Puisi-Puisi Yudhistira ANM Massardi
Bandung AM
Di Bandung
Tak semua seperti kembang
Warnanya seolah muda
Tapi kota semakin tua
Berserak seperti dedaun
Di trotoar sepanjang Juanda
Tanpa hujan
Pagi seakan bangun kesiangan
Para tetua berjalan pelan
Menanti Cinta di perempatan
Setelah lampu kuning sebelum hijau
“Mengapa kita merindukan Bandung?” katamu
Ya, sayangku
Kita selalu merindukan Bandung
Setiap sore mau mendung
Sebab masih ada matahari
Berkicau bersama burung
Mengiringi langkah
Agar tak segera sampsi ke sudah.
Dago, 2 Maret 2021
36
Sayangku, ini tahun
Seperti hutan hantu
Cekam seperti sekam
Laku seperti luka
Kita tak bisa katakan tidak
Tiap kata jadi air mata
Usia seperti sia
Tiap bilang hilang
Angka tinggal rangka
Langkah tinggal celah
Tapi kita belum mau sudah!
Seperti hujan dan curah
Seperti Cinta dan kita
Terus meronta!
.
Setiap hari raih
Setiap sentuh rengkuh
Setiap lekuk peluk
Setiap pejam terbitkan bulan!
Dan kita tetap bersama
Bersama semua 3 dan 6
Bersama semua basah dan kering
Bersama semua tanam dan tumbuh
…
Sayangku, semoga kita terus bersama
Bersama semua “ya” dan “tidak”
Bersama semua “mungkin” dan “jika.”
Aamiin.
Tasikmalaya, 28 Februari 2021
67
Menerima, memaafkan, menyintai
Di manakah kamu berada?
Matahariku sudah lengser
Mengantarkan barat ke tepi jendela
Apakah bayangku Cintamu jua?
Memanjang di bawah pohon kamboja
Menjatuhkan bunga-bunga merah muda
Seakan pusara yang akan tiba
Ketika kedua lenganmu
tak kuasa melingkar peluk
Ketika semua genggammu eratkan lepas
Milik siapakah usia
Sebab angka hanya syak wasangka:
Setiap ganjil dan genap
Setiap terang dan gelap
Setiap malam dan silam
Hidup dan mati
Serupa kamar tak berdinding
Tanpa pintu untuk ketuk
Kita tak pernah tahu
Siapa akan berlalu
Kita hanya Cinta
Kita hanya Cinta yang menyala
Menerangi cakrawala
Hingga timur dan barat jingga
Dan aku ingin selalu di sana
Menyematkan matahari di rambutmu
Biar jadi cahaya di jemariku
Hingga datang padamu
Hingga datang
Padam-Mu!
Tasikmalaya, 28 Februari 2021
Hakikat Cangklong
Pada mulanya adalah tembakau
Asap menyelinap di liang kenang
Imaji mengepulkan bunyi sunyi
Di dinding nikotin
Puisi terbit:
Lengkung. Renung.
Karanganyar, Februari 2021
Katakan
Katakan kepada sawah
Lintah tak datang dari entah
Turun ke kali hanya sekali
Menyesap Cinta berkali-kali
Katakan kepada mata
Cinta tak pernah lupa
Jalan ke suka
Turun ke luka
Katakan kepada rindu
Untuk menunggu
Cukup dua huruf “U”
Bekasi, Februari 2021
Kenangan
Seperti kubur
Kenangan tak pernah tidur
Hanya istirah, bagi peziarah
Seperti sejarah
Tanpa arah
Seperti artefak
Di bagan otak
Sepanjang musim
Daun dan kambium
Terbangun di tiap tidur
Terbujur di luar jalur
Kenangan datang dan pergi
Kenangan datang dan pergi
Seperti kutub mati
Di kompas mati.
