Puisi-puisi Sinduputra
80 TAHUN, SETELAH AKU
PERTAMA KALI MENULIS PUISI
puisi memanggil
lebih dekat dengan pohon
bunga merindukan tanganku
menyentuh pohon dengan pelukan
maka
mengapa pohon itu terus menangis!
pohon itu sudah tua. 80 tahun
setelah aku pertama kali menulis puisi
pohon itu tempat terakhir kupu-kupu
menyimpan air mata
kupu-kupu yang memeras air
dari batu
pohon itu sudah tua
pohon yang tumbuh di tanah jarang
pohon yang tumbuh
di antara kumpulan doa
2025
POHON SAMSKARA
aku sapa pohon itu :
menyentuh tanah, dengan bahasa badan
pohon yang tumbuh
mengikuti jatuhnya bayangan garis tangan
pohon samskara yang rindang
yang tertanam dalam diriku
di tengah sawah yang tersisa
di antara padi-padi di panen sepanjang tahun
pohon itu, tangan ku yang tua
di ambang rasa sakit
bahkan ketika bulan sabit dan bintang padam
mengusir bintang berekor dari jangkauanku
aku peluk pohon itu
dengan suara yang senyap
di bagian yang paling gelap
di sisi yang tidak diselipi bunga
: tempat terdingin di bumi
tempat tubuhku dibakar
2025
PUISI GELAP UNTUK HARI YANG GELAP
aku menyimpan sebuah puisi
puisi gelap
bercahaya di malam Mataram
aku menyukai keramaian kota ini
karena aku seorang diri
Mataram, tempat paling sunyi
cidomo tidak lewat lagi
di jalan protokol
kudanya sudah mati
ular kayu bertanya : di Mataram
ke mana Parikesit !
di menara api istana musim hujan
aku akan melingkari leher Parikesit
5 tahun
seumur tahta (tempat paling sunyi itu)
2025
PUISI RAHASIA MINUM TEH
satu tegukan lagi
tandas minum teh
sore ini
sore yang redup
ke mana lagi matahari
ke kebun teh, tempat
memetik bunga getas harapan
menanam benih getir asa
di hari-hari tanpa musim hujan
membayangkan diri yang tandus
menjadi capung dan belalang
dengan sayap rapuh mencapai dahan tertinggi
yang dapat di sentuh mata cahaya
hanya dengan seteguk air
hanya dengan selembar daun
sebuah rahasia terungkap
tukang kebun menuliskan namanya
di dinding gelap goa waktu
disebutkannya inisial
dengan gambar burung tanpa mata
ditancapkannya tanda waktu
dengan goresan cakar kadal bersayap
lidah kering dibasahi
seluruh aliran darah mengecapnya
kebenaran yang menyenangkan dan menenangkan
inilah kasiat minum teh
tegukan pertama
teh hijau
tegukan kedua
teh hitam
tegukan terakhir
teh putih
maka, mari minum teh
sembari mengulang kembali cerita
bagaimana puisi yang satu ini ditemukan
teh dikenali, saat setelah selembar daun
jatuh ke dalam rebusan air
puisi ditulis, ketika sebutir batu api
terbentur tubuh yang terpanggang sukaduka
teh diminum, kala tubuh lemah dan deman
puisi ditulis untuk hati yang layu dan meriang
maka aku tulis tatacara ini dengan puisi
puisi yang tumbuh tidak berisik
tapi,….ah, ini hanyalah
kanak-kanak di dalam diri
yang dirindukan
sebelum tegukan teh terakhir
2025
——-
*Sinduputra, bermukim di Lombok, Nusa Tenggara Barat.