Mata Air Keteladanan Mbah Maimun
Judul Buku: KH Maimoen Zubair, Sang Maha Guru
Penulis: Dr Jamal Ma’mur Asmani MA
Pengantar: DR. KH. Abdul Ghofur Maimun
Penerbit: Diva Press, Yogyakarta
Cetakan: ke 1 Oktober 2021
Tebal: 218 halaman
ISBN: 978-623-293-531-0
Harga : 65.000
KH Maimoen Zubair, atau yang akrab kita sapa Mbah Moen, sudah tidak asing lagi bagi publik Indonesia khususnya para ulama dan santri. Namanya harum sebagai ulama sepuh perekat umat. Ulama kharismatik asal Sarang, Rembang, Jawa Tengah, yang wafat pada 6 Agustus 2019 di Ma’la Mekkah, Arab Saudi, ini dikenal alim, berpengaruh, dan menjadi rujukan umat. Buku berjudul KH Maimoen Zubair, Sang Maha Guru karya Jamal Ma’mur Asmani ini mengupas lika liku kehidupan sosok yang sangat disegani itu, berikut kiprah, pemikirannya, perjuangan, dan keteladanannya. Sehingga dapat kita semua ambil hikmah dari figur ulama tersebut.
Mbah Moen lahir pada 28 Oktober 1928. Sejak kecil, ayahnya KH Zubair Dahlan mendidiknya dengan sangat serius, Mbah Moen dibiasakan menghafalkan kitab-kitab primer dalam kajian kitab kuning, meliputi kitab alat (Nahwu) yaitu al-Jurumiyah, Nadham Imrithi, dan Alfiyyah Ibnu Malik dan juga meliputi kitab fikih seperti Fathul Qorib, Fathul Mu’in, dan Fathul Wahhab. Mbah Moen sedari kecil sudah diajarkan untuk selalu menuntut ilmu. Setelah mereguk ilmu dari ayahnya, Mbah Moen melanjutkan rihlah ilmiahnya (perjalanan menuntut ilmu) di Pondok Sarang Rembang, Pondok Lirboyo Kediri, dan berguru ke beberapa ulama besar di Makkah, antara lain kepada Sayyid Alawi al Maliki, Syekh Muhammad Yasin bin Isa al Fadani, dan Syekh Muhammad Amin al Kutbi.
Pengembaraan intelektual Mbah Moen, menurut Jamal Ma’mur Asmani, menunjukkan kombinasi himmah aliyyah (cita-cita yang tinggi) dan ijtihad (kesungguhan) yang ada dalam dirinya. Perpaduan himmah aliyyah dan ijtihad itu memberi hasil yang luar biasa, yaitu kedalaman ilmu, kemuliaan budi kepada umat dan bangsa, buku ini juga tidak hanya mengulas pemikiran besar Mbah Moen, tapi juga mendalami corak pemikiran Mbah Moen dan kontribusinya dalam pemikiran Islam modern dan juga menjelaskan tentang berbagai macam disiplin ilmu yaitu etika Kyai, dan etika Santri menurut Imam Al Ghazali, Mbah Hasyim Asy’ari, dan Imam Az-zarnuji, buku ini juga memuat seluk beluk perkembangan PP Al Anwar sarang, dan perihal keteladanan dan pemikiran dari Mbah Moen.
Menurut Jamal, Mbah Moen adalah tokoh teladan umat karena aktif merespons problematika sosial dan terlibat aktif melakukan perubahan langsung dalam proses persoalan sosial yang terjadi. Banyak pemikiran Mbah Moen, utamanya dalam konteks fiqih, yang merupakan respons dari realitas sosial, contohnya terkait dengan pandangan Mbah Moen yang membolehkan menggunakan jasa bank untuk keperluan daftar haji. Pandangan ini disampaikan ketika masih ada polemik tentang perbankan konvensional yang dalam Muktamar NU diputuskan ada tiga pendapat, yaitu halal, haram, dan syubhat. Ketika pemikiran ini disampaikan, masih banyak ulama yang mengharamkan bertransaksi di perbankan, termasuk untuk kebutuhan berhaji.
Jamal juga menjelaskan Mbah Moen adalah kyai karismatik yang membaktikan seluruh hidupnya untuk santri dan pesantren, dibuktikannya dengan menghabiskan waktunya untuk ngaji dan pengajian yang ia dijalani dengan Istikomah akan tetapi ia memilih menghabiskan waktu ngajinya bersama santrinya dibanding dengan pengajian di luar pesantren. Mbah Moen juga tak sekedar mengajar akan tetapi penyejuk bagi batin para santri dan siapa saja yang bertabarrukan (meminta berkah) kepadanya.
Corak pemikiran fiqh Mbah Moen seperti itu, menurut Jamal, Mbah Moen tidak hanya berorientasi kepada teks-teks yang ada dalam kitab kuning, tetapi memikirkan solusi persoalan umat dan metode untuk mendidik para santri agar menjadi penerus ulama dan mempersatukan bangsa dan agama.
Buku ini ditutup penulis dengan dakwah kebangsaan Mbah Moen dalam mengembangkan Islam dan bangsa yang harus dilanjutkan generasi sekarang dan yang akan datang, yang meliputi: dakwah keilmuan, dakwah kyai, dakwah politik, dakwah sosial, dakwah pembaruan Islam, dan dakwah pengembangan pendidikan. Buku ini lebih dari kata layak, tapi juga sangat penting dibaca oleh para santri dan siapa saja yang ingin mereguk mata air keteladanan yang memancar dari sosok keteladanan Mbah Moen.
Sehingga dengan ini, Mbah Moen disebut sebagai Sang Maha Guru. Dalam buku ini juga memuat bahasa yang mudah dipahami sehingga memudahkan para pembaca dan penalaah untuk membaca buku tersebut, pelajarannya yang disajikan juga sangat nyata di kehidupan sehari-hari, nasihat-nasihat yang diberikan juga sederhana, namun menusuk sekali bahasanya kedalam hati dan diri.
Sampul buku ini juga sangat bagus sehingga dapat menarik siapapun yang melihatnya dan akan merasa penasaran akan sosok teladan umat yakni Mbah moen. Akan tetapi alangkah baiknya jika dalam buku ini dimasukkan tanya jawab tentang realita kehidupan dan persoalan umat dalam masa sekarang yang dijawab langsung oleh Mbah Moen, karena yang kita tahu Mbah Moen juga sering menyelesaikan segala problematika dalam agama dan negeri ini sehingga dapat menambahkan relasi yang luas lagi bagi para pembacanya dan lebih mengenal akan sosok mata air teladanannya. Dan di buku juga tidak ada gambar atau ilustrasi sehingga kurang menarik dan cenderung bosan dalam membaca.
*Penulis dari Ponpes Al-Hidayah, Purwokerto Utara.