Bernard Mandeville Dongeng Tentang Lebah: Satire bagi Kemunafikan Masyarakat Modern dan Umat Beragama
Oleh Tony Doludea
Pada 1705, Mandeville menerbitkan sebuah pamflet, karya yang sangat dikenal jahat sekali. The grumbling hive, or knaves turn’d honest. Sebuah satir yang menggambarkan Inggris masa itu seperti sebuah sarang lebah yang sangat berkembang maju, hidup dalam kemegahan dan kemewahan dengan segala kemudahannya. Sarang lebah itu sangat giat bekerja dan sibuk sekali, meskipun demikian sungguh tertata rapi.
Namun pada saat yang sama, di mana-mana orang dengan sangat mudah menjumpai keserakahan, korupsi dan kemerosotan moral di setiap lapisan masyarakat yang makmur itu. Masing-masing orang mengais, mengorek bagi dirinya sendiri tanpa memperdulikan bangsanya, setiap orang menipu, mengeruk dan menjarah sekuatnya serta cepat menghamburkannya, perbuatan-perbuatan yang tidak pernah dikenal orang sebelumnya.
Bernard Mandeville atau Bernard de Mandeville adalah seorang filsuf Anglo-Dutch, dilahirkan di Rotterdam, Belanda pada 15 November 1670. Ayahnya seorang dokter terkenal di kota itu dan anggota Huguenot, suatu aliran Protestan Kalvinis Perancis. Mandeville belajar kedokteran dan filsafat di Universitas Leiden, kemudian pergi, menetap di Inggris dan meninggal pada 21 January 1733. Dia dikenang terutama karena dampak luas perbincangannya tentang moralitas dan teori ekonomi di awal abad 18-an itu.
Mandeville melihat bahwa Inggris telah membuat iri bangsa-bangsa lain di muka bumi ini. Meski semua kejahatan di dalamnya akhirnya terkuak itu dapat saja merugikannya. Namun semua itu tidak berhasil menghalangi kemajuan pertumbuhan perdagangannya. Menteri Perdagangan Inggris adalah iri dan kesombongan. Ketamakan mendorong orang-orang untuk bekerja keras dan menimbun kekayaan, yang kemudian dihambur-hamburkannya.
The Root of Evil, Avarice,
That damn’d ill-natur’d baneful vice, Was Slave to Prodigality,
That Noble Sin; whilst Luxury Employ’d a Million of the Poor,
Keborosan orang kaya telah menciptakan dunia kerja bagi rakyat miskin, kekayaan hasil kejahatan itu kembali diputar dalam suatu keseimbangan. Poros sistem kegiatan ekonomi adalah keserakahan dan kemewahan. Mandeville melukiskan masyarakat seperti itu sebagai “Every Part was full of Vice, yet the Whole Mass a Paradise”.
Sangatlah langka jika sebuah puisi menjadi suatu perbincangan filosofis yang serius. Puisi yang ditulis dalam 433 baris dengan gaya fabel. Puisi Mandeville ini didasarkan pada prinsip, Private Vices, Publick Benefits. Puisi ini pada saat itu dimaknai sebagai suatu ajakan dan dorongan untuk berbuat jahat, sebagai dasar penjelas dan prasyarat bagi kemajuan ekonomi suatu masyarakat.
Dikisahkan tentang sebuah sarang lebah yang megah dan sangat mewah. Masyarakatnya berkembang dalam banyak sekali hal, tetapi tidak ada satupun transaksi dan perdagangan yang dilakukan secara jujur. Anehnya, lebah-lebah yang tercurang di sarang itulah, yang paling mengeluh tentang ketidakjujuran dan penipuan yang mengganggu masyarakatnya.
Puisi ini kemudian secara dramatis mengungkap bahwa semua bajingan penipu itu berseru-seru, “Allah Tuhan, rahmatilah kami dengan kejujuran!” Jove, Allah para lebah itu, dengan murka lalu menghapus seluruh kejahatan dari sarang lebah tersebut.
