Berpikir Kreatif Menurut Rod Judkins

Oleh Nanda Darius dan Yogi Afria*

Rod Judkins, dari St. Martin’s College of Art yang terkenal di dunia telah mempelajari keberhasilan para pemikir kreatif dari setiap langkah kehidupannya, sepanjang sejarah. Berdasar pada berbagai poin referensi yang luar biasa—dari Dada Manifesto sampai pakar ekonomi pemenang Hadiah Nobel, dari studio Andy Warhol sampai meja Einstein—dia menyaring keahlian seumur hidup menjadi sebuah buku yang ringkas dan luar biasa yang akan menginspirasi Andaagar lebih percaya diri dan lebih kreatif untuk berpikir. 

Anda akan menyadari mengapa Anda sebaiknya berbahagia ketika kreata Anda ditunda: menemui pelajaran yang paling berhasil dalam pendidikan (di mana setiap siswa memenangkan Hadiah Nobel); menemukan bahwa ketelanjangan grafis selama berbicara di depan umum dapat menjadi penghalang dan sangat persuasif; dan belajar mengapa, pada abad kedua puluh satu, secara teknis ilegal untuk menjadi sebaik Michelangelo. 

Bersikaplah keras kepala terhadap kompromi. Rencanakan untuk mendapat banyak kecelakaan. Bersikaplah cukup matang untuk menjadi kekanakkanakan. Lebih seringlah untuk menentang diri Anda sendiri. Temukanlah The Art of Creative Thinking.

***

Rod Judkins adalah seorang seniman, penulis, dan dosen. Setelah memperoleh gelar MA di Royal College of Art, dia berulang kali melakukan pameran tunggal untuk sejumlah lukisan-lukisannya. Bukunya yang laris, Change Your Mind: 57 Ways to Unlock Your Creative Self, telah diterjemahkan kedalam banyak bahasa. Dia mengajarkan tentang berpikir kreatif di Central Saint Martins College of Art selama lima belas tahun. Lokakarya dan kuliahnya menunjukkan bagaimana kreativitas dapat menjadi manfaat praktis bagi para individu, perusahaan, dan bisnis dalam bidang apa pun.  

***

Buku The Art of Creative Thinking ini, secara tidak sengaja Penulis temukan di salah satu toko buku murah di sudut Kota Yogyakarta. Deretan rak buku sudah agak usang menyerta suasana lengang, menambah kesungguhan Penulis melenggangpukang menyusuri lorong-lorong kata. Sempena, dua orang pelayan yang duduk di meja kasir, sedang tegang bergulat membicarakan banyak perkara, tanpa memedulikan kehadiran Penulis berbaur dengan buku-buku khas beraroma.  

Selepas mengambil beberapa buku yang diperlukan, satu buku menarik perhatian Penulis. Sebentuk buku ringkas, ringan dengan reka sampul sempadan: pas ditangan! Kedudukannya hanya terpisah satu rak antara versi asal dan terjemahan. Dua-duanya dalam posisi hampir menyudut ambang. Lapisan debu yang cukup tebal pada sisi-sisinya, memberi petunjuk bisu bahwa ianya jarang dijamah oleh tetamu toko buku. Melihat bandrol harga yang cukup mesra membuat Penulis tertarik membawanya serta. Yah, terkadang lebih baik menyesal karena membeli, daripada tidak sama sekali.  

Ketika Penulis mulai membaca tulisan Rod Judkins. Penulis terbuai untuk membacanya secara berterusan. Hal ini, dikarenakan Judkins tidak menggunakan teknis penulisan buku seperti biasa, secara linear. Sedari awal pembaca, dikehendaki untuk berpikir secara aktif dengan melompat melalui halaman bacaan. Di sini Penulis merasakan sosok Rod Judkins itu hadir, dan seolah bersemuka dengan memberi pilihan, pada halaman yang akan dibuka selanjutnya, seperti: 

Setuju? Mengambil resiko melebihi zona nyaman di bab berikutnya? Tidak setuju? Temukan mengapa kreativitas dan kerapian tidak selaras pada halaman 238”. Atau berupa pilihan seperti, “Temukan bagaimana dua dari musisi paling berhasil abad kedua puluh mengatasi tantangan yang tidak terbayangkan pada halaman 362, atau mengapa, seperti Beethoven, Anda harus sabar untuk kecewa pada halaman 257”.  

Teknik penyajian seperti ini, Penulis rasakan, bahwa Judkins ingin memberikan gambaran bahwa berpikir dan kreatif merupakan satu Keputusan diantara beragam pilihan. Keberanian memilih, untuk meneruskan (dengan membuka lembar seterusnya) atau keberanian untuk kecewa, atau bahkan memilih untuk berhenti dan menutup buku karena anda sudah cukup seketika.  

