Kementerian Kebudayaan dan Nasib Kampus Seni di Indonesia

Oleh Dr. Aris Setiawan

Pada pemerintahan Indonesia mendatang, dengan terpilihnya presiden baru, ada sebuah harapan yang tumbuh di kalangan civitas kampus seni di Indonesia, yakni hadirnya Kementerian Kebudayaan. Selama ini, kebudayaan sering kali terpinggirkan atau hanya menjadi subordinat di bawah naungan kerja-kerja berdalih pendidikan. Hal ini telah membatasi kemajuan kebudayaan karena terbelenggu oleh aturan-aturan yang lebih dominan, dengan menempatkan kebudayaan semata sebagai pelengkap atau suplemen. Bagi kampus-kampus seni di Indonesia, keberadaan Kementerian Kebudayaan menjadi sangat penting sebagai payung utama. Bukan hal aneh, selama ini, kampus seni cenderung terisolasi saat berada dalam naungan Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek), karena standar atau penerapan kinerjanya diukur sama dengan kampus-kampus umum atau bahkan universitas besar katakanlah UGM, UI, UNS, Unair, ITB, dan lainnya. 

Dampaknya adalah, kampus-kampus seni, dengan keterbatasan jumlah program studi serta perbedaan orientasi tugas pokok (konservasi), terus menderita, terutama apabila pencapaian diukur secara kuantitatif pada banyak sedikitnya jumlah mahasiswa dan karya ilmiah yang dihasilkan. Persaingan menjadi tidak seimbang, jangankan masuk dalam 10 besar perguruan tinggi terbaik di Indonesia, masuk di posisi 100 besar saja adalah sebuah pencapaian yang patut dibanggakan. Dan sampai kapanpun, kampus-kampus seni tidak akan pernah berhasil memenangkan kontestasi, melawan kampus besar yang memiliki variasi program sudi [umum], jurusan, fakultas, mahasiswa, serta sarana dan prasarana lebih banyak.

Misi Kebudayaan

Kampus seni lebih dari sekadar lembaga pendidikan, tetapi juga wadah utama dalam upaya konservasi dan pelestarian seni tradisi. Sebagai benteng terakhir penjaga denyut hidup kesenian tradisi, kampus seni bertanggung jawab untuk merawat, mengembangkan, dan memperkenalkan seni tradisi kepada publik, terutama generasi muda. Dengan demikian, esensi didirikannya kampus seni adalah memastikan kelangsungan hidup seni yang telah menjadi bagian integral dalam pembentukan identitas suatu bangsa. Kampus seni yang tersebar di beberapa daerah di Indonesia memainkan peran krusial dalam mempertahankan keberagaman. Dengan memiliki peran sebagai lembaga yang menjaga warisan budaya, kampus seni tidak semata mengajarkan unsur teknikal berkesenian, tetapi juga mendorong pemahaman lebih dalam tentang nilai-nilai yang terkandung dalam setiap karya seni sebagai entitas berharga.

Dalam konteks Undang-undang Nomor 5 tahun 2017 tentang “pemajuan kebudayaan”, posisi penting kampus seni menjadi semakin jelas. Undang-undang tersebut memberikan landasan hukum bagi pemerintah untuk melindungi, mengembangkan, dan memajukan kebudayaan Indonesia, termasuk seni tradisional. Kampus seni berperan sebagai pelaksana utama dalam mewujudkan tujuan tersebut, dengan memberikan pendidikan [pengajaran], penelitian, kekaryaan, dan pengembangan dalam bidang seni tradisi. Kampus seni juga memiliki tanggung jawab untuk menyuarakan kepentingan seniman dan budayawan dalam proses pembuatan kebijakan yang berkaitan dengan kebudayaan. Dengan memiliki posisi strategis dalam masyarakat seni, kampus seni dapat menjadi lembaga advokasi yang kuat, menjaga keberlanjutan seni tradisi, serta memperjuangkan pengakuan dan apresiasi layak bagi para pelakunya.

