Puisi-puisi Djoko Saryono
YESUS KRISTUS:
kepada teman-teman Kristiani
/1/
jarum arloji jatuh:
fajar makin luruh
kayu membungkam segala aduh:
tersalib sesosok tubuh
lihat, tampak dia begitu tangguh:
lesaplah segala keluh
darah mencucuri tanah:
harum tersebar melimpah
segenap dosa manusia hapus:
doa-doa mengalir tak putus
“eli, eli, lama sabakhtani”, nyaring serunya
hening kokoh bertahta: lindap risik suara
apalagi tegas rupa: niskalakah atau nyata
semesta sekilas pun tak kirim sasmita
siapa telah diserunya: mana alamatnya?
“dia sudah ditinggalkan!”
oleh siapa?
“dia sudah ditinggalkan!”
kenapa?
diam kudus di keramat takhta:
suara dilahap agung sabda
puncak perih telah dilampauinya:
bukan menyayat, mengiris dada
sebab dia ikhlas memanggul dosa
demi keselamatan hidup manusia
/2/
ketika tersalib di kayu rindu:
tak hendak melepas belenggu
dia membasuh dosa manusia yang bau?
tatkala dia begitu merdu berseru:
tiada sahutan di sekitar menderu
tiba dia di puncak eksistensi: perih lalu
ketika dia menanti suara kasih rindu
tak ada isyarat kunjung bertalu
tiba dia di pucuk diam: di pukau gaharu?
akankah dia digempur badai sendu?
detik berjingkat di waktu: umat selamat?
akankah dia digulung gelombang jemu?
waktu lari tanpa ragu: lumat apa selamat?
“tanpa salibku, tanpa aku kuat di salib
si lalim makin merajalela berbuat aib
memunahkan umat manusia tak sedikit”
Veronika mendengar, dadanya berkata
saat mengusapkan kerudung di wajahnya
/3/
dalam geraja masih kau dengar serunya?
semesta diam semata: tak buka kata
dan Allah rasa menjauh: tak menolong dia
dalam gereja masih kau dekap serunya?
sedang langit sunyi belaka: tak ada gema
dan Allah tampak diam saja: tak kirim tanda
bayangkan: dia pikul sedih di kayu salib
seperti pantai menahan gempur gila badai
bayangkan: dia tanggung derita di kayu salib
serupa pohon menahan empas badai
MASUK AYA SOFYA
memasuki Aya Sofya
di hari minggu ceria
aku berada di gereja
atau masjid ternama?
memasuki Aya Sofya
di hari-hari wisata
dan ketika Jumat tiba
aku wisatawan
atau jamaah setia?
barisan orang merentang
melingkar-lingkar panjang
di pelataran luar gerbang
“segera masuk, tuan,
jamaah diutamakan,”
kata penjaga
aku sedang wisata
atau jamaah setia?
Aya Sofya megah tegak indah
merekam angin dingin Bosphorus
merapikan waktu yang resah
melintasi kalender tak terurus
dan mencatat napas kuasa
yang gampang pindah kepala:
agama-agama Ibrahimi
yang mengklaim memiliki
“Meski abad-abad berlari
bukankah aku tetap berdiri
dan namaku tak teringkari
Aya Sofya nama mengabadi?”
seolah Aya Sofya berkata
padaku kehilangan bahasa.
SALAT DI AYA SOFYA
Kedua tangan sudah terangkat
Menjelang takbir merdu terucap
Kulihat Bunda Maria dan Yesus
di antara elok mihrab
Aku mau misa atau salat?
Mata lahir membentur langit-langit
Terpandang mozaik bayi Yesus
digendong Bunda Maria.
Diapit kata Allah dan Rasulallah
di kanan dan kirinya
Aku di gereja atau masjid ternama?
[Ada dua tempat ibadah:
satu di jiwa tenang, satu di atas tanah
Bangunan acap bikin mata salah,
keimanan nurani jauh lebih wah]
Kurapikan dada, kumasuki masjid jiwa.
Di Aya Sofya, sejarah berjalan hikmat.
Kubayangkan merdu iqamat,
kutegaskan niat salat.
Di kepala, sejarah rapi kulipat
Aya Sofya kini masjid melegenda
meski dulu indah gereja
Kendati pertanda gereja tak sirna,
lelambang masjid merangkulnya.
Di bawah mihrab Aya Sofya
yang megah menembus zaman.
Di antara tetamu tersihir keindahan,
terkurung kekaguman.
Kudirikan misa atau salat?
hikmat menghadap kiblat
Dengan takbir menggaung
di seantero jiwa agung
DI PINTU KELUAR AYA SOFYA
melangkahkan kaki keluar pintu
saat mendongak aku bertemu
Bunda Maria menggendong Yesus
diapit dua santo di kiri kanan khusus
kakiku tertahan, mataku terkesima
terbit pertanyaan, hatiku mencari kata
“telah berapa abad kalian di sini?”
berbilang abad Aya Sofya melindungi
—-
*Prof. Dr. Djoko Saryono* – Guru Besar FS-UM