Si A Piao dan Peringatan Satu Abad Goei Kwat Siong
Sosok bocah cerdik berkepala plontos hadir menghiasi masa kecil mereka yang tumbuh pada sekitar tahun 1950an, melalui lembaran komik yang diterbitkan oleh majalah Star Weekly setiap hari Sabtu. A Piao, begitulah orang mengenal karakter tersebut. Si A Piao adalah sebuah komik karya seorang kartunis bernama Goei Kwat Siong, yang muncul pada sekitar tahun 1950an. Dalam komik tersebut, Si A Piao digambarkan sebagai seorang anak baik, cerdik, dan penolong, yang juga mempunyai hobi membaca.
Untuk mengenang kembali Si A Piao, pada tahun ini Bentara Budaya Yogyakarta akan menyelenggarakan sebuah pameran kartun strip Si A Piao yang terbit dalam kurun waktu tahun 1950-1961, bertajuk “Pameran Gambar Lelucon Goei Kwat Siong: Si Apiao”. Pameran ini akan diselenggarakan selama kurang lebih satu minggu, yakni dari 19 Februari hingga 25 Februari 2023, setiap pukul 10.00 – 20.00 WIB.
Kartun strip A Piao dikemas dalam sebuah gambar ilustrasi yang sangat minim dialog. Goei Kwat Siong, sang kartunis, sengaja menghilangkan dialog dalam karyanya tersebut, agar anak-anak dapat dengan mudah memahami makna dari ceritanya, yang seringkali ia sisipkan pendidikan moral dan semangat nasionalisme. Berkat kejeniusan Goei Kwat Siong, Si A Piao berhasil menjelma menjadi sosok yang banyak digemari oleh anak-anak pada era 1950-1960an. Bahkan, dengan ceritanya yang sangat relevan dengan kehidupan anak-anak pada periode tersebut, serial ini mampu menjadi zeitgeist, atau semangat zaman.
Pameran ini dihadirkan untuk memperingati usia satu abad dan mengenang dua tokoh penting dalam proses “lahirnya” Si A Piao. Tokoh tersebut adalah sang kartunis, Goei Kwat Siong (1919-1975), dan Ouwyong Peng Koen atau PK. Ojong (Juli 1920-Mei 1980), yang merupakan pemimpin redaksi Tabloid Mingguan Star Weekly, tempat dimana Si A Piao dilahirkan.
Goei Kwat Siong (GKS) merupakan seorang guru sekolah yang lahir di Pekalongan, Jawa Tengah, pada tahun 1919. Dalam masa baktinya sebagai seorang pendidik, GKS menyempatkan waktunya untuk menciptakan tokoh Si Apiao, yang kemudian secara resmi diterbitkan pada tahun 1950 dalam rubrik anak-anak Tabloid Mingguan Star Weekly. Pada saat itu, Star Weekly dipimpin oleh PK Ojong, yang kelak di kemudian hari menjadi tokoh penting dalam perkembangan jurnalisme dan literasi Tanah Air, dengan mendirikan majalah intisari, Harian Kompas, dan PT. Gramedia. Oleh karena itulah, PK Ojong memainkan peran besar dalam proses lahirnya Si A Piao dari tangan dingin Goei Kwat Siong.
Tabloid Mingguan Star Weekly yang menjadi rumah bagi Si A Piao telah beredar sejak 6 Januari 1946. Pada masanya, Star Weekly menjadi populer di Indonesia, terutama bagi kalangan etnis Tionghoa. Dengan menyajikan campuran topik-topik serius dan santai dalam satu wadah penerbitan, Star Weekly telah memainkan peran penting dalam perkembangan jurnalisme dan literasi di Indonesia. Adapun rubrik yang dihadirkan oleh tabloid ini sangat beragam, dimulai dari berita olahraga, sejarah, cerita anak, resep masakan, komik, cerita silat, esai-esai sastra dan film, hingga ulasan pameran seni rupa. Akan tetapi, pada tahun 1961 bersamaan dengan dimulainya gejolak politik tanah air, Star Weekly diberhentikan untuk selama-lamanya. Pada tahun itu pula, tokoh Si A Piao pamit pergi dan tidak pernah pulang untuk selama-lamanya.
Tahun ini, menjadi satu abad peringatan lahirnya Goei Kwat Siong dan PK Ojong, yang sekaligus menandai 62 tahun setelah terbitnya Si A Piao untuk yang terakhir kali pada tahun 1961. Si A Piao yang diciptakan oleh Goei Kwat Siong puluhan tahun lalu bukan hanya sekedar komik strip biasa. Lebih dari itu, Si A Piao telah menjadi penanda jiwa zaman dan alat “penyuntik’ nasionalisme, yang kemudian menjadi warisan penting bagi dunai seni Indonesia. Oleh karena itu dengan hadirnya “Pameran Gambar Lelucon Goei Kwat Siong: Si Apiao”, diharapkan dapat memperkenalkan Si A Piao dan berbagai aksi cerdiknya kepada generasi muda. Pameran ini juga akan menunjukkan bahwa dalam proses lahirnya bangsa ini, perjuangan untuk menghadirkan jiwa nasionalisme tidak melulu melalui senjata dan politik, melainkan juga melalui seni yang hadir dan meresap dalam kehidupan sehari-hari.
*Lesi L