Anugerah Kebudayaan Indonesia 2025, dan Mengapa Kritik Seni Jurnalistik-Akademis

Oleh: Agus Dermawan T.*

 

Upacara penerimaan Anugerah Kebudayaan Indonesia 2025 digelar megah di gedung teater Ciputra Artpreneur, Jakarta, pada 17 Desember 2025. “Ini puncak penghargaan untuk orang-orang hebat yang bekerja sebagai mata air kebudayaan Indonesia,” kata penyelenggara.

————————

PADA hampir penghujung upacara Anugerah Kebudayaan Indonesia (AKI) 2025 di gedung teater Ciputra Artpreneur, Jakarta, Menteri Kebudayaan Republik Indonesia Fadli Zon berpidato.

 

“Kebudayaan itu sangat luas, dan melibat ke semua selipan kehidupan manusia. Didong Gayo, literasi yang indah, sampai kuliner yang bermutu itu kebudayaan. Dukun, yang memelihara dan memperdalam ilmu-ilmu tersembunyi masyarakat tradisional, juga kebudayaan. Bahkan komedi pun juga kebudayaan. Itu sebabnya pada beberapa tahun silam Pak Alfiansyah alias Pak Komeng, pelawak yang sekarang jadi anggota DPRD, yang pada malam ini hadir di perhelatan, mengajak saya untuk bergabung dalam paguyuban komedi. Saya agak ragu untuk terlibat. Karena saya merasa bahwa saya tidak bisa membuat orang tertawa. Saya lebih bisa membuat orang marah…”

 

Mendengar kalimat terakhir itu 1.000 tamu yang ada dalam gedung tertawa. Mereka agaknya tahu siapa sang menteri cum kolektor yang banyak berpikir, banyak program, banyak gerak dan banyak ide out of the box ini.

 

Layar panggung AKI 2025. (Sumber: Agus Dermawan T).

 

Atraksi Grup Swargaloka dalam upacara AKI 2025. (Sumber: Dokumentasi AKI).

 

 

Pada malam itu, Rabu, 17 Desember 2025, Kementerian Kebudayaan – Direktorat Jenderal Pengembangan, Pemanfaatan dan Pembinaan Kebudayaan, menghelat “Malam Apresiasi Anugerah Kebudayaan Indonesia”. Acara ini berpuncak dengan pemberian stola kehormatan, piagam dan pin bintang emas kepada 31 budayawan dan seniman dari seluruh Indonesia. Salah satu penerima itu adalah saya, yang masuk dalam kategori “Pelopor – Penulisan Kritik (dan Analisa) Seni Rupa Jurnalistik-Akademis”.

 

Atas kategori ini banyak orang yang “terpesona”. Yusuf Susilo Hartono, wartawan senior yang beberapa kali mengurusi AKI, mengatakan bahwa itu kategori baru. “Pasti untuk menampung aset besar budaya yang selama ini tidak tersentuh,” katanya.

 

Sementara pada bagian lain banyak yang bertanya, apa itu penulisan kritik seni rupa jurnalistik-akademis? Tentu kali ini saya berusaha menjelaskan, dengan berpura-pura bertanya jawab. Demikian.

 

Tentang Kritik Seni Jurnalistik

Tanya: Kritik seni rupa jurnalistik-akademis. Apa itu ya?

 

Jawab: Kita tahu, secara umum kritik seni dibagi dalam beberapa jenis, berdasarkan fungsinya. Yakni kritik jurnalistik, kritik populer, kritik pedagogik (pendidikan) dan kritik ilmiah atau kritik akademis.

 

Sedangkan sifat jenis kritik seni rupa ini berbeda-beda, berdasarkan titik pendekatan. Di antaranya adalah kritik seni ekspresif, yang berfokus kepada penilaian atas gagasan, hubungan emosi dan pengalaman pencipta dengan karya, dan keterkaitannya dengan konteks kehidupan. Kritik seni formalistik, yang membicarakan tata kelola elemen-elemen seni lewat pengamatan visual, yang semuanya berkait dengan teknik. Kritik instrumentalis, yang menilai karya seni rupa dari aspek manfaatnya, atau fungsinya. Di sini faktor visual bisa saja jadi persoalan nomer dua.

