RENUNGAN Maroko Gempa, Lukisan Churchill Terkenang Jua
Oleh: Agus Dermawan T*
Pada 8 September 2023 gempa bumi hebat melanda Maroko, negeri eksotik di Afrika Utara. Gempa yang terjadi pada pukul 23.11 itu (pukul 05.11 WIB) berkekuatan Magnitudo 6,8. Tanah membungkah dan ratusan rumah ambruk. Sampai pada tengah September, sekitar 3.000 orang ditemukan meninggal dunia, ribuan yang terluka parah. Sedangkan ratusan yang lain masih dinyatakan hilang.
Gempa bumi mengerikan itu dikategorikan sebagai “sangat tak terduga”. Pasalnya, seperti dituturkan Lahcen Mhanni, Kepala Departemen Pemantauan dan Peringatan Seismik – National Institute of Geophysycs, Maroko sejak dahulu kala dipercaya sebagai negeri yang memiliki tingkat kegempaan sangat rendah. Suatu hal yang menyebabkan puluhan generasi di setiap zaman membangun peradaban.
Atas peristiwa gempa, di mana pun kejadiannya, orang akan selalu prihatin dan gentar. Namun ketika itu terjadi di Maroko, apalagi berpusat di kota Marrakesh, keprihatinan dan kegentaran itu mengembang jadi tragedi kultural. Musababnya adalah lantaran Marrakesh amat dikenal sebagai kota sejarah dengan peninggalan budaya yang elok, dengan pelukan alam yang alangkah indahnya. Sehingga Marrakesh, yang berada di kaki Pegunungan Atlas, dijuluki sebagai “mutiara di Selatan” oleh para penjelajah Eropa, yang posisi negerinya di utara Maroko. Marrakesh yang berpenduduk 1,5 juta jiwa ini dahulu adalah Ibukota Maroko, sebelum Rabat “merebut”nya.
Tautan Batin Maroko – Indonesia
Bangsa Indonesia selayaknya (paling) trenyuh menghayati gempa ini. Pasalnya, Indonesia memiliki ikatan batin yang sangat kuat dengan “Negeri Magribi” itu. Apalagi jika dihubungkan dengan Rabat, ibukota yang memprasastikan hubungan baik bangsa Indonesia dengan bangsa Maroko. Atas hal tersebut, mari kita mengingat cerita masa lalu.
Syahdan pada 1955 para pemimpin Maroko terkagum-kagum kepada gagasan besar dan inspiratif Presiden Sukarno, pencetus KAA (Konferensi Asia Afrika) di Bandung. Sehingga nama Sukarno lantas diabadikan sebagai nama jalan protokol di Rabat dengan sebutan : Rue Soukarno atau Jalan Soukarno. Ditulis “sou”, karena begitu memang lidah orang Maroko melafalkannya. Nama rue (Prancis : jalan) itu diresmikan oleh Raja Mohammed V dengan dihadiri Sukarno, pada 1960. Lalu sebagai balasan, bangsa Indonesia menamai salah satu jalan raya di Jakarta Selatan dengan Casablanca, kota terbesar di Maroko, yang kini juga menderita lantaran gempa.
Casablanca pun populer di telinga orang Jakarta yang suka jalan-jalan dan berbelanja. Apalagi ketika di Indonesia beredar film berjudul Allied di tahun 2016, yang dibintangi Brad Pitt dan Marion Cotilard. Karya sinema yang merupakan remake dari film Casablanca yang dibikin tahun 1942. Setting film spionase dan percintaan pada masa Perang Dunia II itu memang berlangsung di kota Casablanca.
Maroko adalah negeri artistik, sehingga seniman seluruh dunia berabad-abad cinta kepada Maroko. Terutama kepada kota Marrakesh, yang sekarang sedang berhimpun puing. Pelukis klasik ahli litografi asal Skotlandia, David Roberts RA adalah setitik contoh pelukis yang mencintainya. Sementara pelukis Indonesia yang nyata-nyata mengagulkan lukisan seri Marrakesh adalah Lee Man Fong. Ia dengan khidmat merekam kehidupan dan pemandangan kota Marrakesh dengan pinsil arang, yang kemudian dipindahkan ke medium crayon dan cat minyak. Pelukis Raden Saleh juga sangat menyukai Marrakesh, seperti diperlihatkan lewat sederet lukisan perburuan banteng. Bahkan setting lokasi yang dilukiskan – selain padang luas di Aljazair – juga di Marrakesh, dengan samar-samar hamparan Pegunungan Atlas.
