Puisi-Puisi Harris Priadi Bah
JANGAN KAU SALAH MENDUGA
jangan engkau salah menduga
bukan aku tak bisa melukis sajak
dengan salju yang turun di bibir jendela
pada minggu pagi yang malu-malu
mencumbui bunga christmas rose atau winter jasmine
atau melukis sajak dengan kata-kata imaji
tentang pseudosasa japonica, pohon bambu jepang
yang nama latinnya membuat lidah kampungku belibet dan menegang
yang batangnya dihujani air hujan
yang bagai sosok gadis manis yang tengah menangis di ujung gerimis
yang menimbulkan suara ritmis
melukis sajak tentang nikmatnya anggur pun
tak begitu sukar bila kumau
namun aku memang tak mau
bersebab aku bukan penyair yang gemar minum anggur
sembari rebahan di putih paha perempuan
yang baru kukenal kemarin lalu
dan di kotaku salju tak turun, sayang
jadi untuk kepentingan apa kusajakkan kata-kataku atasnya
walau dengan imajinasi yang tak terbatasi
aku bisa saja membayangkan sekaligus merasakan
butiran putihnya turun di rambut kepalaku
yang menambah kesan putih pada rambutku
yang memang telah memulai kelabu
keindahan kota-kota di dunia,
orang-orang yang lalu lalang di jejalan
sekitaran avenue des champs elyseese, via monte napoleone,
royal mile, la rambla,
atau yang terdekat sebagai tetangga negara, orchad road
juga bisa kulukiskan dengan tak susah pada sajak-sajakku
namun nusantara kelewat kucinta
yang daripadanya aku berhutang kata
terlalu mudah untuk menjadi tak setia
kepada kata-kata yang telah menyediakan dirinya
sebagai jalan kesaksian dan kebenaran
pengkhianatan memang selalu diawali dengan kenikmatan-kenikmatan
di kota-kota yang rakyatnya makan rerumputan ilalang
bersebab tak menemu nasi di piringnya,
aku tak tergoda menuliskan new york, kanal-kanal di amsterdam,
atau tentang keindahan senja di tepian sungai Rhine
dengan hiasan bangunan kastil kuno
sambil melihat perahu perahu pesiar
yang melewat dengan tanpa kecemasan di situ
atau menuliskan tentang cafe de flore,
kedai kopi tempat Sartre, James Joyce
dulu sering nongkrong berjam-jam di situ,
juga sang esais benjamin fondane, atau dramawan ionesco
bagaimana bisa,
rembulan melulu kulukiskan dalam puisiku,
sementara pada saat yang sama
para pejabat sialan
sedang sibuk mengkebiri uang negara
yang rakyat titipkan padanya
bagaimana mungkin,
kenikmatan anggur atau keindahan pantat perempuan
yang lagi asyik tiduran di pantai
bisa kulukiskan dengan hati membunga
sementara banyak saudara-saudaraku yang merana
bersebab kehilangan kerja
jiwaku yang mudah sengsara
membaca dan melihat kemalangan dan penderitaan manusia,
tak punya rasa tega untuk mengabaikannya
dengan menuliskan puisi puisi tentang indahnya petang
di pulau bidadari ketika mentari tenggelam,
hilang dari sudut mata memandang
keindahan sejati
hanya ada dalam hati yang tak mendengki
keindahan puisi
hanya ada pada kebenaran katanya
yang bersaksi tentang kemanusiaan dan hak warga bangsa
yang mesti dihargai dan diperjuangkan
aku menuliskan murkaku
atas pemuka agama yang menyalah-gunakan kepemukaannya
dengan mengadu domba umatnya,
yang mensyiarkan peperangan antar iman
dan meneriakan nama Tuhan dengan mulutnya yang bau comberan
aku mudah terharu
melihat kepahlawan orang biasa yang berkorban nyawa
demi menyelamatkan nyawa
kepada mereka,
kata-kata dalam sajakku memuliakannya
aku meradang membaca para politisi rebutan kursi
yang dengan rela membuang nuraninya
kepada mantan kepala negara
yang tiada pernah sampai kepada kearifan, dan kesabarannya,
