Sawit, Sound Art  di  Essen, Jerman 

Oleh Ikbal Lubys

PACT Zolverein, Essen, Jerman sore itu. Saya dan Anik Wijayanti mempresentasikan karya bersudul: Fast in Slow Motion. Sebuah karya multidisiplin yang mencakup wilayah sound art, instalasi mekanis 3 dimensi dan interaktif performance art.

Ada beberapa hal yang melatari karya saya  dan Anik ini. Mulai pengalaman geografis sampai sosial. Ide dasar karya ini berawal dari perjalanan darat saya dari Kuala Lumpur ke Singapura. Begitu keluar dari Kuala Lumpur terlihat di sepanjang jalan menuju Singapura hamparan lahan Sawit yang hampir tak terputus. Tatkala melakukan perjalanan dari udara tampak lahan Sawit seperti motif monogram atau batik yang sangat luas dan merupakan pemandangan landscape yang menarik dari segi visual.

Selain pengalaman langsung menyusuri perkebunan Sawit, persepsi masyarakat sehari-hari mengenai Sawit membuat saya terkejut. Di sebuah postingan video youtube misalnya ditampilkan video pemandangan Sawit dari atas dan komentar bangga atas luasnya lahan sawit. Saya juga terkejut atas beberapa pemberitaan media yang memberitakan kebanggaan bahwa indonesia adalah negara eksportir sawit terbesar di dunia. Ini di luar ekspektasi saya. Ternyata banyak sekali masyarakat yang overproud tentang produksi sawit, 

Kami sendiri – selama tiga tahun terakhir memutuskan untuk mengurangi konsumsi akan produk sawit. Kami misalnya mengurangi konsumsi minyak goreng. Kami mengganti minyak goreng dengan minyak kelapa. Sewaktu kami mencari minyak kelapa di pasar pasar tradisional akan tetapi adalah kenyataan bahwa menggunakan minyak kelapa adalah kebiasaan yang sudah ditinggalkan atau dilupakan masyarakat. Hal ini mengingatkan masa kecil saya. Kakek saya adalah pembuat minyak kelapa dalam industri kecil rumahan.

Saya masih  ingat usaha kakek saya mendistribusikan minyak kelapa ke pasar pasar, dan saat itu masyarakat sangat umum dan terbiasa mengkonsumsi minyak kelapa. Adalah mencengangkan hanya dalam satu generasi, pemakaian minyak kelapa  sudah hampir terlupakan. 

Karya: Fast in Slow Motion ini sudah kami kerjakan lebih dari setahun lalu. Puncak proses kreatif karya ini adalah saat setahun terakhir ini terjadi kelangkaan minyak goreng yang menimbulkan kericuhan di masyarakat. Kami mendapatkan sesuatu yang menarik saat melihat panjangnya antrian minyak goreng. Yaitu: di samping rak rak minyak sawit yang kosong ada banyak kemasan minyak kelapa yang tidak tersentuh. Masih banyak hal yang melatarbelakangi penciptaan karya ini. Karya yang kami tampilkan di Essen Jerman ini sesungguhnya masih dalam tahap riset juga.

Foto presentasi karya Fast in Slow Motion (1)

Foto presentasi karya Fast in Slow Motion (2)

Presentasi karya multidisiplin ini bertolak dari sifat minyak yang bergerak lambat berbanding terbalik dengan cepatnya proses produksi sawit dari hulu ke hilir baik dari aspek lingkungan, sosial, ekonomi dan politik. Karya ini kami kemas dengan beberapa bentuk instalasi sound art yang menampilkan wadah berisi minyak sawit yang di pasang diantara puisi karya Krisandi Wiramihardja yang berjudul “ Cit..Cit..Door..Kreket…”. Puisi itu kami ambil dari buku yang ditulis oleh Anna Lowenhaupt Tsing berjudul : Friction tahun 2005.

Kami tertarik dengan puisi yang bertumpu pada permainan bunyi tersebut. Dalam itafsir kami permainan bunyi-bunyi itu bisa dijadikan metafor bagi aktifitas deforestasi hutan tropis. Bunyi-bunyi tersebut kami verbalkan dan konversi menjadi kalimat. Pada instalasi bunyi ada sebuah mikrofon yang terkoneksi dengan prosesor yang dimana akan mentriger setiap sinyal yang keluar dari mikrofon untuk menggerakan wadah yang berisi minyak sawit.

Pengunjung  kami minta untuk membaca puisi tersebut dan sinyal suara dari mikrofon akan menggerakan minyak sawit sesuai dengan dinamikanya. Yang ng menarik adalah perbedaan interpertasi bunyi tiap orang. Tiap orang mempunyai pelafalan bunyi yang berbeda beda.

Foto pengunjung membaca puisi karya Krisandi Wiramihardja (1)

Foto pengunjung membaca puisi karya Krisandi Wiramihardja (2)

Kami tertarik untuk mempresentasikanya karya ini di Eopa adalah karena Indonesia yang notabene penghasil terbesar Sawit hanya memakai 20% untuk kebutuhan lokal sisanya untuk pasar global. Sementara dampak negatif dari produksi sawit  Indonesia dalam presentase yang paling besar. Akan halnya di Eropa ini kebutuhan pokok masyarakat banyak sekali mengandung Sawit. Akan tetapi minyak goreng Sawit tidak boleh diperdagangkan di beberapa negara di Eropa. Instalasi bunyi kami ingin merepresentasikan hal itu juga.

*Penulis adalah komponis eksprimental