Dewi Lestari, Dalai Lama dan Dialog Virtual
“Satu hal menarik ketika ditanya kapan berkunjung lagi ke Borobudur, YM Dalai Lama menjawab, “Tentu saya sangat senang jika bisa mengunjungi Borobudur lagi. Tapi, bangunan candi adalah bangunan kosong. Candi yang hidup ada di dalam hati dan pikiran kita masing-masing. Mengunjungi candi yang hidup jauh lebih penting,“
Demikian ditulis Dewi Lestari dalam akun instagramnya beberapa waktu lalu setelah ia menjadi moderator dialog virtual anak-anak muda Indonesia dengan Dalai Lama pada Rabu 11 Agustus 2001. Dalai Lama memang pernah berkunjung ke Borobudur pada tahun 1982. Lama tidak berjumpa langsung dengan umat Buddhis Indonesia, Dalai lama pada acara yang diselengarakan Nusantara Darma Book Festival itu bersedia berdialog – dengan mayoritas peserta yang remaja.
Acara daring tersebut diawali oleh chanting dari Morgan Oey. Pemimpin spiritual Buddhisme Tibet dan pemegang Nobel Perdamaian, Dalai Lama XIV itu tampak semangat dan berseri-seri menjawab pertanyaan – bahkan mereka yang remaja. Dee (panggilan akrab Dewi Lestari) –dalam bahasa Inggris yang lancar dalam acara itu tampak berbahagia bisa memandu dialog langka tersebut . Dee mengatakan hari itu adalah sebuah karma yang baik.
”Karma baik telah menautkan kami semua dalam acara bersama YM Dalai Mulia XIV siang hari tadi. This is the first public talk of His Holiness for Indonesian public. Seribu pelajar dan penonton umum ikut menyaksikan sejam lebih beliau ceramah dan menjawab pertanyaan para pelajar dari berbagai daerah.”
Dee juga sempat menyebut Atisha – seorang rohaniawan India yang pernah pada ahun 1013 datang di Sumatra dan belajar selama 12 tahun. Setelah dari Sumatra , Atisha kemudian menetap di Tibet. Ia membabarkan ajaran yang diperolehnya di Sumatra ke Tibet. Dee mengatakan: “Saya senang bahwa Yang Mulia tampak sangat ingin berbagi dengan publik Indonesia hari ini. Dia bahkan berhasil menjawab pertanyaan tambahan, memimpin meditasi singkat, dan berbagi tentang Bodhicitta — sebuah konsep yang agak menghubungkan Buddhisme Tibet dan Nusantara, melalui sosok besar Atisha dan gurunya, Dharmakirti dari kerajaan Sriwijaya,”
Meski hanya virtual, Dee tampak bahagia sekali bertemu Dalai Lama. Berikut wawancara BWCF dengan Dee seputar Dalai Lama dan Buddhisme:
Anda menjadi moderator diskusi dengan Dalai Lama. Apakah sebelumnya sudah pernah bertemu dengan Dalai lama atau mengikuti diskusi langsung dengan Dalai Lama? Atau ini yg pertama?
Saya belum pernah bertemu dengan beliau sebelumnya, jadi pengalaman tempo hari merupakan perjumpaan pertama kami.
Anda selama ini menekuni Mahayana/Vajrayana versi Tibet?
Saya tidak mengkhususkan diri pada satu aliran tertentu. Prinsip saya lebih ke “tidak ke mana-mana, tetapi ada di mana-mana”. Selama ini saya terlibat dalam kegiatan Buddhist berbagai aliran, mulai dari Mahayana, Theravada, Vajrayana, hingga Maitreya.
Apakah Anda pernah belajar kepada Dagpo Rinpoche yang beberapa kali ke Indonesia?
Saya pernah ikut retret beliau di Bandung.
Dalam ceramahnya Dalai Lama menekankan prinsip-prinsip Ahimsa, Karuna, Altruisme yang menurutnya menjadi basis semua agama yang tumbuh di India. Dalai lama juga berulang kali menyebut perlunya religious harmony. Bagaimana tanggapan Anda?
