Dr. Tri Mulyono, M.Pd

Mengenal Tegalerin

Oleh Dr. Tri Mulyono, M.Pd.

Setelah menciptakan KUR 267 dan wangsi, kali ini Lanang Setiawan dan Ria Candra Dewi memperkenalkan genre baru dalam puisi tegalan. Genre baru dalam puisi tegalan dimaksud adalah Tegalerin. Istilah Tegalerin berasal dari kata Tegal yang artinya wilayah Tegal wilayah Barat Provinsi Jawa Tengah. Akhiran –erin mengandung pengertian ‘asli orang atau penduduk Tegal’. Hal ini diilhami oleh kata Berlinerin yang artinya ‘penduduk asli Berlin’. Ahkirah –erin dalam bahasa Indonesia, artinya ‘gadis yang cantik’. Sedangkan –erin dalam bahasa karakteristik artinya ‘menyukai perubahan dan variasi’. 

Salah satu ciri Tegalerin adalah mempunyai pola tuang 2-4: 2-4. Menurut Lanang Setiawan angka 2-4: 2-4 menyimbolkan nama dua orang penggagasnya, yaitu Lanang Setiawan dan Ria Candra Dewi. Kata Lanang terdiri atas dua (2) suku kata sedangkan Setiawan terdiri atas empat (4) suku kata. Hal yang sama juga berlaku untuk Ria Candra Dewi. Sebagaimana dikutip Purbatini (Setiawan, 2021: viii) Atmo Tan Sidik berpendapat bahwa puisi tegalan Tegalerin dilihat dari pola tuangnya memiliki nilai filosifis yang tinggi. Angka 2 melambangkan dua hal yang harus menjadi pegangan umat (Islam) jika ingin selamat hidupnya di dunia dan akhirat, yaitu Al-Quran dan Hadist Nabi. Di samping itu juga dua kalimat syahadat. Angka 4 menggambarkan nilai karakter yang harus diteladani dari Nabi Muhammad SAW, yaitu sidiq, tabligh, amanah, dan fatonah. Sementara itu, angka 24 menggambarkan kalimat laailahaillallah Muhammadar Rasulullah yang terdiri atas 24 huruf. Angka 24 juga menggambarkan usia keselamatan hidup semua makhluk Tuhan, yaitu 24 jam.

Menurut Lanang Setiawan penciptaan Tegalerin diilhami oleh puisi baru pengaruh dari Italia yang telah berkembang di Inggris dan Belanda, soneta. Pengaruh soneta itu tidak dicerap begitu saja, melainkan dengan inovasi dan perubahan di sana sini, misalnnya dalam hal bentuk tuang, jumlah baris, dan rima. Hal ini sesuai dengan namanya, yaitu Tegalerin yang berarti ‘puisi tegalan yang penuh dengan inovasi dan perubahan terhadap konvensi yang ada’. Jadi, Tegalerin adalah puisi tegalan yang ditulis mirip dengan soneta. 

Ria Candra Dewi dan Lanang Setiawan

Ria Candra Dewi dan Lanang Setiawan

 Di dalam Kamus Istilah Sastra, Sudjiman (1986: 61) menyebutkan bahwa puisi adalah ragam sastra yang bahasanya terikat oleh aspek bunyi dan bentuk. Termasuk aspek bunyi adalah rima, irama, dan matra. Termasuk bentuk adalah baris dan bait. Menurut Pradopo (1987) puisi adalah jenis karya sastra yang dapat digunakan untuk mengekspresikan pemikiran, membangkitkan perasaan, dan merangsang imajinasi pancaindra dalam susunan berirama. Ide-ide tertentu, yang tidak dapat diungkapkan melalui karya ilmiah bisa diungkapkan melalui puisi, misalnya pemikiran atau impian hidup yang akan datang. Raden Ngabei Ronggo Warsito misalnya, menuliskan ramalan-ramalannya tentang masa depan Indonesia dalam bentuk puisi. Puisi juga dapat digunakan sebagai media membangkitkan perasaan. Menghibur pembaca misalnya, dapat dilakukan melalui puisi. Puisi dapat merangsang imajinasi pancaindra, dapat mengingatkan pengalaman pembaca pada masa lalu. Membaca Nyanyi Sunyi karya Amir Hamzah pembaca dibawa pada perasaat ketika ditinggal atau jauh dengan kekasih. Waluyo (1991) mengemukakan bahwa puisi adalah karya sastra yang dipadatkan, dipersingkat dan diberi irama. Puisi itu bentuknya padat karena yang dipentingkat dalam puisi adalah perasaan. Puisi menohok perasaan bukan pikiran. Penulisan puisi dibubuhi unsur irama karena puisi untuk dibaca atau dibacakan. Di dalam bukunya yang berjudul Kiat Pembacaan Puisi Teoiri dan Terapan, Gani (2014: 13) menyebutkan bahwa secara etimologi dalam bahasa Yunani istilah puisi berasal dari kata poesis yang artinya ‘penciptaan’. Yang dimaksud penciptaan di sini adalah penciptaan dunia baru, yaitu dunia yang tidak ada dalam realitas sosial alias adanya dalam dunia imajinasi. 

