Ipe Ma’aruf “Jalan Sunyi Sang Maestro”

IPE MAARUF :
Karya-Karyanya Refleksi Hati yang Bergembira

Cdl

Karya karya akrilik Ipe Ma’aruf yang dipamerkan di Balai Budaya Desember 2020 lalu memang mengingatkan kembali akan Waterllilies karya Claude Monet yang dalam ukuran raksasa. Namun pada karya Ipe dalam ukuran yang boleh dikatakan relatif kecil. Dalam karya-karya Ipe yang kecil mengingatkan kembali pada karya Arie Smith yang ceria penuh warna-warni cerah riang gembira. Dalam karya alam lingkungan orang-orang kampung dalam kegiatan sehari-hari seakan karya muncul imaji kita akan Paul Gauguin di pulau Tahiti. Garis kuat lentur dalam sket-sket orang-orang dalam berbagai aktifitas mengingatkan kita pada Henry Matise dan juga karya-karya I Gusti Nyoman Lempad.

Di dalam menginterpretasi karya Ippe Ma’aruf yang ingin ditunjukkan bukan membanding bandingkan melainkan untuk menunjukkan bahwa karya Ipe bukan semata-mata pada sketsanya. Seringkali kita melihat suatu sosok atau suatu fenomena belum secara holistik. Karya-karya Ipe sebagai seorang maestro telah mencakupi kualitas Monet Cezane, Matise Gauguin Lempad bahkan Arie Smith. Standar estetika barat menjadi hegemoni dengan standar pengemasan dan marketing-nya yg mampu menunjukkan positioning deferential dan brand-nya sehingga mampu mendunia atau mengglobal. Sedangkan di negara kita boleh dikatakan sangat lemah nyaris tak terdengar walau diakui sebagai maestro, lagi lagi banyak bully-an yang melemahkan atau mem-branding yang mengunci cara berpikir holistik atau sistemik untuk menunjukkan makna di balik fenomena.

Ipe tetaplah ipe bukan Monet bukan Gauguin bukan Matise dan bukan Arie Smith namun kesemuanya itu mendukung dan menunjukkan kemaestroan seorang Ipe. Ipe Ma’aruf merupakan aset bangsa kita yg mampu menorehkan tinta emasnya dalam sejarah seni rupa Indonesia. Ipe bukan dicetak, bukan dididik, melainkan given atau anugerah bagi bangsa Indonesia.

Dalam berbagai diskusi tentang Ipe Ma’aruf dalam menapakki panggilan hidupnya, benang merah sebagai poin-poin yang layak menjadi catatan adalah sebagai berikut:

  1. Ipe melukis dalam hati yang bergembira tatkala hatinya merasa belum sreg atau tidak nyaman maka ia akan melepaskannya, dan pada saat hatinya bergembira kembali merampungkannya.
  2. Di dalam mengeksplorasi materi dan caranya berkarya seakan akan dirinya sedang bermain main dengan kegembiraannya tadi. Apa yang dilihat dan dirasakan yang membuatnya bergembira inilah yang ingin dicapainya, yaitu karya-karyanya menjadi temannya dan penyemangat hidupnya, bahkan menjadi obat dan penghiburannya dikala sakit. Ipe tidak ingin membuat karya yang menakutkan atau membuatnya sakit.
  3. Ia senantiasa mengatakan: “belajarlah terus menerus dari apa saja, di mana saja, kapan saja, bahkan dengan siapa saja dan dengan anak kecil sekalipun kita bisa belajar karena kegembiraan dapat ditemukan dari apa saja dan di mana saja“.
  4. Ipe Ma’aruf menunjukkan bahwa guru yang terbaik adalah diri kita sendiri karena dari dalam diri kita ada kekuatan yg sangat luar biasa, tinggal kita mampu mengenalinya dan mampu menggalinya atau tidak.
  5. Tatkala melukis janganlah menjadi beban, lepaslah biarkan mengalir dengan hati bergembira.
  6. Memori dan semangat hidup Ipe Ma’aruf sangat luar biasa, bukan semata-mata pada hal yang kebendaan atau tangible tetapi pada jiwa atau sesuatu yang untangible.
  7. Karya Ipe merupakan aliran dan ungkapan jiwanya yg bergembira dengan penuh warna-warni sebagai wujud keceriaan hatinya.
  8. Ipe berkomitmen dan konsisten dalam menjalani panggilan hidupnya.
  9. Ipe Ma’aruf mampu menemukan dan menunjukkan gayanya yang kuat di dalam berkarya. Ipe bukan sebatas sketser melainkan ia seniman sejati yang setia menjalani panggilan hidupnya.

Melukis dan berkesenian bagi Ipe adalah kegembiraan mungkin sebagai katarsis yang membuat terus kuat berkarya hingga di usia yg tidak lagi muda. Ipe berjalan dalam kesunyian namun hatinya penuh kegembiraan. Itu mungkin yang membuatnya terus bersemangat berkarya.

 

IPE MA’ARUF

Jalan Sunyi Sang Maestro

Penulis:

Abdi Suandi. Aisul Yanto. Akbar Linggaprana. Chryshnanda DL. Dedi Yusmen. Fajar Sidiq Sukirman. Gatot Eko Cahyono. Giri Basuki. Idris Brandy. Irawan Karseno. Jan Praba. Joko Kiswanto. Louie Buana. Mikke Susanto. Mayek Prayitno. Syahnagra Ismail. Yulianto Liestiono.

ISBN: 978-623-95966-1-3

Editor: Chryshnanda Dwi Laksana

Penyunting: Budi, S.kom

Layout & Design: Budi, S.kom

Penerbit: Rumah Gagas Kreatif

Cetakan Pertama, 2020

i-vi+ 328 Halaman, ukuran 17,5 cm x 25 cm.

Perpustakaan Nasional: Katalog Dalam Terbitan (KDT)

 

Untuk info lebih lanjut mengenai buku ini dapat menghubungi: Aisul: 0812 8513 7828