Saya rasa, pesan tersebut sangat relevan dengan situasi saat ini, di mana banyak friksi terjadi antar-agama, bahkan di dalam tubuh agama itu sendiri. Ketika kita fokus kepada hal-hal yang menjembatani dan bukan memisahkan, seharusnya kehidupan beragama di mana pun di dunia menjadi lebih damai dan konstruktif.
Sebelum ceramah Dalai Lama, Morgan Oey melakukan chanting dan gerakan Mudra. Apakah Anda bisa menerangkan chanting dan mudra apakah itu?
Yang saya tahu, chanting tersebut adalah puja yang biasa dilakukan untuk meminta ajaran dari guru. Mudra-nya sendiri merupakan simbol dari bunga lotus.
Sebagai penyanyi apakah Anda pernah belajar chanting?
Tidak, saya belum pernah mempelajari chanting secara khusus.
Apakah Anda juga belajar sutra-sutra Mahayana? Apa sajakah?
Saya banyak membaca buku-buku Buddhisme, yang kadang membahas tentang sutra, seperti Heart Sutra, dan Diamond Sutra, tetapi tidak secara khusus mempelajari sutra secara mendalam.
Anda juga dikenal melakukan meditasi dan yoga bisa dijelaskan seberapa rutin Anda menjalaninya? Dan teknik meditasi apa yang Anda pelajari? Vipasanna?
Pertama kali saya belajar meditasi memang menggunakan teknik Vipassana. Waktu itu saya belajar di Mendut bersama (alm) Hudoyo Hupudio dalam program Meditasi Mengenali Diri (MMD). Hingga kini, setiap saya meditasi, saya selalu mempraktikkan Vipassana.
Pernahkah Anda ikut ritual Mahayana misalnya Api Homa?
Pernah satu kali.
Seberapa jauh pemikiran-pemikiran Budhis berpengaruh dalam novel-novel dan lagu-lagu Anda?
Konsep Buddhism saya adopsi di serial Supernova, yakni konsep Boddhisattva dan pembebasan sempurna. Untuk lagu, saya ada satu lagu yang memang diciptakan khusus untuk tema meditasi, tetapi belum pernah dirilis ke publik, hanya saya nyanyikan beberapa kali di acara-acara Buddhist.
Untuk pembuatan novel Anda, Anda pernah mewawancarai epigraf Ninie Susanti di UI. Seringkah Anda bertemu dan belajar kepada arkeolog atau mempelajari bahasa Sanskrit?
Hanya jika dibutuhkan cerita. Dalam hal ini, kebutuhan epigrafi ada di novel Aroma Karsa. Jadi, untuk kebutuhan itulah saya riset ke UI, menemui beberapa orang epigraf, salah satunya Ibu Ninie.
Dalai Lama sebetulnya direncanakan ceramah tentang Jatakamala. Menurut Anda bagaimana Jatakamala di Borobudur? Apa yg bisa diperbuat untuk mempopulerkan kisah-kisah Jatakamala di Indonesia?
Saya rasa inisiatif Lamrimnesia (penyelenggara acara), dengan membagikan buku Jatakamala secara gratis ke sekolah-sekolah merupakan inisiatif yang baik. Hal lainnya adalah dengan memperbanyak acara-acara bertema Buddhis yang dibawakan secara universal sehingga publik luas bisa tertarik dan terlibat.
Novel baru apa yang kini Anda persiapkan?
Saya sedang merampungkan buku penutup trilogi Rapijali, yakni Rapijali 3 episode Kembali, yang saat ini sedang dalam proses penyuntingan dan rencananya akan rilis bulan Desember 2021.
Apakah Anda pernah ziarah ke Lumbini, Bodhgaya, Sarnad, dan lain-lain?
Belum pernah.
Apakah Anda pernah mengunjungi Dharamsala, tempat tinggal Dalai Lama?
Belum pernah juga.
—©BWCF2021—