Membaca Durga

Bunga Rampai Tulisan Tentang Durga

Segera Terbit..

Judul: Membaca Durga
Penulis:
Ni Wayan Pasek Ariati, Ph.D., Dr. I Wayan Budi Utama, Prof. Dr. Agus Arismunandar, Dr. Titi Surti Nastiti, Dr. Ismail Lutfhi, I Gde Agus Darma Putra, Ida Bagus Made Baskara, Dr. Wayan Jarrah Sastrawan, Dr. Komang Indra Wirawan, Dr. Darmoko, Wiwin Indiarti, S.S, M.Hum, Cok Sawitri, Goenawan Mohamad, Prof. Dr. Widjajanti Mulyono Santoso, Dr. Sudibyo, Dr. Hudaya Kandahjaya, Dr. Stephen C. Headley, Dr. Lydia Kieven, Drs. Zulkifli Lubis, MA, Bettina WitteVeen, Dr. Ambra Calo, Cecelia Levin, Ph.D.

Ukuran: 15,24 cm X 22,86 cm
Penerbit: Borobudur Writers and Cultural Society (BWCF)
Cetakan ke-1, November 2022
Informasi: admin@borobudurwriters.id

MEMBACA DURGA

Tahun ini BWCF (Borobudur Writers and Cultural Festival) mengangkat pemikiran almarhum Prof. Dr. Hariani Santiko seorang arkeolog penting di Indonesia namun mungkin namanya tidak begitu dikenal luas terkecuali di kalangan arkeolog. Hariani Santiko lahir di Pacitan tahun 1940 dan baru saja wafat tahun lalu 2021. Hariani Santiko mengabdi di jurusan arkeologi UI dan mengajar arkeologi klasik Hindu-Buddha. Kajian-kajian arkeologi yang dilakukan oleh Hariani Santiko di UI sangat dalam, karena beliau menguasai bahasa Sansekerta dan Jawa Kuno.   

Disertasi Hariani Santiko yang dipertahankan tahun 1987 : Kedudukan Batari Durga Di Jawa Pada Abad X-XV Masehi adalah disertasi yang sangat langka dan ditulis dengan standart ilmiah yang tinggi. Kultus terhadap Durga menurut Hariani Santiko merupakan bagian dari kultus dewi ibu pada masyarakat agraris. Durga adalah aspek krodha (dahsyat atau menakutkan) atau sakti (kekuatan/tenaga) dari Siwa. Durga bertugas melindungi manusia dari kesulitan yang ditimbulkan oleh serangan musuh atau orang jahat. Durga sendiri berarti benteng atau ia yang memusnahkan kesulitan-kesulitan atau halangan.

Disertasi ini penting karena menyajikan data dan analisa mengenai salah satu heritage arkeologi kita yang terpenting tapi dilupakan dan jarang dibahas : arca-arca Durga. Disertasi ini sangat bermanfaat karena darinya kita bisa memahami salah satu unsur keagamaan terkuat yang pernah berkembang di Jawa kuno. Disertasi ini sifatnya internasional karena darinya kita bisa memperbandingkan Durga sebagai salah satu pantheon kuat yang pernah dipuja atau dimuliakan dalam Jawa kuno dengan Durga di India kuno atau bahkan India sekarang atau Bali sekarang.   

Adalah fakta peninggalan arca Durga Mahisasuramardini (Durga pembunuh asura yang berwujud kerbau) sangat banyak jumlahnya di Jawa. Yang tertua diperkirakan berasal dari sekitar abad VIII masehi sementara yang termuda dari masa zaman Majapahit sekitar XV Masehi. Selama 700 tahun ini di Jawa berkembang pemikiran mengenai Durga. Selama kurang lebih 700 tahun itu segala  produk-produk keagamaan yang berkaitan dengan Durga mulai  arca,relief, prasasti sampai kakawin-kakawin (puisi) diproduksi di Jawa. Tak bisa dipungkiri secara estetis arca-arca Durga Mahisasuramardini yang ada di Jawa ini memiliki tingkat artistik yang luar biasa yang agak berbeda dengan arca-arca Durga di India yang juga banyak dan elok-elok. 

Betapapun ritual Durga sudah lenyap dan tidak dilaksanakan lagi di Jawa, kalangan antropolog menenggarai bahwa sisa-sisanya sebetulnya tanpa disadari masih meresap dalam ritual-ritual tradisi Jawa di pedesaan. Ritual Durga tidak begitu saja hilang memorinya dari Jawa, karena telah begitu lama- kurang lebih 700 tahun tertanam dalam akar budaya Jawa. Upacara sembelih kerbau dan slametan sembelih kerbau yang masih banyak dilakukan di pedesaan-pedesaan Jawa.

Demikian juga upacara tahunan, gelar sejaji Keraton Surakarta bernama Sesaji Mahesa Lawung. Pada sesaji Mahesa Lawung itu sejumlah kerabat istana dan ratusan abdi dalem akan menuju Hutan Krendowahono, kecamatan Gondangrejo, Kabupaten Karanganyar. Pada tiap upacara di Hutan Krendowahono akan ditanam kepala kerbau hitam.    

Disertasi atau poin-poin utama analisa Hariani Santiko menjadi titik tolak perumusan makalah-makalah dalam buku ini. Seluruh seluk beluk Durga mulai dari ikonografi, prasasti, sastra, konsep teologis sampai bagaimana tema Durga diolah dalam sastra modern dan seni pertunjukan kontemporer Indonesia dibahas dalam dalam buku oleh para ahli lintas disiplin. Para pakar yang diharap akan mampu membandingkan Durga di Bali dan juga di India.

 BWCF beranggapan merayakan pembacaan ulang disertasi Hariani Santiko setahun sesudah wafatnya adalah hal penting, agar kita semua tidak  cepat lupa dengan kerja-kerja besar intelektual kita sendiri berkaitan dengan heritage nusantara.

-----BWCF 2022------