 

Nah, kritik seni rupa jurnalistik bisa dan boleh merangkum semua pendekatan kritik itu dalam satu telaah.

 

Tanya : Di mana kritik seni rupa jurnalistik bisa dibaca?

 

Jawab : Kritik jurnalistik biasanya disampaikan melalui media massa umum, seperti koran, majalah atau platform online. Ulasannya sering bersifat deskriptif, dengan mengesampingkan metoda pengulasan ilmiah. Tapi harus tetap mempertahankan substansi nilai-nilai seni yang ada di dalamnya. Karena kritik jenis ini ditulis oleh kritikus yang memiliki keahlian secara akademis atas bidang yang ditulisnya. Walaupun tidak harus studi di akademi.

 

Tanya: Mengapa memilih kritik seni rupa jurnalistik?

 

Jawab : Menurut penelitian banyak ahli di dunia, journalistic criticsm bisa memberikan tinjauan lebih luas, mendalam dan rinci mengenai keunggulan dan kelemahan suatu karya seni. Dengan penggunaan bahasa yang cenderung sederhana, kritik jenis ini mudah difahami oleh banyak orang. Dan semakin memikat apabila ada kandungan sastra di sana. Kritik seni menjadi bacaan susastra.

 

Makhfud dengan syahdu dan mencekam membawakan Sya’e Aceh atau senandung syair Aceh, dalam upacara AKI 2025. (Sumber: Dokumentasi AKI).

 

Piagam dan stola kehormatan Anugerah Kebudayaan Indonesia 2025. (Sumber: Agus Dermawan T).

 

Organisasi Association International of Art Critics (AIAC), yang menghubungkan ribuan kritikus seni seluruh dunia menemukan fakta bahwa kritik seni jurnalistik memiliki kontribusi lebih luas dibanding kritik yang ditulis di dalam jurnal seni atau jurnal ilmiah.

 

Tanya : Apa yang dituntut dalam penulisan kritik seni jurnalistik?

 

Jawab: Kritik seni jurnalistik menuntut penulis untuk memiliki pengetahuan amat luas di luar seni.  Karena kritik ini bisa berangkat dari sudut mana saja. Ini sesuai dengan sikapnya sebagai kritik yang diberangkatkan dari sikap merespon segala hal. Dari kejadian kecil, peristiwa besar atau isu populer yang sedang berkelindan di masyarakat. Ya, sebagaimana para wartawan menangkap dan mereportasi kejadian.

 

Artinya, penulis kritik seni rupa jurnalitik harus memiliki kesadaran bahwa setiap peristiwa yang sedang terjadi, sesungguhnya bisa dikaitkan dengan seni rupa. Dengan begitu, bencana Sumatera adalah peristiwa seni rupa. Peristiwa politik omon-omon adalah kejadian yang bisa menjelma dalam rupa. Krisis ekonomi, dunia antariksa, kengerian pandemi dan perang, juga bagian dari dunia seni rupa. Dengan begitu, penulis kritik seni jurnalistik tidak harus menunggu event pameran. Karena lahirnya tulisan didorong oleh kejadian di luar ruang pagelaran.

 

Dengan penulisan yang masuk lewat banyak sudut ini tulisan seni rupa bisa dibaca oleh berbagai kalangan. Dari politikus, diplomat, arkeolog, dokter, astoronot, polisi, lurah sampai pengelola restoran. Karena bahasanya cair, sopir grap sampai sais pedati bisa menikmati.

 

Kesadaran akan hal ini menimbulkan kepekaan bagi penulis kritik analisis jurnalistik. Kepekaan ini menyebabkan seorang penulis kritik jurnalistik terus bekerja, karena peristiwa-peristiwa sesungguhnya terus dan terus terjadi dalam kehidupan manusia. Eeeit!, saya termasuk di dalamnya. Itu sebabnya, sejak tahun 1974 saya lumayan produksif. Saya telah memublikasikan lebih dari 4.000 judul artikel ke lebih 50 media massa. Dan menulis 64 buku.