Konteks kekaryaan kampus seni adalah memfasilitasi dialog untuk menciptakan ruang inovasi dan kolaborasi yang dapat membawa seni tradisi ke tingkat lebih tinggi. Dengan demikian, kampus seni tidak hanya memainkan peran sebagai penjaga warisan budaya, tetapi juga sebagai katalisator untuk perkembangan dan evolusi seni tradisi di era kini. Dengan kata lain, kampus seni dapat membantu memperkuat identitas serta mempromosikan kekayaan budaya Indonesia kepada dunia. Karena itu, banyak hasil karya akademisi kampus seni diakui secara internasional, namun menjadi tidak kontekstual saat pencapaian itu dimartikulasi menjadi angka-angka kuantitatif selayaknya indeks jumlah kutipan pada jurnal ilmiah. Ukuran keberhasilan kampus seni tidak hanya berkaitan dengan seberapa banyak lulusan atau produksi ilmiah, tetapi juga dengan kontribusi mereka dalam menjaga dan mengembangkan kebudayaan lokal dan nasional. 

Pentingnya kampus seni dalam mempertahankan warisan budaya dan menghidupkan kembali tradisi-tradisi seni hampir punah tidak dapat diukur secara langsung dengan angka yang matematis. Sebaliknya, keberhasilan kampus seni seringkali tercermin dalam dampaknya terhadap kesadaran masyarakat akan nilai-nilai budaya, penghargaan terhadap keanekaragaman, dan kesinambungan praktik-praktik seni yang telah diwariskan dari generasi ke generasi. Dalam konteks ini, perlu diakui bahwa kampus seni memiliki peran unik dan tidak dapat disamakan dengan kampus-kampus umum lain. Oleh karena itu, penilaian terhadap keberhasilan kampus seni harus memperhitungkan dimensi budaya, sosial, dan kreatif, serta tidak terbatas [sekali lagi] pada ukuran kuantitatif semata. Dengan memahami kompleksitas peran kampus seni dalam konteks Undang-Undang Pemajuan Kebudayaan, idealnya pemerintah dapat mengapresiasi kontribusi mereka melampaui batas-batas akademik konvensional. 

Payung Kementerian Kebudayaan

Mengacu pada model kampus-kampus spesifik lainnya, seperti kampus berbasis agama di bawah Kementerian Agama, kampus pertahanan di bawah Kementerian Pertahanan, kampus pelayaran di bawah Kementerian Perhubungan (dan hampir tiap kementerian memiliki kampus spesifik sebidang), kampus seni seharusnya berada di bawah naungan Kementerian Kebudayaan. Model organisasi pemerintahan yang memisahkan kementerian-kementerian sesuai dengan fokusnya adalah refleksi dari kebutuhan untuk memberikan perhatian khusus pada bidang-bidang tertentu. Posisi kampus seni di bawah Kementerian Kebudayaan memberikan legitimasi tepat bagi fokusnya yang khusus pada pelestarian serta pengembangan seni dan budaya.

Kementerian Kebudayaan secara alamiah menjadi payung ideal untuk kampus seni karena kedua entitas tersebut memiliki tujuan serupa. Dengan demikian, penempatan kampus seni di bawah naungan Kementerian Kebudayaan memungkinkan adanya sinergi kuat antara kebijakan pemerintah dan praktik pendidikan di lapangan. Selain itu, penempatan kampus seni di bawah Kementerian Kebudayaan juga memfasilitasi kolaborasi lebih erat antara kampus seni, lembaga budaya, dan komunitas seni. Hal itu memungkinkan adanya pertukaran pengetahuan, sumber daya, dan peluang kerja sama memperkuat ekosistem seni [dan budaya] secara keseluruhan.

Pentingnya kampus seni sebagai garda terdepan dalam melestarikan dan mengembangkan kekayaan budaya menuntut dukungan komprehensif dari pemerintah. Dengan posisinya di bawah Kementerian Kebudayaan, kampus seni dapat memperoleh dukungan lebih terfokus dan terarah dalam menjalankan misinya yang krusial bagi identitas dan jati diri bangsa. Dengan adanya payung Kementerian Kebudayaan, kampus seni dapat terus berkembang sebagai pusat unggulan dalam melestarikan dan memperkaya warisan budaya Indonesia. Dengan langkah tegas dan berani dari pemerintahan terpilih mendatang dalam melahirkan Kementerian Kebudayaan, diharapkan nasib hidup kampus-kampus seni di Indonesia menjadi lebih jelas dan terarah. Tidak lagi menjadi semut yang berlari melawan kawanan gajah.

—-

*Dr. Aris Setiawan. Etnomusikolog, Pengajar di ISI Surakarta.