan seniman sebagai “insinyur jiwa”, menyatakan bahwa seni harus “nasionalis dalam bentuk, sosialis dalam konten”. Sederhananya, seni digunakan sebagai alat propaganda.
Realisme Sosialis harus dibedakan secara tegas dari karya avant-garde Eropa, namun hingga Lenin meninggal, secara umum seni masih sejalan dengan pemikiran modern budaya artistik Rusia. Stalin memandang rendah seni avant-garde sebagai elitis dan tidak dapat diakses, dan banyak pendukung utamanya melarikan diri ke Eropa. Karena, jika tetap tinggal, mereka akan diisolasi, dibuang, dipenjarakan, atau bahkan dieksekusi, seperti yang kemudian dilakukan Nazi Jerman. Dengan keinginan kuat untuk menjauhkan kebijakan budayanya dari mereka yang tetap bertahan dalam berbagai bentuk di bawah Lenin, Stalin kemudian menonaktifkan sekolah seni yang mengajarkan teori-teori avant-garde. Selanjutnya koleksi lukisan Impresionis dan Pasca-Impresionis yang hebat itu, yang dimiliki publik Rusia dan koleksi pribadi, dipindahkan dari dinding, digulung, dan diangkut seperti tahanan politik ke Siberia. (The Art Story Foundation, 2021).
Pada akhir 1920-an, Pemerintahan yang sekarang dipimpin oleh Joseph Stalin, telah menempatkan pembatasan pada semua aspek kehidupan, termasuk seni, dan menugaskan seniman untuk menghasilkan buku, poster, dan majalah propaganda yang menggembar-gemborkan pencapaian Soviet. Tujuan utopis negara komunis demikian dipaksakan pada seni, pada awal 1930-an, Realisme Sosialis dinyatakan sebagai satu-satunya gaya seni yang diakui. Dengan itu periode eksperimen Russian Avant-garde berakhir.
_____________
Referensi
[1] Dmitrovka, 1919-1920, 16th State Exhibition: Kazimir Malevich, His Way from Impressionism to Suprematism, Salles de B., Moscow, dalam Shoteby’s, Impressionist & Modern Art Evening Sale, 3 November 2008, New York.
[2] Kampili, Theodosia, What is Russian Avant-garde?, Useum beta, https://useum.org/russian-avant-garde/what-is-russian-avant-garde.
[3] Malevich, Kazimir (1959), The Non-Objective World, Paul Theobald and Company, Chicago.
[4] Malevich, Kazimir (1915-1916), From Cubism and Futurism to Suprematism. The New Realism in Painting, reprinted in C. Harrison and P. Wood, eds., Art in Theory, 1900-1990, London, 1991.
[5] Marcoci, Roxana (2 Desember 2016), A Revolutionary Impulse: The Rise of the Russian Avant-Garde, The Museum of Modern Art, New York.
[6] The Art Story Foundation (2021), Socialist Realism – History and Concept, https://m.theartstory.org/movement/socialist-realism/history-and-concepts/.
[7] Willette, Jeanne (21 Oktober, 2016), The Russian Avant-Garde at War, Part One, Art History Unstuffed.
*Penulis adalah Perupa, Pengamat Seni dan Doktor lulusan Institut Seni Indonesia Surakarta.