 

Tanya : Dinas Kebudayaan Daerah Istimewa Yogyakarta – adalah yang mengusulkan Saudara ke AKI. Kok bisa Provinsi DI Yogyakarta, padahal Saudara tinggal di Jakarta. Saudara dimasukkan kategori Pelopor. Pemahamannya?

 

Jawab : Penjelasannya, Pelopor dalam Profesionalisme Penulisan Kritik Seni Jurnalistik-Akademis. Pertimbangannya, saya menulis seperti itu secara profesional dan konsisten tanpa jeda selama 50 tahun.

 

Jadi bukan pelopor dalam penulisan kritik seni jurnalistik. Karena penulis kritik jurnalistik, untuk berbagai bidang, sudah ada sejak dulu. Untuk masalah sosial politik dilakukan oleh Tirto Adisuryo, Rohana Kudus, Ernest Douwes Dekker. Untuk seni sastra oleh Jakob Sumardjo. Seni rupa dikerjakan oleh Oei Sian Yok, Sudarmaji, dan sekali-sekali Popo Iskandar.

 

Saya diusulkan oleh Yogyakarta, karena saya pernah kuliah di Sekolah Tinggi Seni Rupa Indonesia “Asri” Yogyakarta. Dan penulisan kritik seni jurnalistik dianggap “kritik seni kerakyatan”, selaras dengan nilai yang dijunjung masyarakat Yogyakarta. Seperti yang dikatakan Sultan Hamengku Buwono X, yang memberi saya Anugerah Kebudayaan “Adikara Cipta Budaya” tahun 2024.

 

O ya, penyair Sutardji Calzoum Bachri yang 50 tahun tinggal di Jawa Barat, diusulkan Provinsi Riau. Yusri Saleh, pencipta tarian ratoh jaro-Aceh yang belasan tahun di Jakarta, diusulkan Provinsi Aceh. Sekadar info, ada lebih dari 700 usulan yang masuk ke panitia AKI, dari 37 provinsi. Itu diseleksi hingga tinggal 31.

 

 

Tanya : Siapa panutan Saudara untuk penulisan jenis ini?

 

Jawab : Saya tak punya panutan. Tapi saya mempelajari langkah sejumlah penulis journalistic criticism internasional yang ternama. Seperti Jerry Saltz, kritikus seni senior untuk New York Magazine dan Vuture. Roberta Smith, kritikus utama The New York Times. Di Inggris ada Jonathan Jone, penulis kritik seni terkemuka untuk Guardian. Calvin Tompkins dan Peter Schjeldahl, yang pernah menjadi ketua desk kritik seni di The New Yorker, yang tulisannya sangat dihormati di kalangan seniman kontemporer. Lalu Hal Foster dan Rosalind Krauss. Juga Benjamin Bushloch, kritikus yang banyak menulis di Artforum, dan dikenal sebagai kritikus jurnalistik yang sangat disukai.

 

Tanya : Ooo, jadi begitu, ya.

 

Jawab : Ya begitu.

 

Menteri Kebudayaan Fadli Zon mengalungkan stola kehormatan kepada Blawing Belareq, dari Kalimantan Timur. (Sumber: Dokumentasi AKI).

 

Penyanyi grup Trivanita beratraksi dalam upacara AKI 2025, dengan latar tarian kolosal. (Sumber: Dokumentasi AKI).

 

 

Daftar Para Anugerahwan

Berikut adalah daftar nama penerima Anugerah Kebudayaan Indonesia 2025.

 

Kategori Maestro Seni Tradisi :

 

Tobani Rinyo Tiku, kerajinan kain kulit kayu (Sigi, Sulawesi Tengah). Siti Rahela, seni tari tradisi Klik Lang (Tebo, Jambi). B.Blawing Belareq, budaya suku adat Long Gelit dan Bahau Busang (Mahakam Ulu, Kalimantan Timur). M.Din, seni didong Gayo (Aceh Tengah, Aceh). Sangkeh, seni tembang wawacan (Pangandaran, Jawa Barat).