tapi malah justru mengumbar banyak perasaannya
tanpa malu dan ragu di media massa,
aku tuliskan sajak kesaksianku
jadi…
jangan engkau salah menduga
aku bukan tak puitis,
namun pikiranmu yang kelewat romantis
sampai tiada bisa lagi menangis
membaca puisi-puisiku yang dramatis
3Januari2021
AGAR TERANGKU BERCAHAYA
sejak wabah pandemi menggila setahun lamanya
sejak itu manuskrip manuskrip drama
tergeletak tanpa tenaga
di rak buku yang kehilangan pembacanya
ruas-ruas badannya memulai berdebu dan berbau
sedangkan pintu pintu gedung pertunjukan
gelisah dan cemas menemukan karat pada ujung gagang pintunya
lantai panggungnya kelihatan begitu dingin dan angkuh
kaca-kaca meja riasnya telah kehilangan wajah para senimannya
yang sebagian besar kini telah menjadi pedagang
sebagian lagi dicuri hantu genit berwajah virtual
dan sebagian lainnya entah kemana,
boleh jadi sedang suntuk melatih kuda kuda
kesusahan hidup memang punya kuasa besar
menyudutkan orang untuk menjual segalanya
sedangkan kekayaan harta
menjadikan orang kalap dan khilaf membeli semuanya
kehidupan, bagaimana pun terus berjalan,
daya juang mesti terus dihidupkan
dengan semangat yang tak boleh dikendorkan
semangat yang kendor akan mematahkan tulang tulang
dalam kesusahan hidup semacam ini, di mana negara?
kemana para pejabat dan kepala pemerintahan kota?
politisi-politisi yang kelewat pandai membuat janji-janji dan undang-undang hanya tampak di muka televisi
sedang asyik menyalahkan kebijakan pemerintah dan politisi saingannya
sebagai seniman china keturunan,
aku tidak pandai berdagang dan juga tak memiliki modal untuk berdagang,
maka aku tetap saja masih di sini dan akan tetap di sini
memelihara dan menjaga kata dengan segenap kewaspadaan
yang dibutuhkannya, agar tak menjadi dusta dan sia-sia
hidup dibermulakan dari keinginan
dan diakhiri dengan kebertetapan
menjalani kehidupan dengan istiqomah
adalah menggenapi amanat dalam diri yang sejati
ada terang
namun aku memilih gelap
agar terangku bercahaya dalam kegelapan
28Januari 2021
SAJAK YANG BERDAULAT ATAS KATA
dalam kesejukan udara pagi
yang habis dicurahi berkat hujan semalaman
dalam ketenangan suasana komplek perumahan
yang diteduhi banyak pepohonan
aku duduk di teras depan rumah sendirian
menikmati pahitnya kopi yang memang jarang kunikmati
sebagai lelaki barangkali aku kurang lelaki
bersebab lebih memilih teh untuk kunikmati sehari-hari tinimbang kopi
setidaknya itu yang termaknai
bila memakai jargon iklan kopi
produk-produk industri dalam negeri
tetapi teh atau kopi
tidak bisa menjadikan seseorang
lebih lelaki atau lebih perempuan dari orang lain
sebagaimana juga orang yang hapal ayat-ayat suci
tidak lantas menjadikan dirinya suci
apalagi menyamakan dirinya dengan nabi yang tak berdosa sama sekali
walau faktanya kopi memang banyak digemari kaum lelaki
dan nabi memang sosok yang mesti dihormati dan diteladani
sama halnya pula dengan jabatan dan kekuasaan
tidak serta merta bisa menjadikan mereka
pejabat dan penguasa yang tak tersentuh hukum negara
di negara yang menjadikan hukum sebagai daulat keadilan rakyat
semua warga negara memiliki hak dan kewajiban
serta tanggung jawab yang sama
tak perduli dia penguasa atau yang memberi kuasa
semua sama saja baik aparat negara maupun rakyat jelata
oleh sebab itu
kejahatan mesti ditindak dan dihukum
sebagaimana mestinya bila ada orang yang melakukannya
tidak perduli siapa pun pelakunya
karena kejahatan adalah kuman bakteri bagi negeri
mau presiden atau pun pesinden
