Menulis Cerpen, Pulang Menuntun Kambing
Kendal, hari Minggu, 26 Oktober 2025 punya hajat membagi hadiah ternak; Kambing, Ayam dan Bebek kepada para cerpenis yang karyanya dianggap berkualitas.
Jika pengumuman hadiah nobel sastra internasional diadakan pada bulan Oktober setiap tahunnya, kegiatan literasi di Kendal ini juga sama dilakukan pada bulan Oktober. Selain bulan Oktober merupakan bulan bahasa nasional.
Kenapa harus memilih hadiah ternak? Ada empat pertimbangan.
Pertama, ingat novelet Franz Kafka berjudul Metamorfosis. Kafka menjelaskan, ia memilih cerita fabel, karena manusia zaman kini semakin terpenjara, berjarak dengan manusia yang lain. Sehingga timbul kerinduan baru untuk dekat dengan binatang.
Kedua, belajar dari novelet Animal Farm karya George Orwell. Orwell menawarkan parodi binatang bisa bicara, bahkan sesama binatang ternak berani melawan majikan mereka sendiri.
Ketiga, lingkungan hijau di kabupaten Kendal, sehingga rumput mudah diakses, selain prihatin semakin langkanya pupuk organik untuk petani.
Keempat, tentu alasan sederhana, saweran yang memungkinkan antarkomunitas sastra di Kendal.




Rangkaian acara yang diberi tajuk Kendal Cerpen Award 2025 (KCA 2025) ini dipapah oleh Lukluk Anjaina. Alumni sastra Undip yang baru saja lulus tahun ini, langsung berkiprah mengamalkan ilmunya.
Ada 17 peserta lomba cerpen sekabupaten Kendal dengan batasan berusia maksimal 35 tahun dan berKTP Kendal. Tema terkait seputar lokalitas, legenda, peristiwa sejarah yang ada di Kendal.
Komunitas literasi Kendal sebagai penyelenggara antara lain: Sangkar Arah Pustaka (Kangkung), Pelataran Sastra Kaliwungu (Kaliwungu), Sarang Lilin Art Space/Kendaltextile (Brangsong), Komunitas Lerengmedini (Boja).
Berikut adalah daftar lengkap pemenang KCA 2025:
– Juara I: Intan Tika Sari asal Singorojo (Empat Jam Api di Boja) – total nilai 257 (Hadiah: Kambing betina peranakan Etawa)
– Juara II: Muhammad Fauzi, asal Kaliwungu (Jan) – total nilai 250 (Hadiah: Seekor cempe/anak kambing)
– Juara III: M. Abdul Daffa, asal Kaliwungu (Bayangan Hitam di Pabrik Gula) – total nilai 248 (Hadiah: Sepasang ayam)



Empat Jam Api di Boja karya Intan Tika Sari berhasil menyabet juara pertama. Intan memotret peristiwa bersejarah tahun 1947 di Boja, kota kawedanan di lereng gunung Medini. Boja menjadi lautan api, bukan semata-mata warga Boja menyerah kepada Belanda. Justru sebaliknya, warga memutuskan lebih baik Boja menyala daripada jatuh dalam kekuasaan Belanda.
Cerpen berjudul Jan, berkisah dua sahabat korban kebengisan seksualitas penjajah Jepang.
Cerpen Bayangan Hitam di Pabrik Gula. Sebuah kisah di zaman penjajahan Belanda dan muncul tokoh pemberani bernama Joko yang nekad membakar pabrik gula seorang diri.
Dua naskah lain mendapatkan Apresiasi Dewan Juri, yaitu Mata Hati oleh Abdullah Khanif dan Dahana oleh Sabrina Aulia Muslimah, yang masing-masing mendapat apresiasi berupa seekor bebek.
“Dari ajang ini akan dilakukan pembinaan lanjutan sebagai upaya regenerasi cerpenis Kendal,” kata Lukluk, yang juga Sekretaris Pelataran Sastra Kaliwungu. Ia menambahkan bahwa akan diadakan coaching clinic terhadap para peserta hingga naskah mereka diterbitkan dalam bentuk buku.
Sawali Tuhusetya, mewakili dewan juri, mengapresiasi 17 naskah peserta dan menyebutnya sebagai “tonggak dan entry-point lahirnya cerpenis-cerpenis muda di Kendal”.
