Pos

November Rain, Nostalgia Kesedihan dan Dunia yang Menuntut Terlalu Banyak

Oleh: Purnawan Andra*   Bagi banyak orang Indonesia yang tumbuh pada dekade 1990–2000-an, November Rain bukan sekadar lagu rock balada dengan durasi panjang. Ia bekerja sebagai artefak emosional yang mengikat memori kolektif—tentang sekolah, radio malam, krisis ekonomi, atau sekadar ruang-ruang kecil tempat seseorang bersembunyi dari kekacauan zaman. Lagu ini bertahan bukan karena romantisme semata, melainkan […]

Membaca Pesan Garis Lucu pada Drama NU: Telaah Kritis-Filosofis Berbasis Akar Konflik, Tasawuf, dan Anekdot Satiris Gus Dur, Mahbub Junaidi, dan Gus Mus

Oleh: Gus Nas Jogja* Tulisan ini menyajikan pembacaan transendental terhadap konflik-konflik kontemporer di dalam tubuh Nahdlatul Ulama (NU), yang kini tengah menghadapi Mujahadah Struktural paling kompleks: pergulatan antara sanad keilmuan dan nafsu ammarah institusional. Tulisan ini menegaskan tesis bahwa Garis Lucu NU yang diwariskan oleh Gus Dur, Gus Mus, dan Mahbub Junaidi adalah Epistemologi Absurditas […]

Puisi-puisi Abdul Wachid B.S

BALADA BATANG PETUNG YANG HILANG Di halaman itu anak-anak bermain bayang sendiri suara mereka seperti angin mengejar bentuk yang tak jadi. Dulu di tengah mereka ada batang petung berdiri menadah hujan menampung cahaya pagi dan mendengarkan burung jalak bertahlil sebelum embun benar-benar pergi. Tak hanya menadah hujan, ia pernah jadi bende penanda waktu, menggetarkan malam […]

 Pameran Seni ‘Descending’ di Artsphere, Dharmawangsa Square: Agnes dan Tali-Temali Primitif Yang Kontemporer 

Oleh Bambang Asrini Widjanarko* Seorang seniman muda, Agnes Hansella, 33 tahun membawa seni tali-rajut kuno, warisan bangsa Moor klasik, menjadi karya seni kontemporer terkiwari. Yang mengejutkan, karya-karya ‘separuh ekspresif-nya’, di masa lalu itu mempesona brand-brand luxurious seperti Hotel Marriott, Louis Vuitton (LV), sampai Hermès.  Kali ini, galeri seni Artsphere, milik pecinta seni sejati, Maya Sudjatmiko […]

Drama PBNU dan Kedewasaan Umat: Sebuah Eksplorasi Dialektika Syuriah dan Tanfidziah

Oleh: Gus Nas Jogja*   Esai ini mengeksplorasi dialektika kepemimpinan dalam Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU), khususnya ketegangan konstruktif antara Dewan Penasihat Spiritual (Syuriah) dan Dewan Pelaksana Teknis (Tanfidziah). Dinamika internal ini tidak hanya bersifat struktural-administratif, tetapi bergeser pada isu-isu krusial yang menyentuh ushul (prinsip) keagamaan dan siyasah (politik-ekonomi) organisasi, seperti kontroversi mengundang cendekiawan yang […]

Sastra sebagai Pendidikan Profetik: Refleksi atas Pemikiran Moh. Roqib dan Karya Ahmad Tohari

Oleh: Abdul Wachid B.S* I. Pendahuluan Sastra sejak lama tidak hanya dipandang sebagai seni untuk dinikmati secara estetik, tetapi juga sebagai medium untuk menanamkan nilai, moral, dan budaya dalam kehidupan manusia. Moh. Roqib dalam Pendidikan Sastra Profetik: dalam Karya Ahmad Tohari (Pesma An Najah Press, 2024:v-x) menegaskan bahwa sastra memiliki peran penting dalam membangun karakter […]

Hikayat Perupa dalam Sinema # 7: Hiruk-pikuk Maestro Nadera, dan Kisah “Jero Makendang” yang Malang

Oleh Agus Dermawan T.* Ada satu lukisan yang berlari ke sana ke mari mencari posisi. Namun drama nasib membuat lukisan itu merana. Apa benar lukisan Beratha Yasa punya suratan takdir? Percaya nggak percaya. Ada pula perupa yang hidupnya seperti komedi, namun namanya menjulang tinggi. I Gusti Bagus Made Nadera namanya. ———— Kesialan “Jero Makendang”  PADA […]

Nisan, Artefak Kecil yang Menjaga Kebudayaan

Oleh: Purnawan Andra*   Cirebon selalu digambarkan sebagai kota pelabuhan yang terbuka. Dari masa awal pembentukannya, wilayah ini sudah menjadi tempat bertemunya berbagai budaya, seperti Jawa, Sunda, Arab, Gujarat, Tionghoa, dan tradisi pesisir Nusantara. Namun sering kali kita memaknai Cirebon hanya lewat cerita besar tentang kesultanan, perdagangan, dan tokoh-tokoh politik agama. Padahal, jejak kebudayaan yang […]

Paugeran dalam Dialektika Demokrasi dan Monarki Epistemologi Kompromi: Yogyakarta sebagai Daerah Eksepsional

Oleh: Gus Nas Jogja*   Yogyakarta berdiri di atas janji yang berat: mempertahankan monarki di tengah demokrasi. Janji ini ditegakkan oleh Paugeran yang stabil. Jika sumber Paugeran dirusak, maka legitimasi monarki (dan Keistimewaan) akan runtuh, sejalan dengan prediksi bahwa rakyat akan memilih Nomokrasi murni dan mencabut UUK DIY. Lestarinya Kesultanan dan Kadipaten sebagai Ranah Adat […]

Seni Abad 21: Membosankan Atau Membebaskan?

Oleh Eko Yuds  Seni modern hidup di antara kebebasan dan kebingungan. Ia tak lagi terikat oleh bentuk, gaya, atau pusat, tetapi juga kehilangan arah dan makna. Dari kardus sabun Warhol hingga mural di jalanan Yogyakarta, seni abad 21 menatap dunia tanpa peta—kadang membosankan, kadang membebaskan. Inilah zaman ketika karya bukan lagi sekadar benda, tetapi pernyataan […]