 

Kategori Pelestari :

 

Uswatun Hasanah, batik tulis dan tenun gedog (Tuban, Jawa Timur). Ika Arista, pengetahuan tradisional keris (Sumenep, Madura). Felix Edon, musik tradisional Manggarai (Manggarai, Nusa Tenggara Timur). Yohana, tenun kebat Dayak Mualang (Sekadau, Kalimantan Timur). Iswati Fersida, musik keroncong (Palembang, Sumatera Selatan),

 

Kategori Pelopor dan/atau Pembaru:

 

Muhammad Ridwan Alimuddin, pembuatan perahu Mandar (Polewali Mandar, Sulawesi Barat). Didin Ahmad Zauenudin, pegiat aksara Nusantara (Lamongan, Jawa Timur). Mustafa Mansur, dokukentasi Loloda (Ternate, Maluku Utara). Moch. Awam Prakoso, story telling dan pendiri komunitas mendongeng se Indonesia (Tangerang Selatan, Banten). Yusri Saleh, pencipta tari Ratoh Jaroe (Banda Aceh, Aceh). Agus Dermawan Tantono, profesionalisme penulisan kritik seni jurnalistik (Yogyakarta). Kampung Seni Tegal, penggerak teater tradisional Sampak Tegalan, sastra, seni rupa, diskusi (Kota Tegal).

 

Kategori Sastra :

 

Godi Suwarna, sastra Sunda (Ciamis, Jawa Barat). Sutardji Calzoum Bachri, sastra puisi (Indragiri Hulu, Riau). D. Zamawi Imron, puisi dan kebudayaan Madura (Sumenep, Madura).

 

Kategori Masyarakat Adat :

 

Baris Sitanggang, komunitas adat Bius Sitolu Hae Horbo Salaon (Samosir, Sumatera Utara). Sutomo, komunitas adat Masyarakat Tengger (Probolinggo, Jawa Timur). Eko Warnoto, Komunitas adat Tengger Brang Kulon (Pasuruan, Jawa Timur). Bambang Sutrisno, komunitas adat masyarakat Samin Sedulur Sikep (Bojonegoro, Jawa Timur). Usif (Raja) Namah Benu, Komunitas Adat Boti (Timor Tengah Selatan, Nusa Tenggara Timur).

 

Kategori media :

 

“Rumah Sri Ksetra” – Nopri Ismi, bidang multi media (Palembang, Sumatera Selatan). “Jaya Baya” – K.Sudirman, bidang media cetak berbahasa Jawa (Surabaya, Jawa Timur). “JTV” – Rina Prabawati, industri televisi lokal berkonten budaya (Surabaya, Jawa Timur).

 

Kategori Anak :

 

Aliya Sakina Murdoko, seni lukis (Malang, Jawa Timur). Adyastha Swarna P.M, seni pedalangan dan tari klasik (Surakarta, Jawa Tengah). Janessa Shanne Putri, seni vokal dan musik (Depok, Jawa Barat).

 

Penghargaan khusus :

 

Jaya Suprana (budayawan, MURI), Pieter F.Gontha (promotor budaya), I Nyoman Wenten (penari dan musisi Bali), Sunaryo Soetono (pelukis, pendiri galeri), Elvy Sukaesih (penyanyi dangdut), Ary Ginanjar Agustian (motivator budaya, pengusaha), Anhar Gonggong (budayawan, sejarawan).

 

Ujung kalam, karena saya dijumput sebagai “pemain naturalisasi” dari Daerah Istimewa Yogyakarta, maka saya mengucapkan terimakasih dalam bahasa Jawa.

 

Kula ngaturaken matur sembah nuwun dhumateng Pamaréntah awit saking nugrahan menika. Kula pitados, nugrahan menika saged nambahi semangat anggèn kula nyambut damel langkung saé kagem Indonesia Raya.

 

Akhirnya, “mohon ijin” untuk pamit. ***

 

———–

*Agus Dermawan T. Penerima Anugerah Kebudayaan Indonesia 2025.