Di muka disebutkan bahwa Tegalerin disusun berdasarkan puisi baru pengaruh dari Italia, yaitu soneta. Mulyono (2020: 54) menyebutkan bahwa soneta adalah puisi 14 baris yang berasal dari Italia. Kata soneta berasal dari bahasa Italia sonneto yang artinya ‘bunyi’. Barangkali karena soneta ditulis dengan memperhatikan unsur bunyi atau sangat menjaga rima. Kata soneta lahir pada masa Renaisance, pada zaman kebangkitan kebudayaan Romawi dan Yunani Kuno. Pujangga Italia pada masa itu ialah Dante, Petrarca, dan Boccaccio. Menurut Mulyono (2000: 54) bentuk soneta adalah sebagai berikut:

(1) soneta ditulis terdiri atas dua suku karangan, masing-masing berbaris empat (quatrain), dan dua suku karangan lainnya berbaris tiga (terzina);
(2) kedua quatrain merupakan satu kesatuan yang disebut oktaf;
(3) kedua terzina merupakan satu kesatuan yang disebut sextet;
(4) dalam oktaf umumnya terdapat lukisan (gambaran) alam atau kejadian-kejadian alam.

Syarat-syarat soneta adalah sebagai berikut:

(1) Terdiri atas 14 baris yang terbagi dalam
a) 2x quatrain + 2x terzina
b) 3x quatrain + 1x distichon
c) 2x quatrain + 2x distichon
d) 2 x quint + 2x distichon

Bentuk sajak dalam soneta adalah sebagai berikut:

a) abba/abab/cdc/cdc, atau
b) abba/abba/ccd/ccd, atau
c) abab/abab/cdd/cdd, atau
d) abab/cdcd/cfcf/gg.

Wahyudi (dalam Sarumpaet, 2010: 97) menyebutkan bahwa bentuk soneta dapat dibedakan menjadi tiga, yaitu soneta pola Italia, pola Skespeare, dan pola Spancer. Soneta Italia disusun dalam dua bait. Bait I terdiri atas delapan baris dengan pola persajakan //abba abba// sedangkan bait II berpola sajak //cdecde// atau //cdccdc//. Soneta pola Skespeare ditulis dalam dua bait dengan pola persajakan bait I //abab cdcd efef// sedangkan bait II berpola sajak //gg//. Sementara itu, soneta Spancer ditulis dalam dua bait dengan pola sajak sebagai berikut. Bait I ditulis dengan pola sajak //abab bcbc cdcd//. Bait II terdiri atas dua baris dengan pola sajak //ee//. Bagaimana dengan Tegalerin?

Tegalerin ditulis dalam empat bait, jumlah barisnya 12, dan persajakannya bebas. Ini sesuai dengan prinsip penulisan Tegalerin itu sendiri yang menyukai perubahan dan variasi. Sebagai contoh adalah Tegalerin karya Atmo Tan Sidik yang berjudul “Sempurnane Urip”.

SEMPURNANE URIP

Gaweane: Atmo Tan Sidik

Tukang kinang
gambire ana

Sung! Ora hebat
wong sing ora zakat
Ora teteg turune
ora jejeg pagere

Amben
kayune nangka

Aja ketuwon
barang dunya lunga
Kenang cilaka
pada langka

Puisi Tegalerin karya Atmo Tan Sidik tersebut ditulis dalam empat bait. Bait I terdiri atas dua baris, yaitu //Tukang kinang/gambine ana//. Bait II terdiri atas empat baris, yaitu //Sung! Ora hebat/wong sing ora zakat/Ora teteg turune/ ora jejeg pagere//. Bait III ditulis dalam dua baris, yaitu //Amben/kayune nangka//. Sedangkan bait IV ditulis dalam empat baris, yaitu //Aja ketuwon/barang dunya lunga/Kenang cilaka/pada langka//.