Dengan ilustrasi daripada senarai kisah-kisah orang-orang hebat yang dipilih oleh Judkins, dan Penulis pikir orang-orang yang diilustrasikan olehnya betul-betul berpengaruh dalam membina konstruksi pikiran yang selaras dengan daya kreatif seorang Rod Judkins. Setidaknya ada beberapa tokoh-tokoh besar yang diceritakan Rod Judkis. Bagaimana dia menceritakan bahwa Pembaca dapat Menjadi seorang Pembangkit (Bab 6) dengan menceritakan bagaimana Robert de Niro yang menyadari bahwa lebih baik mencipta peranan dan tidak menunggu sutradara memberikannya peran. Pelakon kawakan itu menemukan sebuah buku menarik tentang seorang petinju yang ia pikir bisa berubah menjadi sebuah film, dengan dia sebagai peran utamanya. Kemudian, dia membujuk seorang produser film untuk membiayai produksi berakar daripada buku berkisah. Produser memberikan satu syarat: sutradara Martin Scorsese haruslah diupah.  

Walaupun pada mulanya sang sutradara menolak, selain tidak menggemari tinju, hal lain karena buku yang dimaksud oleh Robert de Niro bukan tentang seorang pejuang yang unggul. Satu-satunya bakat petinju itu ialah menerima hukuman. Namun demikian, setelah berbulan-bulan membujuk, Scorsese menjadi berminat dengan pertarungan petinju dengan setan dalam dirinya dan setuju. Film ini masuk ke produksi. Sudah tentu dengan aktor utamanya Robert de Niro dan bukunya yang berjudul Raging Bull. Alhasil dengan kerja sama yang baik, Raging Bull menjadi salah satu film yang paling diakui secara kritis sepanjang masa, dan de Niro dapat memenangkan anugerah Academy Award sebagai Aktor Terbaik.  

Judkins menambahkan, bahwa untuk menghasilkan sesuatu yang bernilai, kita harus proaktif dan menciptakan sesuatu, bukan duduk dan menunggu. Prinsip ini berlaku untuk semua orang. “Apakah anda pikir komunikasi boleh menjadi lebih baik di mana Anda bekerja? Kemudian menghasut penyelesaian. Apakah Anda ingin menjadi seorang penulis? Berhenti duduk menunggu ide besar Anda! 

Mulai menulis!” 

Perkara lain yang dibincangkan oleh Judkins (Bab 57), pernyataan Judkins yang menurut Penulis menjadi sangat kontroversif sekaligus menjadi pencerahan tersendiri, ialah ketika Judkins mengataan bahwa Kreativitas berkembang di mana ada uang. Uang bukanlah musuh dari para pemikir kreatif tetapi kawan; bukan masalah tetapi peluang: kesempatan. Dalam bab ini, Judkins mengisahkan bagaimana terjadi ledakan yang luar biasa dari kreativitas di Florence pada awal tahun 1400-an. Seniman besar muncul seperti bunga. Donatello, Ghiberti, dan Masaccio yang mencipta beberapa karya seni terhebat dalam sejarah seni. Jadi apakah itu disebabkan oleh mutasi aneh pada gen yang bertanggung jawab untuk kreativitas? Tidak, punca semua itu adalah uang.  

Florence adalah bandar terkaya di Eropa karena perdagangan dan kilangnya. Penaja kaya meminta karya seni yang besar untuk dibuat. Para artis berbondong-bondong ke Florence seperti lebah yang sedang menuju ke sarangnya. Benih-benih Renaisans ditanam dan mekar, mencipta tamadun seperti yang kita kenal. Pikiran kreatif perlu memberi tumpuan pada kreativitas; kebimbangan keuangan adalah satu gangguan yang paling buruk dan menjadi beban yang melumpuhkan. Toh, pada nyatanya sebuah penelitian menunjukkan bahwa ukuran kanvas Van Gogh berubah-ubah mengikuti kadar keuangannya. Kekurangan uang secara harfiah menyusutkan lukisannya. Dengan menggambarkan bagaimana seniman-seniman Amerika dan penulis mendapat manfaat dari Pemerintah Amerika yang mencurahkan uang ke dalam Proyek Seni Federal- skema untuk mempromosikan budaya Amerika semasa Perang Dunia Kedua. Para seniman, penulis, dan musisi dibiayai selama dua tahun, yang memberi mereka ruang dan masa untuk berkembang, menemukan suara mereka. Perkara yang sama berlaku di London (1980-an), dan Belanda di abad 17. Sejarah seni tidak dapat dipisahkan daripada sejarah uang, dan salah satu fungsi orang kaya adalah membiayai kreativitas itu. Kekayaan adalah pemudah cara. Itulah yang menjadikan segala-galanya mungkin. Kekayaan ini merupakan bahan bakar untuk kreativitas.  

