Pos

Sastra Kristiani

 Oleh Mudji Sutrisno SJ.* Susastra Dari susastra: tulisan yang “su”, artinya ‘yang lebih’. Maka sastra artinya adalah pertama, tulisan sastra yang lebih menuliskan nilai-nilai kristiani, kasih, kteadilan, kebenaran, keindahan, kebaikan. Kedua, mewartakan dengan segala bahasa yang dibalik peristiwa atau kejadian, itu Allah sedang bekerja melalui ciptaanNya untuk dengan manusia menanggapi mau diajak ‘menyucikan’ dunia. Ketiga, […]

Ke Madiun, Membaca Onghokham, Menyisir Politik Jawa/Indonesia

Oleh Riwanto Tirtosudarmo* Ketika Mas Bambang Adrian Wenzel, Direktur Eksekutif NBS (New Book Store) Universitas Muhamadiyah Malang (UMM), meminta saya menjadi narasumber acara peresmian Ruang Plate AE di cabang NBS di Madiun dengan mendiskusikan buku karya Onghokham, ‘Madiun Dalam Kemelut Sejarah: Priayi dan Petani”, saya menduga dia mengira karena saya secara pribadi dekat dengan Pak […]

Kemerdekaan dan Kedaulatan: Bagaimana Pengalaman Indonesia?

Oleh Joss Wibisono Kemerdekaan yang diproklamasikan, tidak serta merta berarti kedaulatan. Dalam sejarah, kemerdekaan memang urusan negara yang memproklamasikannya, tetapi tidaklah begitu halnya dengan kedaulatan. Kedaulatan ternyata lebih menyangkut pengakuan negara lain, terutama si bekas penjajah: sedikit banyak si bekas penjajah merestui kemerdekaan wilayah jajahan yang memproklamasikan kemerdekaannya. Masalahnya, pengakuan itu kebanyakan dilakukan oleh negara-negara […]

Museum Hermann Hesse

Oleh Sigit Susanto* The Power of Pembaca Sastra Secara umum pembaca di mata pengarang sangat membantu, karena membeli bukunya. Lebih jauh, syukur ia mereview, syukur lagi ia sering mencomot kalimatnya perlahan menjadi aforisme. Syukur lagi buku itu dijadikan bahan diskusi, menginspirasi buku baru karangan pembaca sendiri, dibuat kado untuk acara ulang tahun atau perkawinan, dibuat […]

Puisi-puisi Imam Budiman

Al-Asma’i, 739—831 Ia rutin menyalakan bahasa-bahasa baru sebagai lampion di malam hari kepada dua anak khalifah—yang kelak saling membantah lalu bersilang darah selepas kematian ayahnya disadarinya bahwa peristiwa kelam itu tak akan lama lagi. Sebab ia mengasihi peternakan dan ladang serupa pulang ke masa kecilnya—kemudian mulai belajar merumuskan: Derap langkah kuda, punuk unta yang menyimpan […]

Puisi-puisi Tengsoe Tjahjono

 NAPAS PAJAK Bangun tidur, napas pertama disapa tarif karbon, roti sarapan kena PPN, kopi dicium bea aroma, pipis di toilet umum? “Seribu plus pajak udara bersih.” Peluk istri tercatat di pajak afeksi, cium anak kena pajak kebahagiaan, bahkan rindu dianggap utang tak terlapor. Daun jatuh di halaman kena retribusi gravitasi, burung terbang wajib bayar izin […]

Puisi-puisi Sinduputra

 17 AGUSTUS 2025 aku merayakan ulang tahun sebatang kalpataru pohon waktu bagi 280 juta kupu-kupu menyalakan 80 lilin tanah di batang yang tumbuh setiap tahun menyanyikan lagu senyap bagi tumbuhnya pohon yang aku rawat dengan siraman airmata bagi tumbuhnya pohon yang tumbuh karena peluh tanganku pohon yang tumbuh ke dalam tanah tanah yang bergeser menjadi […]

Puisi-puisi Hening Wicara

HAGYA SOFIA Puisi memasuki Hagya Sophia Ketika matahari tepat di atas kepala Dicarinya jawab atas sebuah tanya Tentang kubah yang merangkum segala beda Betapa terpesonanya puisi Mendapati asma Allah dan Rasulnya dalam untaian kaligrafi Di antara mozaik Ave Maria dan sang bayi Di dalam megah Hagya Sophia Yang mengumandangkan cinta Puisi telah menjadi saksi Bahwa […]

Puisi-puisi Emi Suy

DOA YANG DILIPATKAN DI SAJADAH IBU ibuku tak pernah menghafal doa panjang tapi ia tahu persis kapan harus mengucap “ya Allah” dan kapan diam adalah bentuk paling khusyuk dari pengharapan sajadahnya bukan yang mahal tapi penuh lipatan waktu yang mengering bersama air mata sambil menunggu kepastian dari langit ia tak pandai bicara tentang surga tapi […]

Puisi-puisi Sinduputra

 80 TAHUN, SETELAH PROKLAMASI  tahun 1945, Chairil Anwar menulis puisi “Kepada Penyair Bohang” : (Kelana tidak bersejarah Berjalan kau terus! Sehingga tidak gelisah Begitu berlumuran darah)* 80 tahun, setelah proklamasi dibacakan 80 tahun, setelah Chairil Anwar menulis puisi “Kepada Penyair Bohang” revolusi belum selesai. sejarah masih berdarah revolusi, sebagaimana puisi, tidak menempuh usia tumbuh hening. […]