Oleh para pelukis dunia, Marrakesh ditatap sebagai kota yang sangat piktorial. Warna kota itu dibangun dari tanah liat berwarna cenderung merah, sehingga dijuluki sebagai “Kota Merah” atau “Kota Mawar”.
Pusat kotanya yang seluas 405 hektar, dikurung benteng yang juga berwarna merah.
Namun meski dipandang sebagai kota tanah liat, tak berarti Marrakesh jadi kota garing. Karena di sekeliling kota itu tumbuh subur hutan palem dan hamparan taman zaitun. Itu sebabnya kota yang dibangun pada pertengahan abad 11 oleh Yusuf Ibn Tashufin ini ditetapkan sebagai kota warisan peradaban oleh UNESCO. Keindahan dan keunikan itu mengundang para pelukis dunia untuk merekamnya.
Marrakesh dan Winston Churchill
Namun sejauh-jauh kita mencari “pelukis Marrakesh” di seputar bumi, yang paling sohor adalah Winston Churchill. Perdana Menteri Inggris ini memang sangat dikenal sebagai pelukis yang paling suka merekam tafril dan panorama di sekitar Marrakesh. Ia berkali-kali datang ke sana untuk melukiskannya. Banyak yang mengatakan bahwa khusus untuk Marrakesh karya Churchill selalu mendapat apresiasi tinggi. Sehingga beberapa lukisannya diakui punya kualifikasi yang bisa disejajarkan dengan gubahan seniman sejati.
“Lewat Marrakesh, sesungguhnya saya pelukis profesional,” begitu Churchill sering bercanda serius kepada banyak orang. “Kesombongan Marrakesh” gaya Churchill banyak diingat orang, di antaranya oleh Graham Vivian Sutherland. Itu sebabnya ketika pada 1954 Graham dipesan oleh Dewan Rakyat Britania Raya untuk melukis Churchill, yang digambarkan adalah sosok Churchill yang dekil, beraura congkak, pemabuk, suka ngomong ngaco.
Karya-karya Churchill memang menarik perhatian. Mungkin lantaran faktor ekstrinsiknya, seperti sikapnya yang nyentrik dan kemashurannya sebagai jenderal komandan pasukan Sekutu dan arsitek pertempuran Dunkirk dalam Perang Dunia II. Tapi mungkin juga karena faktor intrinsiknya, yang didukung oleh visual karyanya yang memang mempesona. Lalu sejumlah museum penting dunia mengoleksi karya Churchill. Auction house ternama tak henti memburu lukisannya untuk dilelang. Karena karya Churchill dianggap sebagai magnit pembicaraan dan sekaligus mendatangkan uang.
Nah, salah satu lukisan terkenalnya adalah Tower of the Koutoubia Mosque – Marrakesh, yang menggambarkan masjid antik peninggalan abad 12 di Marrakesh, Maroko. Di belakang Masjid Koutoubia (Kuttubiyya, Kutubiah) itu tampak terhampar Pegunungan Atlas.
Lukisan berukuran kecil ini santai dikerjakan pada saat Churchill sedang sangat sibuk mengurusi Perang Dunia II. Setelah diproses agak lama, lukisan dituntaskan seusai ia menghadiri Konferensi Casablanca (yang juga mengurusi Perang Dunia), pada Januari 1943. Lukisan itu lama disimpan di studionya, sampai akhirnya Churchill menghadiahkannya kepada Franklin D Roosevelt, presiden Amerika Serikat yang jadi teman diskusi untuk penumpasan Nazi Jerman. Namun bertahun kemudian putera Roosevelt menjualnya. Lantas beredarlah lukisan yang memiliki riwayat hebat itu.
Setelah dari tangan ke tangan, lukisan akhirnya jatuh ke pangkuan bintang film Brad Pitt dan Angelina Jolie pada 2011. Pitt dan Jolie menjadikan lukisan tersebut sebagai maskot jajaran koleksinya. Namun mereka bercerai, sehingga lukisan pun berada dalam pelukan Jolie. Lukisan tersebut dilepas oleh Jolie lewat biro lelang Christie’s London. Dan terjual 8,2 juta pound, alias sekitar Rp165 milyar pada Maret 2021.
Kini Masjid Koutoubia di Marrakesh sedang rusak lantaran gempa, dengan puncak menara yang dikawatirkan runtuh. Namun dalam lukisan Churchill tower itu tampaknya akan selalu utuh.
*Pengamat Seni. Penulis Buku Perjalanan Turis Siluman : 51 Cerita dari 41 Tempat di 41 Negara.