Puisi-puisi Sinduputra
80 TAHUN, SETELAH PROKLAMASI
tahun 1945, Chairil Anwar
menulis puisi “Kepada Penyair Bohang” :
(Kelana tidak bersejarah
Berjalan kau terus!
Sehingga tidak gelisah
Begitu berlumuran darah)*
80 tahun, setelah proklamasi dibacakan
80 tahun, setelah Chairil Anwar
menulis puisi “Kepada Penyair Bohang”
revolusi belum selesai. sejarah masih berdarah
revolusi, sebagaimana puisi, tidak menempuh usia
tumbuh hening. revolusi juga kesunyian
gerilya tanpa senjata
di antara pekik ‘merdeka’
dalam kerumunan massa
di tengah keriuhan masa
(Dan duka juga menengadah
Melihat gayamu melangkah
Mendayu suara patah:
“Aku saksi!” )*
luka asa, duka sebuah jaman
sekelam apakah meletupkan revolusi
revolusi, yang hingga 80 tahun
jadi warisan kesepian sebuah generasi
kesepian, sebuah pohon bersama
tempat bernaung capung dan belalang
burung dan kupu-kupu merampungkan sarang
meramu nektar dan madu bunga perdu
yang dipanen perambah asing
kesepian, lepuh pada batang sebuah pohon
80 tahun, mekar dengan siraman air mata
(Bohang,
Jauh di dasar jiwamu
bertampuk suatu dunia;
menguyup rintik satu-satu
Kaca dari dirimu pula….
1945 *
80 tahun, setelah proklamasi dibacakan
80 tahun, setelah Chairil Anwar
menulis puisi “Kepada Penyair Bohang”
revolusi masih berjalan
revolusi, pelaksanaan proklamasi
merdeka dari lapar
dengan masa tanam sepanjang tahun
yang panennya kita bagi bersama
merdeka dari mimpi hitam
tidur telanjang di ranjang tanah
di bawah langit gelap terbuka
Lombok 2025
(* puisi “Kepada Penyair Bohang”
karya Chairil Anwar, 1945.
Eneste, Pamusuk, ed.
AKU INI BINATANG JALANG.
Koleksi sajak 1942-1949. Chairil Anwar.
PT Gramedia Pustaka Utama.
Cetakan ke dua puluh lima: Juni 2016. hal. 57)
AKU BERTEMU UMAR MAYA
aku berharap dapat bertemu Umar Maya*
agar puisiku tumbuh, gambuh riuh redam
sepanjang jalan pulang
tanah lurus Watuparang
bagaimana aku mengenalinya !
aku menciumnya. aku menciumnya
tubuh pohon mengeluarkan aroma
harum, dari getah luka daunnya
yang mengering oleh hujan pertama
ke tanah tandus yang melepuh panjang
harapannya. puisi pun luruh seluruh
puisi yang tumbuh riuh redam
puisi yang hanya getaran kecil
segetir suara gagak. burung surga
burung yang pernah dinyatakan punah
ditemukan kembali dalam lahan diriku
aku lumpuh karena megatruh
aku lampus dalam megathrust
maka, selalu aku andaikan
andaikata aku dapat bertemu Umar Maya
2025
*Umar Maya, tokoh dalam wayang Sasak, Lombok
Sebagai penasehat para ksatria
AKU TULIS STATUS
2024 (hingga lima tahun ke depan)
bulan serta merta hilang
bulan serta merta hilang. seorang ilusionis
mengibaskannya dari langit
ke tengah fatamorgana itu
kau dan aku berbulan madu
dalam suhu dingin rumahkaca
dalam kegelapan istana patina
kau dan aku berciuman
sepanjang tahun tanpa musim hujan
sepanjang hari tanpa bayangan
suaraku pun (sekiranya juga suaramu)
serta merta hilang
serta merta hilang
pemilihan umum (+ politikus)
menusuknya hingga bisu
dalam bilik kedap cahaya, dengan
janji pahit dan rayuan pulau utopia
aku menikam lubang hitam
dalam dirimu-dalam diriku
di tengah keramaian masa
dalam kerumunan massa
dunia maya ini, media sosialita ini
sembari aku tuliskan status
: burung surga yang bisu
sekarang bersuara merdu
memakan dengan lahap
binatang peliharaan kesayanganku
di sebuah taman hutan rakyat, satu
sumur minyak meluapkan air dan lumpur
empat sumur lain mengelilingi
kering kerontang
tinggallah seekor sapi perah
usai melahirkan
menjilati anaknya, membersihkannya
menjilati hingga anaknya terluka
dari puncak gunung
tempat air matamu di tambang
meluncur bola salju. beku
mengeras sekaku beton bertulang
gelinding. rebahkan tanaman langka
tanpa ada bebatuan atau pohon
sanggup menahan laju
tapi bola api tersembunyi itu
akhirnya terhenti oleh rumput
tanaman kecil berkasiat obat
ke tengah fatamorgana itu
dalam suhu dingin rumah kaca
dalam kegelapan istana patina
kau dan aku terjaga
sepanjang bulan madu
bulan (dan matahari juga)
serta merta hilang
serta merta hilang
2024
*Sinduputra , bermukim di Lombok, Nusa Tenggara Barat.