Bekasi, Februari 2021
Ketika Tiba
– Akung Harry
Ketika hari itu tiba
Air mata daki ke duka
Jatuh di pipi
Hanya lapis tipis
Aku ingin pekik!
Sebab hilang jiwa
Lebih dari pedih
Benam ke baka
Lukanya nganga
Masuk remuk rongga
Luka ronta jiwa
Gelap rindu
Gelita kelam
Memanjang hingga malam
Hidup akan sampai ke mati
Memang hanya itu jalan
Tapi ditinggal Cinta
Siapa tak ronta?
Siapa sanggup renta?
Tapi jerit
Tinggal lagi lirih
…. Asih
…. Allah
Bekasi, 12 Februari 2021
Perjalanan Ruh
Ayat-ayat suci
Di akhir hayat
Ditempuh ruh
Di tubuh merapuh
Maut mengantarmu
Ke liang tak tiang
Ke kubur umur
Ke julur uzur
Bertanya hanya
Bernasab jasad
Berangkatlah!
Berangkatlah pendar
Kerangka angka
Cahaya getar
Ke tanur Nur
Berbilang Ruh
Membilang hilang
Tak hingga
Ananta.
Bekasi, Februari 2021
Yang Tumbuh dari Kata
Lebih dari Cinta
Yang tumbuh dari kata
Adalah nama-nama
Makna koma
Kearifan titik
Hakikat yang diingat
Luka yang dilupa
Bukan hanya sia.
Bekasi, Februari 2021
Puisi Itu
Puisi itu
kadang seperti gerimis yang menjatuhkan langit di plafon akrilik
: menuliskan lirik
Puisi itu
kadang seperti sejoli burung yang hinggap di kabel listrik
: bercicit empat larik
Puisi itu
kadang seperti dedaun yang memanjakan bunga
: membuatnya jadi berwarna
Puisi itu
kadang seperti kamu jika lama tak bertemu
: merah jambu
Puisi itu
kadang bisa juga bisu.
Bekasi, Februari 2021
2021
Selamat Tahun Baru
Biji-bijian
Teman & taman
Puing dan tonggak
Tapak dan almanak
Tukar belukar
Jarum berputar
Langit menidurkan
Gunung membangunkan
Hari jadi tinggi
Berbatang asap Waktu
Terisap bersamamu
Selamat tinggal dedaun
Selamat jalan hujan
Bekas-bekas sajak
Menyisakan kata
Termakan makna
Huruf “J” berangkat jauh
Melewati 2020
Usah haus
Angkat sauh!
Layarkan salam
Berlabuh akan!
Bekasi, 1 Januari 2021
Senandung Daun
Dalam gerak lambat
Cinta hinggap di daun
Menjadi madu kupu-kupu
Dan jejak embun
Membasahi jemarimu
Hingga pagi merambat
Memutihkan semua niat
Yang dimimpikan malam
Ketika bulan bersinar
Hingga duka pudar
Sebelum kokok ayam
Dalam gerak lambat
Cinta membuat gambar
Dengan hijau dan kuning
Memadu hening dan bening
Pada kedua bola mata
Seperti cinta pertamamu
Bunga lily dan melati
Dua puisi yang menyanyi
Dengan mawar pada pipi
Sepasang bibir yang tersenyum
Di setiap helai daun.
Bekasi, Januari 2021
Sesudah Minggu Hujan
Kicau yang semula bisu
Kini memanggil seekor burung
Dari balik dedaun kersen
Mengabarkan dingin
Sedang menyusui rumput
Di taman yang ditinggalkan hujan
Kicau yang semula bisu
Kini memohon kepada hujan
Agar gerimis turun lagi
Mewakili Tuhan
Menguburkan anak burung
Di rumput sebuah taman
Yang merindu Firdaus pulang.