Secara keseluruhan, buku ini terdiri dari 85 bab ringkas, yang pada asasnya mengandung dialektika tentang orang-orang kreatif yang berjaya dan kaidah reflektif yang sesuai untuk mereka. Kisah-kisah ini bertujuan untuk menginspirasi dan menggalakkan pembaca untuk menggunakan strategi yang sama dalam usaha kreatif mereka. Buku ini direka secara acak, pada dasarnya seperti melayari FYI Tiktok atau Instagram. Meskipun bagi Penulis sendiri, teknik penyampaian buku ini tidaklah pelik, sebagai peminat serial seram Goosebumps (2001), R.L Stine pernah mengeluarkan serial dengan teknik persembahan yang sama dalam seri Petualangan Mautnya. Terlepas daripada itu, pendekatan ini memungkinkan pembaca untuk menyelami kandungan dan mencari inspirasi tanpa mengharapkan narasi linear atau panduan komprehensif. Buku ini menawarkan koleksi ide dan dialektika menarik yang dapat berguna untuk pembaca yang ingin meningkatkan kreativitas mereka. Dengan menyajikan pelbagai rujukan, bermula daripada pergerakan sejarah seperti Manifesto Dada (Bab 54) hinggalah tokoh modern seperti, Steve Jobs (Bab 28), Andy Warhol (Bab 32), yang memberikan pandangan luas tentang pemikiran kreatif dalam tindakan. 

***

Rod Judkins menekankan pentingnya melakukan kekhilafan sebagai bagian daripada proses kreatif. Ia berpendapat bahwa cara seseorang bertindakbalas terhadap kekhilafan adalah cerminan dari upaya seseorang untuk berinovasi dan menyelesaikan masalah secara kreatif. Penekanan Judkins berinti pada pendapat bahwa kreativitas sebagai sebuah proses, buku ini tidak memfokuskan pada kreativitas sebagai sifat yang tetap, sebaliknya sebagai proses yang dapat dipengaruhi oleh berbagai faktor, termasuk sikap seseorang terhadap kekhilafan dan kesanggupan untuk mencoba. 

Bagi pembaca yang berminat meneroka hubungan antara kreativitas dan kekhilafan, atau mencari inspirasi daripada kisah-kisah tokoh kreatif terkemuka, buku ini boleh menjadi titik permulaan. Walau bagaimanapun, adalah penting untuk diperhatikan bahwa buku ini tidak menawarkan panduan langkah demi langkah untuk meningkatkan kreativitas seseorang, sebaliknya membentangkan rangka kerja falsafah untuk memahami peranan kreativitas dalam kehidupan pribadi dan profesional.  

Penulis sendiri secara pribadi sangat kagum ketika Rod Judkins menjelaskan bahwa kreativitas boleh dimiliki oleh semua orang dengan melakukan perkara yang luar biasa. Dengan membaca buku ini, kita bisa membuka pikiran segar serta mengembangkan cara berpikir kreatif yang boleh diterapkan kepada semua orang. Kita dilahirkan dengan kecerdasan, intuisi, dan imajinasi yang luar biasa. Namun, seringkali sekolah dan masyarakat cenderung membatasi dan merampas keyakinan kreatif itu. Akibatnya, banyak orang tidak melatih kekuatan yang luar biasa ini, sehingga kekuatan tersebut menjadi lemah. 

Sekolah, keluarga, dan kawan-kawan kita mempunyai pandangan terbatas pada kemampuan kita. Hal ini membuat seolah-olah kuasa kreatif kita telah hilang, bermakna kita telah kehilangan peluang untuk bebas menjadi diri kita sendiri. Kreativitas bukan tentang mencipta lukisan, novel, atau barang tetapi tentang mencipta diri sendiri, mencipta masa depan yang lebih baik dan memanfaatkan peluang yang kini hilang kepada kita. Kreativitas bukan juga seperti saklar yang dapat dihidupkan dan dimatikan, tetapi kreativitas adalah cara kita melihat, melibatkan diri, dan bertindakbalas terhadap dunia di sekeliling kita. Oleh karena itu, cara berpikir kreatif dapat diterapkan pada apa saja yang kita lakukan. Orangorang kreatif adalah kreatif apabila mengisi kertas kerja, memasak, membuat jadwal, atau mengerjakan pekerjaan rumah. Orang kreatif mencoba mengembangkan pemikiran alternatif yang boleh digunakan untuk tantangan atau pekerjaan. Salah satu petikan yang Penulis ambil dan dipercayai dalam proses kreatif mencipta karya daripada buku ini ialah Ketika Rod Judkins menulis, “Jangan bereksperimen, Jadilah sebuah Eksperimen” (Bab 68). 