Lebih jauh Lukluk Anjaina menorehkan testimoni:
“Sastra selalu lahir dari jalan sunyi. Karena itu, bagi kami, seberapapun jumlah yang ikut bukanlah soal. Justru dari kesunyian itu, kami belajar merawat nyala kecil yang tak padam. Tujuh belas peserta di tahun ini adalah tujuh belas lentera yang menandai peta sastra Kendal hari ini. Tapi di balik kebahagiaan itu, ada tamparan lembut bagi kami: bahwa kerja-kerja literasi masih panjang. Kami tidak ingin sedikitnya peserta ini dimaknai sebagai padamnya cinta masyarakat Kendal pada sastra, melainkan sebagai jeda dan penanda untuk berbenah dan menyalakan api yang lebih terang di tahun-tahun mendatang.”
Insiden dan Harapan
Selama empat tahun berturut-turut diadakan lomba literasi; lomba novel, lomba puisi, lomba lakon dan lomba cerpen, selalu berhadiah binatang. Hal itu tentu ada catatan yang perlu diperbaiki. Setahun silam, juara I naskah lakon mendapatkan kambing betina keturunan Etawa. Celakanya, sang juara membawa pulang kambing itu dengan motornya. Kambingnya diikat di belakang jok. Dari kota Kendal, tempat pengumuman itu diadakan, kambing akan dibawa ke kecamatan Sukorejo yang berjarak sekitar 25 kilometer.
Beruntung, sesampai di pompa bensin, entah kambing meronta atau apa, akhirnya dari pompa bensin itu dicarikan mobil pick up pengangkut kambing sampai ke rumah sang juara.
Untuk tahun ini lebih diantisipasi, kedua kambing sebagai hadiah dimasukkan pada keranjang bambu dan diangkut motor oleh tukang angkut ternak profesional dan diantar ke para juara. Tukang antar kambing ini sepertinya sudah terbiasa.
Yang membanggakan, terdengar kabar bahwa ayam hadiah lomba literasi itu sudah beranak pinak. Dan bahkan kambing yang dijadikan hadiah sudah punya anak.
Harapan ke depan, semoga para penulis literasi juga mencintai binatang ternak. Syukur bisa menginspirasikan dalam kisah fabel.
Acara penganugerahan KCA 2025 turut dimeriahkan dengan Gelar Seni Budaya Kalireyeng Bright Future “Aku Suka dan Aku Bisa”, yang menampilkan berbagai pertunjukan seni oleh anak-anak dari TBM GenZi dan Kelompok Bermain Warna Pelangi.
Kepala Dinas Kearsipan dan Perpustakaan (Dinarpus) Kabupaten Kendal, Wahyu Yusuf Akhmadi, memberikan apresiasi dan berharap KCA menjadi bagian dari upaya meningkatkan literasi budaya di Kendal.
Acara cukup semarak dihadiri masyarakat setempat; tua, muda dan bahkan para orang tua yang anak-anak mereka ikut pentas seni. Pengumuman lomba cerpen ini berjalan mulus dan tak lepas dari peran pembawa acara, Ivone Alleya yang lincah dan handal.
Tampak para pegiat literasi Kendal penuh semangat. Mereka berusaha mencuri waktu emas di antara kesibukan masing-masing. Pekerjaan harian tetap jalan, tapi tetap ingat energi perlu disisihkan bagi para calon penulis muda berbakat.
Thomas Mann memberikan resep penulisan. Ada empat dasar; bakat, rajin, disiplin dan karakter. Jika orang sudah terbiasa menulis, kelak akan kecanduan menulis. Tetapi kecanduan yang sifatnya intelektual. Berbeda dengan Günter Grass menyebut, problem penulisan bukan, bagaimana menulis, tetapi bagaimana menghentikan menulis. Ya, bisa dipahami, ungkapan Grass tersebut. Bagi sebagian penulis, sepertinya tak ada kegiatan yang lebih indah selain menulis, sebab itu rutinitas menulis itu sulit dihentikan. Bahkan Grass rela mengetik di mesin ketik sambil berdiri, karena mengetik dengan posisi duduk terlalu lama bertahun-tahun, membuat punggung sakit.
—-
*Sigit Susanto, penulis dan penerjemah buku Sastra. Tinggal di Swiss.