Bekasi, Januari 2021
Setiap Mendung Berarak
Setiap mendung berarak
Kulihat duka bergerak
Bersama hawa gerah
Dari segala arah
Mereka membawa abu dan hitam
Mengganti hari dengan hujan
Agar kehidupan bertunas
Agar kematian tak menghanguskan
Setiap mendung berarak
Kamu nyalakan lampu di ruang makan
Dan secangkir teh dari Solo
Dan secangkir kopi tanpa gula
“Kehidupan harus selalu dihangatkan,” katamu.
“Untuk merayakan yang akan berlalu.”
Setiap mendung berarak
Hidup dan mati kehilangan jarak.
Bekasi, Januari 2021
Tentang Derita dan Bahagia
Derita dan bahagia
Bersimpuh di kaki Cinta
Memapas napas kita
Sejak fajar menghentikan malam
Satu jam sebelum burung balam
Berpisah di antara dahan
Tanpa petunjuk arah pulang
“Dan kamu tak mau bilang…”
Hingga datang hujan
Melepaskan tujuh bayang
Tiga kelebat musang
Dan sepasang kunang-kunang
“Lampu mereka padam
Sebelum berpelukan…”
Derita dan bahagia
Bersimpuh di kaki Cinta
Mereka selalu datang sepasang
Sebelum dan sesudah petang
Seperti hampa dengan jumpa Seperti tandang dengan pulang
(Tapi perpisahan
tak dikisahkan).
“Tak ada vokal dan konsonan.”
Bekasi, Januari 2021
Tentang Dusta dan Cinta
Flora Martinez menyanyikan La Mentira
Tentang dusta kepada
Cinta
Seolah tak ada yang mendoa
Seolah tak ada yang mendua
Seolah mantera mendesis di jendela
Dalam gelap hujan
Bercak pada kaca
Pada kulit pokok mangga
“Apakah tenung? Apakah datang gendam?”
Menyelinap sesudah bulan
Tiga daun terbang
Lengking anjing
Bau melati
Dan Cinta serupa belati!
Dan dusta memalsukan nada
“Que este pacto no es con Dios…”
Tuhan tidak tahu-menahu?
Flora redup tanpa ketuk
“Tuhan bersama siapa?”
Piano tahu
malu
Pada akhir lagu.
Bekasi, Januari 2021
Apa yang Dituliskan Hujan
Hujan menuliskan basah
Jadi puisi tanah dan sawah
Dibacakan gunung dan laut
Jauh dari laut
Di sudut itu
Kamu mendengarkan sambil nglangut
Berharap pagi tak segera pergi
Agar kita memahami arti
Semua yang tak akan kembali
Semua yang akan kembali
Kembali kepada sunyi
Kepada sunyi
Pemilik semua kembang yang jatuh
Dedaun kering yang rebah di rumput
Dan lagu yang menyintai rindu
Lagu yang tak meragukan hujan
Hujan yang terus menuliskan puisi
Sebab semua kata meneteskan air mata
Tak semuanya tentang Cinta
Hujan memedihkan luka.
Bekasi, Januari 2021
Banyak yang Berlalu
Banyak yang berlalu
Kita tahu
Kadang kita tidak mau tahu
Seperti angin lalu
Seperti angin melompati genting
Dan hal-hal yang tak begitu penting
Namun mereka selalu ada
Mengisi hidup yang kosong
Menangisi harapan
Atau yang kelak omong kosong
“Tapi bahagia itu penting,” katamu. “Kadang yang datang hanya pening.”
“Biarkan semua berlalu.” Aku mengulangi klise. “Hidup hanya berlalu. Kenangan ngumpet di belakang. Seperti Cinta tak diucapkan.”
(Ah, terlalu panjang
Untuk sesuatu yang berulang!)
“Lebih baik ke pasar,” kamu berkata.
“Ambilkan maskerku!”