mau gubernur atau pun penggali sumur
harus dipenjara bila membuat rakyat sengsara
pemerintah mesti dikritik bila ngawur dan semena-mena
pejabat harus ditegor bila jalan pengabdiannya sesat
apalagi bila dalam membela kepentingan rakyat
semangatnya memulai kendor
walikota mesti ditangkap dan diadili bila terbukti korupsi
begitu pula babu cuci mesti dibui
bila mencuri kalung dan cincin putri majikannya sendiri
yang disimpan dalam lemari
penegak hukum mesti dihukum bila melanggar hukum
dan aparat keamanan harus diamankan
bila tidak membuat rakyatnya nyaman dan aman
bersebab meminta paksa jatah keamanan
kepada oknum pemuka agama
yang memperalat agama untuk menyesatkan jamaahnya
dan bukan justru mencerahkan bathin dan pikiran umatnya
tidak boleh mereka diberi muka
agar bangsa terhindar dari saling buruk sangka
dan neraka tak layak hadir dalam negara
manusia tidak butuh agama
bila ajaran yang disyiarkannya
mengatas namakan kekerasan dan permusuhan
Tuhan pun tidak aktual untuk disembah
bila hamba-hamba yang menyampaikan kebenaran firmanNya
hanya hapal sumpah serapah
dan di mimbar khotbah
sembarangan membuang ludah fitnah
jangan kau belajar firman Tuhan
pada orang-orang yang kafir atas kasih sayang dan kelembutan
jangan kau cari kebenaran
dari mulut-mulut yang hanya pandai menyalahkan dan memaki orang
ulama asal sindir yang gemar mencari muka
lewat tepuk tangan dan tertawaan jemaahnya
bahkan rela dan takabur menghina nabi yang bukan junjungannya
taklah patut pula kita mendengar ceramahnya
bagaimana bisa engkau belajar kepada orang semacam itu
yang bahkan lulus pun belum sebagai manusia
yang mampu menahan mulutnya dari napsu menghina dan dusta
sepuluh orang ahli agama yang gagu dan degil hatinya
adalah lebih berbahaya menyesatkan keselamatan dunia
daripada seorang pelacur yang menari telanjang di depan tetamunya
carilah Tuhan dalam wajah-wajah papa rakyat jelata
carilah Tuhan dalam silahturahmi kemanusiaan
rayakanlah kebaikan Tuhan
dengan menebar persaudaraan dan kerukunan
itulah makna ajaran agama sejatinya
kopi di gelas masih tersisa setengahnya
bau aroma khasnya telah pergi
bersama panas gelasnya yang telah mulai mendingin pula
istri keluar dari dalam rumah
membawa pisang yang digoreng dengan tepung tapioka
dan disajikan dengan cinta
entah kenapa
hari ini aku tenang dan nyaman sekali
udara pun masih kelewat sejuk terasa untuk hari sesiang ini
yang biasanya terik dan lengket di badan
apakah tersebabkan oleh kopi dan pisang goreng tapioka
yang kunikmati dengan hati
atau karena kesadaran untuk menjadi manusia
dengan keluasan hati yang meruang menjadi cakrawala
entahlah
aku masih belum menemukan kepastian jawabnya
sebagai pertanyaan
dia boleh akan tetap tinggal menjadi pertanyaan
sesampai kematian memberikan jawaban
di televisi tetangga yang suaranya lamat-lamat sampai ke telinga
kudengar kabar berita
seorang tersangka pelanggar undang-undang negara
telah diperiksa dan ditahan untuk sementara
kopi tandas seketika
13Desember20
DALAM PELUKAN ISTRI AKU MELUPA SEGALA PERKARA
semalam aku tak dapat tidur lagi
kehidupan yang kusaksikan sesiang kemarin
mencemaskan hati dan pikiranku yang kelu
udara dingin yang masuk dari jendela belakang kamar
yang kerap kali memang kubiarkan terbuka
menghangatkan badanku yang berkeringat karena gelisah
istriku yang tidur di sebelah kiriku
masih tak tergoda untuk bangun segera
dengkur napasnya kudengar teratur dan berirama
pahanya sedikit terbuka