Namun hasilnya kemudian adalah suatu bencana besar, ketika lebah-lebah itu tidak lagi didorong oleh kepentingan pribadi dan persaingan satu dengan yang lainnya. Akibatnya, industri runtuh dan masyarakat yang berkembang maju itu hancur luluh oleh peperangan dan menyisakan hanya beberapa ekor lebah saja.
Lebah-lebah ini, untuk menghindari bencana dahsyat tersebut, lalu terbang masuk ke dalam sebuah lubang di sebatang pohon, penuh rasa puas dengaan kejujuran.
Jika puisi ini diterapkan bagi masyarakat manusia, nampaknya ada paradoks di dalamnya. Suatu masyarakat akan manjadi jauh lebih baik apabila ia mendorong nilai budaya yang bersifat jahat (private vice).
Bagi Mandeville keinginan untuk menghapus kemerosotan moral (private vice) dalam tubuh masyarakat adalah alih-alih kemunafikan atau ketidakkoherenan. Keinginan untuk menciptakan suatu masyarakat yang sungguh-sungguh berkeutamaan dan bermoral merupakan tindakan utopis yang sia-sia. Bagaimana mungkin kejujuran dapat meraih kekayaan dan keberhasilan, namun pada kenyataannya yang menjadi dasar tindakan itu semua adalah keserakahan dan kepentingan diri sendiri.
Oleh karena itu, perbuatan jahat seseorang dalam masyarakatnya itu sesungguhnya mengemban peran penting, yang tidak dapat dihapus bagi kemajuan ekonomi dengan mendorong perdagangan dan industri dan mendongkrak pertumbuhan ekonomi, sebagai suatu public benefit. Bagian akhir puisi tersebut menyimpulkan bahwa “Fools only strive to make a Great an’ honest Hive.”
Bagi Mandeville hidup manusia tidak dapat dibagi sebagai yang luhur dan yang rendah. Hidup manusia yang luhur itu hanyalah sebuah khayalan yang diperkenalkan oleh para filsuf dan pengusasa, supaya dengan mudah mereka dapat memerintah dan berhubungan dengan masyarakat. Pada kenyataannya, keutamaan moral sesungguhnya merugikan kemajuan sebuah masyarakat.
Mandaville mengajukan bahwa banyak tindakan manusia yang luhur dan bermoral itu pada dasarnya adalah jahat. karena sesungguhnya didorong oleh kepentingan diri sendiri. Manusia membangun sistem kesehatan dan rumah sakit yang baik, sistem pendidikan dan sekolah yang baik bukan karena keluhuran moral tetapi karena mengejar keuntungan demi kepentingan pribadi.
Ungkapan bahasa yang dipilih oleh Mandeville digunakannya untuk membangkitkan kejengkelan dan kemarahan serta kejutan. Masyarakat maju yang sibuk, tertata rapi, megah, mewah dan makmur itu merupakan hasil karya nyata para penipu, politisi, pencoleng, pengasong dan bajingan tengkik. Jika masyarakat hidup secara altruis dan saling berbagi, tidak lagi sibuk, maka mereka sedang menghancurkan tatanan masyarakatnya sendiri.
Gereja segera mengutuk pendapat Mandeville, karena telah menginjak-injak dan merusak keluhuran Kristiani. Namun sayang puisi satirnya itu terus saja ditulis dan dicetak ulang.
Vast Numbers thronged the fruitful Hive; Yet those vast Numbers made ‘em thrive; Millions endeavouring to supply Each other’s Lust and Vanity; . . . As Sharpers, Parasites, Pimps, Players, Pick-Pockets, Coiners, Quacks, Sooth-Sayers, And all those, that, in Enmity
With down-right Working, cunningly Convert to their own Use the Labor Of their good-natur’d heedless Neighbor: These were called Knaves; but, bar the Name, The grave Industrious were the Same. All Trades and Places knew some Cheat, No Calling was without Deceit . . . Thus every Part was full of Vice, Yet the whole Mass a Paradise; Flatter’d in Peace, and fear’d in Wars They were th’Esteem of Foreigners, And lavish of their Wealth and Lives, The Balance of all other Hives.