Hal yang sama juga bisa dicontohkan pada Tegalerin karya Lanang Setiawan yang berjudul “Konsep Urip”. Tegalerin ini ditulis dalam empat bait. Bait I terdiri atas dua baris, bait II terdiri atas empat baris, bait III terdiri atas dua baris, dan bait IV terdiri atas empat baris. Sementara itu, pola persajakannya juga bebas. Artinya tidak mengikuti pola tertentu.

Buku Puisi Lanang Setiawan dan Ria Candra Dewi

Buku Puisi Lanang Setiawan dan Ria Candra Dewi

KONSEP URIP

Gaweane: Lanang Setiawan

Kanda cut laka
gawe wong seneng aja bosen

Ilmu setitik
nabur bade aja bosen
Dudu bade maksiat
tapi badi ben wong dadi hebat

Wong sugih njeprah
sing kober gawe bungah embuh

Pahala ora mung sodakoh
ora sawa-sawa cut
Badai ilmu luwih segala-gala
nyipta wong pinter ngungkuli sahahahaha

Tegalerin karya Ria Candra Dewi yang berjudul “Bleh Peduli Sampeyan Sapa” pun demikian. Ditulis dalam pola tuang yang sama, yaitu dalam empat bait. bait I ditulis dalam dua baris, bait II ditulis dalam empat baris, bait III ditulis dalam dua baris, dan bait IV ditulis dalam empat baris. Sementara itu, bentuk persajakannya bebas.

BLEH PEDULI SAMPEYAN SAPA

Gaweane: Ria Candra Dewi

Maring sampeyan nyong ngabdi
aja ingkar janji

Nyong bleh peduli sampeyan sapa
maring sampeyang nyong wis niba tangi
Mung sampeyang sing tak impi-impi
aja dusta aja mbodoni

Wis tak putusi
sampeyan pepujaning ati

Kembang melati kembang widadari
wis ngrogoh ati aja ngindari
Nyong sampeyan wis rembugan
nata urip nganti pungkasaning jaman

Tegal, 16 September 2021

Berdasarkan tiga contoh Tegalerin dari penulis yang berbeda itu, kita menjadi tahu bahwa Tegalerin ditulis dalam empat bait. Bait I terdiri atas dua baris, bait II terdiri atas empat baris, bait III terdiri atas dua baris, dan bait IV terdiri atas empat baris. Sementara itu, pola persajakan setiap barisnya ditulis dengan tanpa aturan nyang ketat alias bebas.

Jadi, walaupun dikatakan bahwa Tegalerin ditulis dengan diilhami oleh puisi baru pengaruh Italia, yaitu soneta, namun pada kenyataannya sangat jauh berbeda antara keduanya. Baik pada jumlah bait, jumlah baris dalam setiap baitnya, maupun pola persajakannya. Soneta ditulis dengan aturan pola persajakan yang sangat ketat, sementara itu Tegalerin pola persajakannya tanpa diikat.

Pemalang, 04 Oktober 2021

—————

DAFTAR PUSTAKA

Gani, Erizal. 2014. Kiat Pembacaan Puisi Teori dan Praktik. Bandung: Pustaka Reka Cipta.

Mulyono, Tri. 2020. Belajar Menulis Puisi. Yogyakarta: Pustaka Senja.

         Pradopo, Rahmat Djoko. 1987. Pengkajian Puisi., Yogyakarta: Gajah Mada University Press. 

Setiawan, Lanang. 2021. Para Widadari Tegalerin. Tegal: Komunitas Sastrawan Tegalan Sudjiman, Panuti. 1986. Kamus Istilah Sastra. Jakarta: Gramedia.

         Toha-Sarumpaet, Riris K. 2010. Membaca Sapardi. Jakarta: Yayasan Pustaka Obor Indonesia.Waluyo, Herman J. 1991. Teori dan Apresiasi Puisi. Jakarta: Erlangga.

*Dr. Tri Mulyono, M.Pd. Dosen Universitas Pancasakti Tegal