bersebab tidurnya memang kelewat merdeka
adzan subuh lamat-lamat terdengar
menghantarkan keteduhan yang magis dan mistis
pada telinga yang masih juga terjaga
aku beranjak dari kasur yang basah oleh peluh
menuju kamar mandi untuk cuci muka
air dingin menyegarkan wajahku
yang kelihatan sedikit tua dan susah
dengan melangkah perlahan aku bergerak ke dapur
lampu dapur kunyalakan
lalu aku menyeduh teh dengan air panas
dari thermos berwarna hijau muda
suara muadzin masih kudengar memanggili para pemercaya
untuk datang bersujud dan menyembah
kepada sang Ilahi pemilik bumi dan semesta ini
dalam kesendirian di subuh yang kudus itu
pikiranku menerawang melewati batas-batas waktu
yang pernah kusinggahi dahulu
waktu ketika kehidupan masih belum segaduh seperti saat ini
ada kerinduan untuk kembali
ke masa-masa yang telah melewat itu
masa di mana anak-anak bermain galasin atau dampu
dengan riang di bawah terang bulan purnama
kenangan akan wajah perkampunganku yang begitu bersahaja
di mana tegur sapa menjadi tradisi yang sejati sesama warga negara
tak dapat kupercaya
bagaimana zaman dapat berubah dengan begitu cepatnya
perubahan yang begitu kuasa
menggilas tatanan hidup berbangsa dan bernegara
bagaimana tegur sapa digantikan cacian dan hinaan
untuk memaki sesama manusia
yang tak memiliki kesamaan ideologi politik dan agama
perlahan aku merasakan air hangat menetes
dari kedua mataku yang perih karena belum menemu tidur semalaman
air mata kesedihan yang meresponi keadaan hidup hari ini
yang sesak dan bahang oleh suasana permusuhan dan perpecahan
antar sesama warga bangsa
teh panas memulai dingin di gelas putih beraksara arab
hadiah dari tetangga yang baru pulang dari madinah
aku meminumnya tanpa gairah
suara adzan sudah tak kudengar lagi
bersebab waktu telah menunjuk angka setengah tujuh pagi
suara lonceng gereja berdentang
menghadirkan vibrasi yang hikmat dan khusuk sekali
pada nurani yang bernyanyi
ooo negeri yang kucintai
teramat kucintai
ada apa denganmu kini
mengapa hidup di negeri ini menjadi mencemaskan sekali
apakah ini pertanda akhir zaman
di mana manusia menjelma mimpi buruk bagi manusia lainnya
aku tak percaya dan tak berkehendak ingin percaya
ada kegentingan apa yang mengubah kekudusan takbir
menjadi ajakan berperang
ketersesatan sejauh mana yang membawa doa-doa
kepada permintaan celaka bagi orang-orang yang tidak kita suka
apakah Tuhan yang kita sembah
memang sedemikian jahatnya
sehingga mampu untuk mengabulkan doa-doa kita yang gila dan celaka
aku menolak bertuhan dan bahagia menjadi atheis
bila tuhan itu memang pengabul doa-doa jahat
sebagaimana yang kalian sangka
kemabukan semacam apa
yang menjadikan hati dan pikiran serta iman kita
menggulita tanpa setitik pun cahaya
dulu kita mengecam keras pengkultusan manusia
dan melarang penyembahan berhala
namun kini kita tuhankan keonaran
dan kebodohan menjadi kiblat kita buat sembahyang
belum selesai aku menerawang
istriku muncul dari kamar dengan rambut tergerai
baju tidur transparannya yang ditimpali cahaya matahari pagi
yang membias masuk dari pintu depan rumah
menampilkan lekuk tubuhnya yang menggoda
lelaki memang begitu
kerap kali jatuh dalam lobang yang sama
walau lobang itu sudah lama dikenalnya
kucium keningnya
kupeluk tubuhnya
bau minyak kayu putih dari dadanya
menyegarkan napasku seketika
aku melupa segala perkara
24Nov20
*Harris Priadi Bah adalah Sutradara Teater Kami. Baru saja menerbitkan Kumpulan Puisi “Jalan, Kesaksian dan Sajak”.