Kadangkala terdapat kelemahan untuk bereksperimen: tidak semua eksperimen berjaya. Untuk masuk kedalam pola pikir ekperimental. Kita mesti menerima bahwa akan ada percobaan sia-sia, malah bencana. Tidak ada cara untuk mengetahui apa yang akan berkesan dan apa yang tidak, tetapi setiap percobaan yang gagal akan mengajarkan kita sesuatu yang baru. Eksperimental dapat mengantarkan pada penyelesaian yang unik dan asli. Pemikir kreatif membayangkan ruang kerja mereka sebagai tempat untuk eksperimen, laboratorium. Sementara itu organisasi kreatif mengamalkan eksperimen secara konstan untuk memastikan pemikiran mereka tetap segar. Dia berada dalam sifat eksperimen yang kadang-kadang gagal. Jika kita mencoba perakara-perkara baru? Mungkin tidak berkesan. Tetapi jika eksperimen berjalan terlalu lancar, itu bisa menjadi petanda bahwa kita tidak cukup bereksperimen.  

***

Bagi para pembaca yang berfikir linear sudah tentu mereka melihat teknis penyampaian buku ini sebagai satu kelemahan. Pembaca yang terbiasa membuka helai demi helai (seperti kita membaca sebuah novel atau buku ilmiah berjenjang) akan mengalami kesukaran untuk mencari inti masalah apa yang sebenarnya ingin diangkat oleh Rod Judkins. Ditambah, yang Penulis rasakan kadangkala membaca buku ini terasa agak sedikit kerepotan apabila membuka lanjutan antar pilihan yang halamannya cukup berjauhan. Pembaca yang terbiasa, mencari kajian dramatis seperti petikan; awal, tengah dan akhir, sukar untuk menentukan kapan buku ini selesai dibaca dengan cara yang dikehendaki oleh Judkins. Hal ini selaras dengan kata-kata penyair Amerika, T. S Eliot yang berkata “Kalau anda tidak lebih tinggi dari kepala anda, bagaimana anda tahu seberapa tinggi anda? 

Walau bagaimanapun, ada baiknya bagi pembaca untuk meninggalkan sementara kebiasaan itu dalam membaca buku ini, atau menutupnya sementara waktu. Dalam buku ini, Judkins seolah-olah mengingatkan kita, bahwa kadangkala lahirnya ide, serta proses kreativitas sebenarnya berlaku dalam tahapan lompatanlonjakan, ketegangan, dan terus bergerak baik dengan persoalan, kebimbangan, atau malah emosi yang kembali pada titik permulaan, ataupun berhenti sejenak untuk mengejar kebahagiaan kita dan berbahagialah.   

Kelemahan yang paling kentara, terletak pada perbincangan yang kadang membawa kita ke halaman yang pernah kita baca sebelumnya, meskipun ini menjadi proses keterhubungan, namun cukup membosankan apabila kita harus membaca berulangkali perkara yang sudah kita baca sebelumnya. Atau memulai membaca bab baru, hanya untuk mengalami pengembaraan yang berbeda.  Sekurang-kurangnya Judkins ingin berbicara, “Ya… begitulah masalah hidup yang kita hadapi, ia senantiasa episodik, kolase-kolase takdir yang mana kita mengumpulkannya semula untuk membentuk intipati diri kita yang sebenar mengada”. 

Ada satu dugaan yang menarik, yang dipertanyakan oleh Penulis. Tentang, apakah Judkins begitu dipengaruhi oleh Hegel? Hal ini dengan membaca tuturan kalamnya yang banyak menyajikan cerita-cerita epik? Proses penceritaan itu, seolah memberikan tawaran untuk ‘mengingat’ lalu ‘menghidupkan semula”. Apalagi, bercermin dengan cara pemikiran Hegel yang mengatakan “Yang pertama mendahului yang kedua: jiwa adalah subjek yang menentukan semua tindakan eksternal”. Terlepas dari pada itu, buku ini sangat dianjurkan bagi para pembaca yang menyukai tantangan dan pengembaraan. Seyogianya, hal ini sejalan dengan apa yang dikatakan oleh pelukis hebat dari Spanyol, Juan Gris yang menyatakan: seketika kita akan merasa kehilangan, apabila kita sudah mengetahui apa hasilnya. Jadi, teruslah penasaran!  

Surakarta, 11-14 Maret 2024

*Peserta Program Menulis dan Kajian Buku Studio Plesungan, Surakarta.