Such were the Blessings of that State; Their Crimes conspired to make ‘em Great; And Virtue, who from Politicks Had learn’d a Thousand cunning Tricks, Was, by their happy Influence, Made Friends with Vice: And ever since The worst of all the Multitude Did something for the common Good.
Satir adalah suatu ragam atau jenis sastra dan seni pertunjukkan dengan mengunakan ungkapan yang buruk, bodoh, kejam, olok-olok dan ejekan. Secara ideal tujuan satir adalah menertawakan seseorang, lembaga atau masyarakat untuk membangun kritik sosial bagi kemajuannya.
Satir dalam banyak hal merupakan sebuah alat atau sumber yang efektif untuk memahami suatu masyarakat, sebuah bentuk tertua kajian tentang masyarakat. Satir menyajikan pemahaman yang tajam dan jelas mengenai kejiwaan suatu masyarakat tertentu, mengungkap nilai dan rasa terdalam juga struktur kekuasaannya.
Namun satir gubahan Mandeville ini ditangkap sebagai sebuah presrikpsi dan desakan normatif bagi terciptanya masyarakat yang maju dan sejahtera. Sehingga tidak pelak langsung mendapat hujatan dan kutukan. Meskipun mendapatkan tanggapan seperti itu, pikiran Mandeville justru telah berhasil membongkar kemunafikan nilai dan rasa terdalam juga struktur kekuasaan masyarakat, dan telah mengenai sasaran, yaitu memberikan kritik sosial demi kemajuan masyarakat.
Dari sisi ontologis, satir Mandeville ini dapat dimaknai dari sudut pandang Buddhis tentang dasar dari kenyataan, yaitu Sunyata. Menurut Buddhisme kenyataan itu tidak memiliki hakikat dan merupakan suatu aliran yang selalu mengalir. Seluruh kenyataan yang terus mengalir itu saling terkait erat satu dengan yang lainnya, tidak dapat pisahkan dan tidak dapat berdiri sendiri.
Sunyata atau kekosongan artinya bahwa kenyataan ini kosong tidak memiliki hakikat atau esensi atau substansi secara individu. Kenyataan ini tidak bersifat permanen, tetap dan solid. “Hakikat” kenyataan adalah terus mengalir dan berubah di dalam suatu keseluruhan utuh yang saling terkait erat satu dengan yang lainnya.
Usaha lebah serakah untuk bahkan menghapuskan kejahatan dari keserakahan dan kesombongan diri mereka sendiri itu adalah sebuah usaha yang sia-sia untuk melenyapkan kenyataannya. Kemampuan Mandeville untuk dapat melihat Kasunyatan dan mengungkapkannya dalam sebuah dongeng puitis satir inilah sudah merupakan sebuah pencapaian pencerahan dalam masyarakat modern.
*Penulis adalah seorang peneliti di Abdurrachman Wahid Center UI
Kepustakaan
Kaye, F.B. Commentary and Introduction to The Fable of the Bees,
2 Volumes. Clarendon Press, Oxford, 1924.
Mandeville, Bernard. The Grumbling Hive: or, Knaves Turn’d Honest. Printed for Sam. Ballard and sold by A. Baldwin, London, 1705.
Mandeville, Bernard. The Fable of the Bees: or, Private Vices, Publick Benefits. Printed for J. Roberts, London, 1714.
Pandit, Moti Lal. Śūnyatā, the Essence of Mahāyāna Spirituality.
Munshiram Manoharlal Publishers, New Delhi, 1998.
Primer, I. The Fable of the Bees Or Private Vices, Publick Benefits. Capricorn Books, New York, 1962.