Bekasi, Januari 2021
Duka di Langit Januari
-Sriwijaya Air SJY182
Setiap keberangkatan
Menerbangkan misteri ke awan
Setiap tujuan
Kadang berselisih jalan
Seperti yang kelam pada malam
Seperti yang dingin pada angin
Seperti tangis tanpa ingin
Begitu pula maut dan kematian
Tak ada pelampung atau pintu darurat
Sebab ajal tidak bertanggal
Sebab nasib tidak bernasab
Begitulah langit dan laut
Menisbatkan dirinya kepada hujan
Demi nama-nama yang ditentukan
Sejak umur hingga kubur
Maka air mata adalah doa
Membasahi harapan
Menumpahkan duka
Tak tertahankan
Tak tertahankan
Semua akan kembali ke Asal
Semua berangkat ke tujuan-Nya
Innalillahi wa inna ilaihi roji’un.
Semoga para syuhada husnul khotimah.
Aamiin.
Bekasi, 9 Januari 2021
Duka Selalu Membawa Gunung
Duka selalu membawa gunung
Diceburkannya ke laut mati
Dibenturkannya ke tebing genting
Dibenamkannya ke makam tikam!
Tapi bumi belum boleh menangis
Biar pedih bertubi
Biar rintih perih
Bersama matahari dan bulan
Bintang-bintang memanggil
Cahaya dari gelap
Lindap dari senyap
Dia tak tidur
Dia sudah atur
Maka ada duka segunung
Ada orkestra burung-burung
Lihatlah!
Ada seribu kupu-kupu
melukis sayapnya
Dengan warna air mata
(“Bisikkan saja tangismu.
Jangan berkedip!”)
Bekasi, Januari 2021
Hujan Mericik Sunyi
Hujan mericik sunyi
Seperti harpa dengan dawai hampa
Menyanyikan namamu, nama-Mu, di setiap helai daun
Serupa air mata, serupa butir permata, bergulir pada kaca.
Aku selalu ingin memanggilmu, dengan nama-Mu, dengan nama-nama bunga, tapi tak ada warna yang serupa.
Bahkan sesudah deras, sesudah reda, rindu kian dera, makin deras, seperti ayat-ayat yang melekat pada semua riwayat, pada kawat, yang menjerat hingga akhir hayat.
Hujan mericik sunyi
Menjadikan Rabu hingga Minggu, seperti langit yang ragu, meredam gemuruh yang terus memanggilmu, hingga basah rebah, tak cuma di atas sajadah.
Hujan mericik sunyi
Seperti rintih yang sembunyi
Menangisi semua nama
Satu yang sering kulupa!
Bekasi, Januari 2021
Mainkan!
Setahun pandemi
Ereksi gagal meliangi
Gairah mati
Sesak kubur
Waktu tak berganti
Virus terus
Hanya datang vaksin
Umur berkumur
“Apa yang baik selain entah?”
(Ekonomi entah, sekolah entah, pemerintah entah)
“Apakah semua entah sesudah mentah?”
Entah.
Tahun depan berserah kepada akan
Kehidupan selalu akan
— Bersama kematian
Cinta selalu akan
— Bersama harapan
Tapi selalu akan
Ada yang (harus) dilupakan
Dan kamu akan mengatakan:
“Ah, sudahlah. Kita mainkan!”
Bekasi, 31 Desember 2020
* Yudhistira ANM Massardi telah banyak menulis cerpen, novel, drama, puisi, serta kritik dan esei. Karya-karyanya yang melegenda di dekade 1970-an dicetak ulang Gramedia Pustaka Utama (GPU), diantaranya ‘Sajak Sikat Gigi’, ‘Arjuna Mencari Cinta’, ‘Sajak Sikat Gigi’, dll. Sementara kumpulan sajaknya “Rudi Jalak Gugat” yang terbit pertama kali pada 1982 diterbitkan kembali pada tahun 2021 ini oleh KPG bersama kumpulan sajak “Syair Kebangkitan”, yang terbit pertama kali pada 1994. Kedua kumpulan puisi ini diterbitkan menjadi satu kesatuan karena memiliki ketersambungan tema: perlawanan.